Skip to main content

Redefinisi Rumah Setelah Sahur



Dua hari yang lalu, ketika harus terbangun pukul tiga pagi bukanlah menjadi sebuah masalah. Meskipun bulan Ramadhan, toh dua hari yang lalu sahur saya lancar ketika berada di Jakarta. Ketika sudah di Bandung, malahan mencari makan untuk sahur jauh lebih sulit. Paling tidak itulah yang baru saja saya rasakan sebagai pengalaman mencari makan sahur pertama di daerah Terminal Sadang Serang.

Redefinisi Rumah

Baru saja saya mencoba mencari definisi rumah menurut KBBI, maklum, biasanya di forum-forum kampus selalu diminta demikian padahal yang paling penting itu adalah maksudnya tersampaikan, bukan diksi yang sempurna, imho. Kalau kata KBBI, rumah didefinisikan sebagai gedung atau tempat untuk kembali. Nah, apa iya sesederhana itu?

Ada ungkapan yang menyatakan bahwa “Rumahku adalah surgaku” tapi nyatnya baru saja saya merasa tidak lebih nyaman ketika di Jakarta karena tidak ada makan sahur di rumah. Mungkin, definisi rumah dalam ungkapan “Rumahku adalah surgaku” lebih ke arah sebuah tempat untuk kembali yang mana di dalamnya terdapat keluarga. Tetiba saya langsung teringat kalau gedung yang saya tempati sekarang adalah kontrakan, bukan rumah, haha, dan ingin lekas pulang ke rumah yang sesungguhnya, Lumajang, yakni tempat di mana orang tua saya berada, saudara saya hadir, dan kawan-kawan masa kecil saya tumbuh.
Langit pagi rumah, secerah itu.

Keluarga yang saya maksud pun tidak harus dalam ikatan anak dan orang tua, tapi bisa jadi suami-istri. Melihat tetangga saya yang sudah bersuami atau beristri dan tak saya dapati pagi-pagi harus keluar untuk mencari makan sahur melewati rumah yang katanya angker, hahaha. Semoga istri saya nanti adalah orang yang bisa masak, kalau semuanya gue sih bisa masak banyak hal dan seenak itu. …dan tiba-tiba saya terbayang seseorang. Damn! Haha. Supaya anak saya tidak perlu jalan pagi-pagi yang dingin hanya untuk mencari makan sahur.

Yang diperjuangkan ketika sahur tadi
Sayangnya, waktu pulang ke Lumajang masih beberapa hari lagi. Sampai waktu tersebut, nampaknya saya harus lebih sabar untuk mencari makan sahur atau makan sahur dengan gorengan atau makan sahur dengan roti yang dibeli di toko waralaba, atau tidur di kampus supaya bisa dekat dengan Salman yang kantinnya buka ketika sahur.

Terakhir, alhamdulillah karena saya masih diberikan kesempatan sahur pagi ini dan untuk inspirasi yang tak akan saya dapat ketika semua selalu nyaman-nyaman saja.

Salam,
Aryya Dwisatya W
Seseorang yang sedang mencoba menikmati masa lajangnya dengan maksimal

Comments