Kisah ini bermulai di suatu siang
ketika saya masuk ke sebuah gedung besar yang tak begitu ramai. Lebih tepatnya
gedung tempat preman berkumpul. Ada alasan saya datang ke sana, tapi tak bisa
saya sebutkan secara terperinci apa alasan saya tersebut.
Gedung besar dengan tembok yang
sudah tak mengkilat, coretan di mana-mana sebagai tanda penguasaan atas suatu
wilayah oleh suatu geng, menjadi saksi bisu kejadian itu.
Kejadian itu bermula dari pertemuan
saya dengan salah seorang preman yang menguasai gedung tersebut. Kami beradu cakap,
amarah kami terselut, mulailah perkelahian tersebut. Kami sama-sama membawa
kapak, ya, saya membawanya dan dia mengetahui kapak yang saya bawa begitu pula
dengan saya. Langsung saja saya membacok kepalanya, sayang sekali bagian tumpul
yang mengenai kepalanya. Dia kesakitan, berniat menebas balik saya. Saya cekik
dia, dia susah bergerak. Belum sampai tebasan saya di kepalanya, tebasannya
sudah sampai di tangan kiri saya yang mencekik leher kerasnya. Tangan saya
berdarah, tangan saya tak putus, luka tak terlalu dalam. Amarah saya makin
menjadi, tangan kanan saya makin berani beraksi. Kutebaskan kapak dengan sisi
tajam itu ke kepalanya. Crot…Croot…dua kali tebasan itu berhasil mendarat
dengan mulus di kepalanya. Darah bercucuran sembari diikuti cairan putih,
otaknya keluar. Tubuh besar yang tadinya tegap berdiri perlahan melemas hingga
akhirnya seakan tak kuat berdiri. Ia terjatuh, cekikanku lepas, ia tersungkur
ke tanah. Darah masih menetes dari tanganku dan masih mengalir dari kepalanya.
Aku membunuh orang dengan harga tebasan di tangan kiriku.
Pertikaian
kami bermula dari gelagat buruknya terhadap orang tua dan orang yang saya
sayangi. Saya tak mengenal baik siapa dia, saya hanya sebatas tau. Betapa
seringnya dia mengganggu kami sehingga saya begitu ingin menebas kepalanya
lagi.
Saya membuka mata, ada handphone
jadul yang setia menemani saya selama ini. Saya melihat jam, wah, jam enam pagi
kurang, saya belum sholat shubuh. Saya lihat tangan kiri saya dan ternyata tak
ada bekas tebasan kapak, tapi rasanya masih membekas hingga sekarang, begitu
pula kepuasannya. Kepuasan melawan rasa takut mati hingga membuat orang mati. Apakah tadi itu mimpi? Ya, saya bermimpi.
Tak ada hukuman bagi pelaku pembunuhan di dalam mimpi.
Salam
Bang Satya
Comments
Post a Comment
Tanggapilah, dengan begitu saya tahu apa yang ada dalam pikiranmu