Kalau tidak salah, beberapa waktu
ini sedang ramai tentang adanya istilah Islam Nusantara. Apa sih sebenarnya
Islam Nusantara itu? Sejujurnya saya pun tidak tahu dan tak terlalu ingin tahu
karena bagi saya tak terlampau penting memikirkan hal tersebut hingga-hingga
melupakan islam yang sebenarnya.
Mengenal Islam Ini Itu
Kalau mau jujur, sebenarnya ada
berapa banyak sih golongan dalam islam? Saya yakin tidak ada orang yang bisa
menyebutkan dengan pasti dan benar. Sebelum istilah Islam Nusantara muncul,
sebenarnya sudah ada banyak istilah lain seperti Islam Kejawen, Islam NU, Islam
Muhammadiyah, dan Islam yang lain. Lantas mana yang benar?
Sewaktu kecil, saya cukup bingung
dengan golongan-golongan yang ada, sebut saja NU dan Muhammadiyah yang rasanya
paling terkenal di Indonesia, pun di daerah saya terlahir. Lha, saya ikut yang
mana? Saya jadi bingung. Sejak kecil di sekolah tidak pernah dikenalkan Islam
NU atau Islam Muhammadiyah, sama sekali tak pernah. Orang tua saya pun tak
pernah menjelaskan secara rinci NU dan Muhammadiyah ini, lantas saya harus
bagaimana?
Sampai saat ini ketika umur saya
hampir 21 tahun, saya tidak memilih di antara dua itu. Bukan berarti menjauhi,
tapi melaksanakan apa yang saya yakini. Mau itu Islam NU, mau itu Islam
Muhammadiyah, mau itu Islam Kejawen, atau Islam apapun selama saya menganggap itu
benar setelah melalui proses berpikir maka saya lakukan. Kalau katanya orang NU
sholat tarawih 23 rakaat disertai witir sedangkan orang Muhammadiyah 11 rakaat
disertai witir, ya saya pake dua-duanya. Lha apa salah nya? Lha wong sama-sama
sholat kok, sunnah lagi. Ketika orang Muhammadiyah tidak mengadakan tahlilan
dan orang NU mengadakan tahlilan ya saya pro saja ke yang mengadakan tahlilan,
toh tujuannya baik, paling tidak itu pandangan saya. Ketika Islam Kejawen
menggunakan bahasa jawa khas dalam berniat selain untuk ibadah Mahdha, ya saya
lakukan selama saya yakin itu benar. Lantas, mana sebenarnya yang benar? Jangan-jangan semua ini salah?
Islam
Yang saya tahu dan saya yakini
benar itu satu, yakni Islam adalah Rahmatan lil 'alamin yang mana rahmat bagi
semesta alam, membawa kebaikan bagi semesta alam. Bukan hanya pada manusia,
bukan hanya pada hewan, bukan hanya pada tumbuhan, bukan hanya pada orang NU,
bukan hanya pada orang Muhammadiyah, bukan hanya untuk orang-orang yang
berkerudung, bukan hanya untuk orang-orang yang rajin ke masjid, bukan hanya
untuk orang-orang yang celananya cingkrang, bukan hanya untuk orang-orang yang
berjenggot tanpa berkumis, bukan hanya untuk orang-orang yang ketika setelah
sholat bersalaman, bukan hanya untuk golongan tertentu melainkan untuk seluruh
alam. Jadi mau itu disebut Islam Nusantara, mau itu disebut Islam Kejawen,
Islam NU, atau Islam Muhammadiyah, kalau bisa menjadi Rahmatan lil 'alamin ya
apa salahnya?
Rahmatan lil ‘alamin
Ketika dulu saya ikut mengaji melalui Mocopat Syafaat, ada
tarsif yang demikian tentang rahmatan lil 'alamin yakni tingkatan dari rahmatan
lil ‘alamin itu sendiri yang mana dibagi menjadi tiga:
1. Tidak
merepotkan atau merugikan
2. Rahmat
untuk makhluk
3. Rahmat
bagi seluruh alam
Kalau masih belum bisa menjadi
rahmat bagi seluruh alam, ya sudah bermanfaat dulu kepada makhluknya, kepada
manusia, kepada hewan, dan kepada tumbuhan. Kalau masih belum bisa juga? Ya sudah,
jangan merepotkan atau merugikan orang lain. Sesederhana itu. Lantas gunanya
apa? Introspeksi. Benar tidak islam yang disebut-sebut paling benar itu
rahmatan lil ‘alamin? Apakah merugikan orang lain? Apakah menjadi rahmat untuk
makhluk bahkan alam?
Titik
Sayang sekali ketika kita
terlampau sibuk menilai hanya dari apa yang nampak di mata, terlebih apa yang hanya
terdengar di telinga. Semoga setelah ini kita tak lagi sibuk meributkan kulit
yang bisa memiliki jutaan variasi hingga lupa pada apa yang dilingkupi oleh
kulit tersebut.
Comments
Post a Comment
Tanggapilah, dengan begitu saya tahu apa yang ada dalam pikiranmu