Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2014

Cukup

Cukup Karena bagiku sudah cukup untuk bertemu denganmu dalam mimpi Tanpa harus menyentuh ragamu Atau mencium bau mu yang begitu nyata Cukup Karena dalam mimpi engkau adalah milikku Selalu milikku dan hak ku untuk memilikimu Cukup Karena mimpi yang membuatmu jadi nyata Dan mimpi pula yang mengakhiri ilusi fana ku Cukup Biarkan mimpiku selalu tentangmu Bukan tentang indahnya dunia Karena bagiku engkaulah keindahan itu Cukup Jangan lagi pergi Atau berniat pergi dari mimpiku Karena hanya di mimpi aku bisa memelukmu erat Karena hanya di mimpi engkau bisa bebas mencintaiku Cukup Aku tak bisa merasa cukup dengan enam jam tidurku Aku masih ingin melanjutkan mimpiku Dari hari ke hari Masih saja aku tetap ingin memimpikanmu Karena engkau adalah alam bawah sadarku Pengisi pikiran yang tak bisa ku sentuh Kebenaran yang selama ini ku simpan sendiri Cukup Tak ada kata yang cukup menggambarkan mu Karena engkau tak cukup tergam

Ketika Saya Gagal Menjadi Asisten Praktikum

Apa yang kalian rasakan ketika apa yang kalian inginkan tidak terwujud? Apa yang kalian rasakan ketika keinginan kalian itu seakan bisa kalian dapatkan, tapi ada hal yang membuatnya tidak mungkin? Sedih. Paling tidak itulah yang saya rasakan beberapa waktu lalu. Asisten PTI-B Setahun yang lalu, saya adalah salah satu asisten praktikum PTI-B di Comlabs. Pengalaman tersebut adalah yang pertama kalinya dalam perjalanan saya sebagai seorang mahasiswa di ITB. Sempat deg-degan juga pas awal masuk ke ruang praktikum pada pertemuan pertama. Maklum, saya tipe orang yang sering gugup ketika harus berbicara di depan umum terlebih kepada orang yang belum saya kenal. Waktu berlalu, hingga akhir semester pun tiba. Jatah saya untuk menjadi asisten pada waktu itu habis dengan cepat dan tidak terasa ditandai dengan adanya kuesioner tentang asisten dan pembagian honor. Macam-macam memang hasil kuesioner yang disebar kala itu, ada yang bilang saya galak, ada yang bilang saya baik, ada yang

20 Tahun.Dua puluh tahun.

Ketika membuat tulisan ini saya sadar bahwa saya harus bangun pagi untuk menghadiri kuliah pagi pukul 07.00 besok. Saya sadar bahwa ada kuis IMK yang harus saya hadapi besok dan saya harus belajar. Saya mengerti sekali bahwa ada proyek yang harus saya kerjakan saat ini. Namun, saya lebih tahu bahwa saya harus menulis sekarang, menuliskan kenangan indah yang saya dapatkan hari ini sebagai pengingat di kala saya lupa. Karena semua yang saya dapatkan hari ini terlalu indah untuk terlupakan walau hanya sekejap saja. Merasa Hidup “Kau akan merasakan benar-benar hidup ketika keberadaanmu diakui.”—Aryya Dwisatya Widigdha Pengakuan itu datang, sederhana memang walaupun melalui pesan singkat, wall di facebook , jabatan tangan di kelas, hingga hadiah yang dikirim dari email. Sederhana, tapi bermakna. Saya tidak merasa hanya kuliah untuk duduk di kelas, mendengarkan dosen, mencatat, mengerjakan tugas, ujian, mendapatkan nilai, dan lulus. Tidak sebatas itu. Namun, nampaknya keberadaan

Memaknai Waktu

Tiba-tiba saja saya teringat ucapan ibu saya tempo hari. Tiba-tiba saya ingat, padahal sekarang saya sedang disibukkan mengerjakan proyek yang harusnya pukul 12.00 ini saya laporkan progress-nya. Namun ternyata, pikiran saya melayang ke ucapan ibu saya. “Kalau Mas Yayak nanti menikah, jangan lupa untuk memberikan waktu kepada istrinya karena wanita itu butuh yang namanya waktu diperhatikan.” Memang benar, seringkali ibu tiba-tiba memberikan nasihat tentang cara menjalin hubungan, paling tidak dalam setahun terakhir ini. Ya, saya sangat setuju dengan apa yang beliau sampaikan bahwa seorang lelaki harus memberikan waktu khusus nya untuk sang wanitanya agar ia merasa diperhatikan, disayangi, dan dicintai. Namun, bukankah lelaki juga demikian? Maka, saya coba generalisasikan ucapan ibu saya untuk memberikan waktu khusus kepada orang-orang yang saya sayangi agar ia tetap merasa disayangi. Memaknai Waktu Bukan, benar-benar bukan, bila engkau menganggap memaknai waktu sebagai m