Sang mentari yang dahulu menyinari hatimu kini berseri
kembali. Mungkin ia melihat adanya jarak antara sang dewi malam dengan aku,
gelandangan malam yang tak punya tempat tinggal. Hanya berada di emperan jalan
berbalutkan dinginnya malam yang sesekali mungkin bertemu dengan tikus jalanan.
Bukanlah aku ciptaan yang selalu dipuja, engkau selalu dipandang indah dan
banyak yang mengagumimu, sementara aku berbau, lusuh, dan mungkin tak ada yang
mau.
Hanya karena engkau ada di atas lah yang membuat engkau mau
menatapku, terpaksa atau tidak, dengan maksud atau hanya sebagai pelengkap
pandangan sang dewi. Mata hari itu memberikan sinarnya lagi padamu, sesat ku
baca guratan kisahmu dan aku cemburu. Aku tak tau persis bagaimana kisahmu, aku
tak tau persis apa yang pernah kau ucapkan ataupun kau dengan darinya, matahari
dari masa lalumu. Tapi jelas, terasa cemburu itu ada, takut kehilanganmu, iya,
semua bercampur menjadi satu menjadi bumbu dalam hati yang kian menggebu
seperti gemuruh ombak yang tak tentu.
Aku bukanlah
gelandangan yang dengan mudah terpaut dari rasa cemburu, tapi kali ini
benar-benar, dengan mengetahui sedikit masa lalumu otakku seakan bekerja amat
keras menerka bagaimana engkau dahulu, engkau dan matahari pagimu, bukan aku
yang gelandangan ini. Engkau berada di langit sedangkan aku ada di bumi, engkau
selalu memberi ketentraman sedangkan ku memberikan keresahan, mungkin tak ada
yang ingin dengan dengan aku, gelandangan malam berbajukan hinaan manusia
siang.
Bukan mataharimu yang ku benci, bukan sinarnya yang ingin ku
hindari, ia menghangatkan, dan mungkin kau nyaman bersamanya, tapi rasa takutku
engkau kembali pada mataharimu yang dahulu memang engkau adalah satu, dengan
dia, bukan denganku, engkau adalah pujaan dan aku adalah hardikan. Memang aku
tak punya hak untuk ikut campur dengan masa lalumu, tapi dengan tau sedikit
saja, rasanya sudah cukup tuk membuatku sekatukan, takut kehilangan, takut
untuk semakin jauh. Mungkin engkaupun merasakan hal yang sama ketika mengetahui
masa laluku, setiap waktu yang ku lewatkan dengan mereka yang pernah singgah di
hatiku. Bukankah kita ada di posisi yang
sama? Engkau, sang rembulan, memiliki kenangan bersama mataharimu yang tak bisa
ku gantikan dan kitapun pernah memiliki kenangan dimana tak ada sinar matahari
yang menyentuh kulit kita. Aku pun pernah merajut benang-benang kenangan yang
mungkin tak pernah kau tau. Bukankah kita di posisi yang sama? Kita sama-sama
punya masa lalu yang mungkin sama0sama kan menjadi duri dalam hati bila kita
sama-sama mengetahui.
Terlalu naif bila kini ku mengabaikan cemburuku, berpikir
kau takkan pernah pergi karena nyatanya sekarang pun kau tak ada di sisiku,
hanya rindu yang menjadi penyatu rasa dalam kalbu. Terlalu naif bila ku tak
ketakutan, sang mentari datang membuatmu meneteskan air mata, hanya dengan
beberapa lapis sinarnya yang menghangatkan pun kau teteskan air mata keindahan,
mungkin kebahagiaan. Entah apa yang bisa
ditulis oleh gelandangan sepertiku, mungkin hanya campuran kata yang tak jelas
mana subjek maupun predikatnya, mungkin hanya kalimat yang begitu menyalahi
kaidah bahasa yang dihasilkan. Aku hanya ingin kau tau, aku……
Comments
Post a Comment
Tanggapilah, dengan begitu saya tahu apa yang ada dalam pikiranmu