Skip to main content

Hubungan Cinta dan Waktu

Minggu, 20 Januari 2013
Kereta MALABAR ini melaju dengan kencangnya, menyisakan sedikit kebisingan pada telingaku. Guncangan demi guncangan seakan membiasakan kami pada keadaan ini, keadaan kepulangan kami dari kota asal kami, Lumajang & Bondowoso, menuju kota k=perantauan, kota kembang, Bandung. Menyudahi liburan yang mungkin terlampau banyak waktu yang terbuang percuma hanya dengan makan tidur makan tidur dan siklus yang tiada hentinya. Kepulangan yang menjadi awal perjuangan kami di lembar baru untuk menapaki setiap jenjang kehidupan.
                Lima belas jam adalah waktu yang harus kami nikmati, ya nikmati, karena waktu yang terlampau panjang itu amat membosankan bila tak kami nikmati. Sebenarny a bukan tak bisa bagi kami untuk pulang naik burung besi yang melaju lebih kencang menembus awan, tapi keberuntungan sedang tak memihak pada kami, tiket promo yang kami incar habis. Mungkin inilah yang terbaik untuk saat ini, lima belas jam perjalanan dengan duduk berjejer, memberikan kesempatanku dan dia untuk makin dekat, ya makin dekat, mendekatkan apa yang sudah dekat dan mendekatkan apa yang terasa jauh.
                Hampir satu bulan yang lalu aku menaiki kereta, mungkin di kereta yang sama,  bersama orang-orang yang sama, dan jalur yang sama. Namun, kali ini berbeda, sebulan perpisahan menjadikan hati yang terpaut itu merindu, hebat. Waktu seakan enggan berlalu ketika kami menanti saat untuk bertemu dan waktu seakan ingin pergi melaju, melesat, dengan cepatnya ketika kami telah bersama. Mungkin inilah yang dibilang cinta membuat waktu cepat berlalu, tapi apakah waktu membuat cinta cepat berlalu? Semoga saja tidak. Paling tidak untuk kisahku dengannya, semoga waktu lah yang menjadi agen pemupuk rasa rindu, rasa tentram,r asa damai, rasa ingin memiliki, rasa melindungi, menyayangi, dan berbagai rasa yang mungkin juga belum aku mengerti. Aku masih belajar, belajar untuk menyayangi & mencintai, belajar untuk lebih mengerti dan memahami, belajar untuk lebih terbuka dan berbagi, aku masih dalam tahap belajar, mungkin begitu juga dengan dia. Dia yang mungkin kadang merasa sepi ketika kami jalan bersama karena kesibukanku di dunia imajinasiku. Dia yang mungkin melalui setiap harinya dengan rasa cemburu karena ulahku, sikapku, tingkahku, atau apapun itu. Dia yang mungkin tak pernah lepas dari isak tangis setiap minggunya karena ketakutan yang muncul di hatinya. Dia yang mungkin tak pernah melewatkan setiap menit dalam hidupnya tanpa merindu. Dia yang mungkin bukan tercantik, termanis, terpandai, terajin, termengerti, dan ribuan ter lain yang menjadikan dia yang nomor satu di dunia ini, tapi aku yakin dialah yang mampu mengimbangiku, menyamankanku, menentramkanku, dan menjadi pelengkap serta temanku menjalani hidup. Dahulu, kini, dan nanti, jadilah engkau masa laluku, masa ku sekarang menghadapi dunia, dan masa depan yang akan kita hadapi bersama tanpa menutup mata dari berbagai rintang yang mungkin menghadang.

Comments