Beberapa saat yang lalu saya teringat masa-masa SMA,
terutama ketika kelas XII. Ya, saya teringat mereka, sahabat-sahabat saya.
Entah mengapa saya merasa lebih pendiam ketika kuliah dibandingkan ketika SMA.
Saya kembali memutar gulungan memori yang terekam jelas, ksiah SMA. Kisah-kisah
bersama mereka, sahabat yang selalu bisa membuat saya tersenyum, entah dengan
guyonan mereka atau dengan saya membuli mereka. Nice.
XII A2 adalah sebuah rumah bagi saya dan tiga puluhan orang
lain di dalamnya. Sebuah rumah tempat saya bernaung hampir selama satu tahun.
Sebuah rumah tempat saya menambah sahabat. Rosena, Abah, dan Dicky. Merekalah
sahabat baru ayng saya temukan di rumah itu. Mereka yang bisa membuat sya
tersenyum dan menghilangkan penat ketika jenuh mendera. Abah (baca: Zaky)
dengan kepolosannya yang begitu luar biasa. Ternyata masih ada orang polos
seperti dia dengan tawanya yang khas, terpingkal, tapi masih sempat menutupi
mulutnya. Dia yang sering menemani saya pergi ke UKS hanay sekedar meminta
vitamin C dan menggoda mbak penjaga UKS yang begitu mirip dengan adik kelas
saya, haha, 15 menit waktu istirahat yang berharga. Hanya itu? Enggak sih, dia
yang sering membuat saya tertawa melihat tingkahnya yang bisa dibilang agak
takut perempuan sedangkan saya di sini sangat menyukai perempuan, haha, bagai
sebuah ruang yang bersisi dua, terang dan gelap, ya saya yang gelap. J). Biasanya sebelum
pergi les Fisika atau Kimia, saya menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah
tantenya, tak jauh dari pusat kota, tapi yang saya suka di sana adalah
suasananya. Suasana kekeluargaan yang kental di sana dan nilai yang sangat
dijunjung tinggi oleh orang desa, memuliakan tamu. Hampir setiap kali saya
kesana, selalu saja perut ini terisi penuh, kenyang. Masakan desa yang
sederhana itu membuat saya terus-terusan tertarik untuk pergi ke sana. Secara tidak
sadar menghidupkan sepeda motor dan menyetirnya selama beberapa menit
perjalanan untuk mendapat hidangan sederhana nan nikmat itu. Terima kasih tante
:D
Rosena? Seorang makhluk tak jelas yang sering melakukan
hal-hal yang tak jelas pula. Seseorang yang menjadi target tetap pembulian
warga kelas, termasuk saya. Menyenangkan sekali membuli dia, dia masih termasuk
anak polos yang bisa dengan mduahnya dibuat takut dan bingung. Terlebih
sikapnya yang kadang gampang bingung walaupun tak ada yang membuatnya
kebingungan, tak jelas, memang. Haha. Entahlah, dengan membulinya saya merasa
senang, saya saykin dan percaya bahwa karena setiap bulian itulah kami menjadi
sahabat. Memang saya sering membuli dia, tapi bukan berarti jahat padanya.
Mungkin bila tak ada pembulian selama beberapa bulan itu, saya hanya mengangap
dia seorang yang tidak jelas, bukan sebagai sahabat. Walaupun dia sering tidak
jelas, tapi kata-kata mutiara masih bisa keluar dari lisannya, masih ada yang
bisa dibanggakan, hehe. Waktu itu saya sering mengodanya dengan salah seorang
anak IPS yang sama-sama kelas XII. Entah terkena angin apa, begitu PD nya dia
berkata bahwa lelaki itu juga suka sama dia. Seperti biasa, tugas saya adalah
menjatuhkan mentalnya, haha. Setelah mental dan kepercayaan yang tinggi itu
saatnya saya menjatuhkannya dengan membeberkan fakta tentang dirinya maupun
fakta lain yang mendukung hipotesis saya bahwa lelaki itu tidak mungkin
menyukainya dan hal ini 90% berhasil. Selalu, dia marah. Seorang wanita tak
jelas yang sering bersikap kekanak-kanakan, tapi bisa menjadi seorang sahabat
yang baik.
Beda orang beda makna beda cerita. Dicky, lelaki sederhana
dan pekerja keras. Darinya saya belajar tentang kemandirian dan ketegasan. Di
umur yang masih mudah itu dia sudah bertekad untuk membantu perekonomian
keluarganya. Ia bekerja kesana kemari, berusaha untuk hidup mandiri tanpa
menggantungkan diri pada kedua orang tuanya. Dia juga sahabat dari Abah, sering
sekali kami berdua pergi ke rumah tante abah yang baik itu. Silaturahmi dan
mengenyangkan perut yang lapar, hehe. Dia adalah sosok lelaki sederhana dengan
perawakan TNI, mungkin kalau ada pendaftaran TNi dan dia ikut, dia akan
diterima :D Beda orang beda cerita, bila saya sering menjatuhkan mental Rosena,
maka Dicky lah yang sering menaikkan atau membangkitkan mental yang sudah
terpuruk itu. Dengan nasehat-nasehatnya, ia menutur Rosena.
Hanya tiga orang? Tentu tidak, saya punya banyak orang yang
saya anggap sahabat. Sahabat dari saya lahir, sahabat sejak saya SD, sahabat
sejak saya SMP, sahabat sejak SMA, hingga sahabat sejak kuliah. Sahabat, Kamus
Besar Bahasa Indonesia mendefinisikannya sama seperti temen dan kawan, tapi
bagi saya sahabat adalah mereka selain keluarga saya yang mampu mengubah perasaan
saya dalam waktu singkat. Ketika saya sedih ataupun terpuruk, mereka bisa
membuat saya kembali tertawa dan menyadari indahnya dunia. Ketika saya sedang
senang, mereka bisa membuat saya sedih dengan bulian mereka. Ketika saya
bingung ingin melakukan apa, mereka datang dengan sejuta ide untuk dilakukan.
Merekalah yang menjadi salah satu pengisi dunia saya yang terkadang kosong.
Merekalah salah satu dari sekian banyak tokoh yang hadir dalam cerita kehidupan
saya. Merekalah orang-orang yang sedia menolong saya tanpa saya minta dan sedia
saya tolong tanpa saya harap balasan dari mereka. Mereka adalah makna dari sebuah
hubungan. Kini tentu saya berpisah dengan sahabat-sahabat saya. Namun,
perpisahan ini masih bisa dipangkas dengan pertemuan setahun sekali. Saya belum
bisa membayangkan betapa senangnya kami bertemu ketika kami telah berpisah
selama puluhan tahun. Merajut jalannya hidup kami yang berbeda, lalu takdir
mempertemukan kami bersama anak dan istri kami berselimutkan kesuksesan. Semuah
senyuman penghantar sebuah ucapan atau bahkan diam. Hanya pelukan seorang
sahabat yang mungkin bisa menggambarkannya. Seperti ketika Bang Iwan Fals
bertemu GumGum Gumilar yang telah lama berpisah. Sebuah pelukan seorang sahabat
yang mampu menyambungkan dua buah kisah yang terpisah oleh jurang waktu yang
amat lama. Sebuah cerita dua orang sahabat…
Comments
Post a Comment
Tanggapilah, dengan begitu saya tahu apa yang ada dalam pikiranmu