A Thousand Words
Beberapa saat yang lalu aku tiba-tiba teringat sebuah film
Amerika yang berjudul Thousand Words.
Sebuah film yang bercerita tentang seorang agen penerbitan buku yang begitu
lihai memainkan kata-kata hingga mampu membuat orang lain bertekuk lutut atau
mengubah keadaan seperti yang ia inginkan. Hingga suatu hari ia mendatangi
seorang pemuka spiritual untuk membukukan filosofi pemuka spiritual tersebut,
tapi tanpa disengaja tangan agen tersebut tergores pada pohon bodhi ketika sedang
merayu pemuka spiritual tersebut.
Malam harinya sebuah pohon tiba-tiba muncul di halaman agen
tersebut. Keseruan film tersebut barulah dimulai. Sebuah daun untuk sebuah
kata. Sebuah pohon untuk satu kehidupan.
Pernahkah kawan-kawan mencoba puasa berbicara? Kalau orang
jawa mungkin menyebutnya topo ing rame yaitu
bertapa dalam keramaian. Berdiam ditengah keramaian khalayak. Mungkin
kawan-kawan dan saya sendiri sangat sulit bahkan tidak mampu untuk
melakukannya. Mengapa? Karena hampir seluruh hidup kita kita gunakan untuk
berbicara, sebuah kebiasaan yang sudah mengakar selama bertahun-tahun. Mungkin
ada yang bertanya, apa gunanya juga berdiam kalau bisa berbicara? Memang sih, tapi
mungkin dengan mencoba berdiam kita bisa sadar seberapa berisiknya kita, seberapa
annoying nya kita, seberapa banyak
kata-kata yang terlontar padahal kata-kata tersebut sebenarnya tidak perlu
untuk terucap.
Kembali ke film tadi, di akhir cerita agen tersebut hanya
memiliki beberapa daun yang tersisa. Ia seperti sudah pasrah dan siap untuk
menerima kematian ketika daun-daun terakhir itu berguguran. Ia memperbaiki
hidupnya hanya dengan beberapa kata yang bila dibandingkan dengan kata-kata
yang telah ia ucapkan, kata-kata tersebut tak ada apa-apanya. Ia memperbaiki
hubungannya dengan tukang parkir di kantornya, penjual makanan, istri yang
marah kepadanya karena ia hanya diam, ibunya yang gila, dan yang terakhir
adalah kepada ayahnya. Seorang laki-laki yang ia benci karena meninggalkan ia
dan ibunya. Sebuah akhir kisah ketika ia berdiri di depan nisan ayahnya dan
engucapkan tiga kata terakhir yang ia miliki. “I forgive you”. Kalimat terakhir yang ia ucapkan sebelum halilintar
bergemuruh.
Bagi saya pribadi, film ini memiliki nilai yang begitu
tinggi. Film ini menyampaikan betapa hebatnya sebuah kata, seberapa
berbahayanya sebuah kata, seberapa ajaibnya sebauh kata bergantung pada ia yang
menggunakannya. Film ini mengungkap betapa beberapa kata mampu mengubah sesuatu
secara nyata. Bukan ribuan kata, tapi hanya beberapa kata. Selain itu, film ini
juga mengungkap kenyataan betapa susahnya memberi maaf. Terkadang butuh waktu
singkat untuk memaafkan seseorang, tapi terkadang ada orang yang butuh
bertahun-tahun bahkan sepanjang hidupnya untuk memaafkan suatu kesalahan.
Sebuah film yang layak untuk ditonton.
“Sebuah kata sebuah makna sebuah perubahan. Ketika kata
berbicara dan dunia hanya terdiam”
Comments
Post a Comment
Tanggapilah, dengan begitu saya tahu apa yang ada dalam pikiranmu