“Hantu..Hantu..hantu..”,
teriak pemuda kurus itu ketika melihat sebuah kepala menggelinding melintasi jalan
kuburan sore itu.
Sudah
beberapa hari ini suasana kampung Tendele kian mencekam. Jalan-jalan di sudut
kampung yang biasanya ramai lalu lalang orang ketika petang menjelang kinj
berubah menjadi sepi sunyi. Bukan tanpa alasan suasana yang dulunya membuat
anak-anak kecil di daerah itu bermain dengan riang kini malah bersembunyi di
balik kaki ibu mereka. Rumor mengenai hantu kepala gelinding makin santer saja.
Waktu
menunjukkan pukul 17.55, di sekitaran waktu inilah hantu kepala gelinding
pertama kali terlihat oleh warga yang melintas di kuburan Tendele, tak sengaja
memang, ia baru saja pulang dari mencari rumput untuk sapi-sapinya yang
gemuk-gemuk itu, Pardi, nama lelaki itu. Bersama sepeda butut yang selalu setia
menemaninya ia melintasi jalan di tengah kuburan itu. Ada yang aneh memang,
biasanya dia bertemu dengan beberapa orang yang juga pulang mencari rumput,
tapi sore itu dia sendirian,t ak ada seorang pun yang ia temui. Tak ada pikiran
aneh bin nyeleneh dalam benak lelaki 34 tahun beristri satu dan beranak dua
itu. Ia hanya menyusuri jalan yang
memang biasanya ia susuri.
“kresek..kresek..”
Terdengar suara dari sudut pojok
kuburan yang kian ditinggal sang mentari. Makin ia berjalan ke tengah melintasi
kuburan, sinar matahari makin menipis, hingga akhirnya sayup-sayup dedaunan pun
kian terasa. Suara yang ia dengan barusan tak terlalu mengganggu pikirannya, “ah, suara ayam orang mungkin”, pikirnya.
“kresek..kresek..”
Suara itu makin keras terdengar,
makin sering pula. Bulu kuduk Pardi yang awalnya terkulai lesu bercampur
keringat kini menegang menjulang, hawa dingin perlahan menjalari tubuhnya mulai
dari pergelangan kakinya, merambat seperti semut yang berjalan perlahan ke atas
sampai di paha, badan, hingga lehernya. Tangannya
yang kasar mengusap-usap lehernya.
“kresek..kresek..”,
suara tu terdengar lagi, tanpa pikir panjang ia pun menoleh ke arah sumber
suara itu dan..
“bluk…kresek..kresek”,
“hantu…hantu…tolong..hantu…”,
lelaki itu berteriak sambil berlari dengan berusaha menutup matanya
rapat-rapat, beberapa kali ia tersandung batu nisan di kuburan yang sudah penuh
sesak itu. Badan yang berotot itu seakan tak mampu mengimbangi rasa takutnya
setelah melihat pemandangan sebuah kepala tanpa badan dengan mata merah menyala
beralirkan darah segar dihiasi rambut hitam pekat basah. Hanya teriakan yang
berangsur-angsur mengecil terdengar, hari makin petang, ia hanya berlari
berharap segera menjauh dari apa yang ia lihat barusan.
Bersambung…
Comments
Post a Comment
Tanggapilah, dengan begitu saya tahu apa yang ada dalam pikiranmu