Baru kemarin sore saya sampai di
Lumajang. Kota kecil yang dengan berada sekejap saja bisa membuat saya
menyadari bahwa ada banyak hal yang tidak bisa saya temukan selain di kota ini.
Beberapa Kisah
Suami Istri di Terminal
Turun di Terminal Minak Koncar pukul
setengah 5 sore sambil menunggu bapak dan ibu yang menjemput. Saya dan adik
beristirahat di masjid dekat terminal. Sholat sejenak lantas memandangi takjil
yang akan dibagikan ketika buka puasa nanti. Hingga tak terasa mobil jemputan
pun mendekati dan kami bergegas naik. Tanpa ada isyarat,
“Enggak nunggu maghrib dulu
nak?”, tanya seorang ibu yang tak saya tahu siapa. Namun saya mengerti maksud
ibu tersebut untuk menunggu maghrib untuk berbuka bersama dengan makanan yang beliau
bawa bersama dengan suaminya. Saya bisa lihat dari pakaian dan kendaraan yang
digunakan bahwa beliau berdua bukanlah pegawai di perusahaan besar dengan gaji
berjuta-juta atau bahkan belasan juta.
Bapak-Bapak Masjid
Saat itu hampir pukul setengah
enam sore, waktu berbuka puasa di kawasan Lumajang. Oleh karenanya, kami
memutuskan untuk sholat terlebih dahulu di masjid di daerah Sukodono. Kami
memarkir mobil dan berjalan menuju masjid. Tak perlu belasan langkah dari
pertama kali menginjakkan kaki di masjid, terlihat orang-orang berkerumun
menyantap takjil yang ada. Kami didiamkan? Tidak. Tiba-tiba ada satu orang yang
bukan memanggil melainkan mendatangi kami agar ikut menyantap makanan yang ada.
Saya tak tahu apa pekerjaan beliau, tapi saya tau bahwa ada banyak orang yang
akan malu-malu untuk ikut makan bersama bila tidak dijemput seperti itu.
Guru Ngaji
Mungkin benar malam itu saya
cukup lelah, tapi saya tetap ingin ke langgar tempat saya dulu mengaji. Paling
tidak untuk bertemu dengan kyai saya, sahabat saya, dan tadarus untuk beberapa
waktu. Entah mengapa setelah tadarus, tiba-tiba kyai saya bercerita tentang
pekerjaan.
Beliau yang notabene adalah
seorang guru SD bercerita betapa bersyukurnya beliau dengan pekerjaan yang
beliau miliki. Bukan karena gaji, tapi lebih ke arah kecintaan. Dengan menjadi
guru beliau masih sempat mengajar ngaji, di rumah bersama keluarga dan
menghabiskan waktu untuk hal-hal lain dan bercengkerama dengan orang-orang yang
ada di sekitar.
Langit Lumajang cukup indah malam
itu. Kalau kalian ke sini, kalian bisa melihat banyak bintang tanpa harus ke
puncak gunung. Udara malamnya juga segar, membuat pikiran saya melayang-layang
tentang bekerja.
Mungkin, pekerjaan yang baik
bukan lah pekerjaan yang kita cintai saja tapi juga pekerjaan yang mencintai
kita. Maksudnya begini, boleh jadi saya mencintai pekerjaan saya sebagai
Software Engineer, tapi apakah pekerjaan ini mencintai saya? Apakah pekerjaan
ini memberikan saya kesempatan untuk menghabiskan waktu saya bersama keluarga?
Apakah pekerjaan ini membuat saya bisa bersosialisasi dengan orang-orang di
sekitar rumah saya? Sekedar menyapa ketika berpapasan bertemu dan berbincang
singkat. Apakah pekerjaan ini membuat saya tenang? Apakah pekerjaan ini masih
bisa membuat saya punya waktu untuk memberi makan untuk orang yang berbuka
puasa dan mengantarkannya langsung? Apakah pekerjaan ini melatih lifeskill saya untuk lebih peka pada
orang lain tidak hanya berkata tapi bertindak? Dan banyak apakah yang lain.
Saya masih belum bisa menjawab semua pertanyaan itu, tapi
paling tidak pertanyaan itu sudah ada dan hanya menunggu jawabnya.
Sorry ye Bapak Ibu Om Tante mba mba mas mas semuanya
ReplyDeleteSaya PERTAMAX
Iyessssssssssssssssss