Tinggal lima bulan hingga
diberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (selanjutnya disebut MEA) di Indonesia
dan tinggal sekitar 12 bulan lagi hingga saya dan kawan-kawan saya lulus
sebagai sarjana teknik Informatika. Dalam hal ini, dapat diartikan bahwa MEA akan
hadir lebih dulu sebelum kita mendapatkan gelar sarjana.
Berlindung Di Balik Nama Besar ITB
Menjadi mahasiswa tingkat IV atau
yang biasa disebut tingkat akhir agaknya memunculkan pertanyaan-pertanyaan baru
tentang rencana ke depan. Hendak bekerja di mana? Hendak melanjutkan studi
tentang apa? Berapa lama delay dari wisuda hingga saya mendapatkan kerja? Dan
berbagai pertanyaan lain yang mungkin belum muncul dalam benak saya dan
kawan-kawan saya. Menjadi mahasiswa Teknik Informatika ITB agaknya menjadi
sedikit modal ketika hendak terun ke industri nanti.
“Wih, lulusan ITB nih!
Pasti hebat!”
“Lulusan ITB ya? Pasti cepat dapat kerja!”
“Anak ITB ya? Pasti
gaji fresh graduate nya sudah delapan digit.”
Dan masih banyak lagi statement
lain yang begitu menyanjung lulusan ITB. Namun, apakah semua itu cukup? Apakah titel
sarjana ITB saja cukup untuk berkecimpung dan bertahan bahkan berkembang di
dunia industri? Saya pribadi tidak menganggap itu cukup walaupun saya mengamini
berbagai statement sanjungan yang positif tersebut dengan harapan hal tersebut
akan menjadi doa yang dikabulkan.
Menepis Paradigma Nama Besar Kampus
Mungkin akan ada orang yang tetap
menganggap nama ITB menjadi modal tersendiri. Namun, apakah nama kampus yang
menjadi patokan penilaian semata? Bukankah ketika kita melamar pekerjaan
nantinya akan ada ratusan bahkan ribuan lamaran lain yang bisa jadi berasal
dari kampus yang sama ataupun berbeda? Bukankah sangat mungkin bahwa nilai pada
transkrip mereka jauh lebih menyilaukan mata daripada kita? Bukankah penampilan
mereka lebih modis dari kita? Sampai saat ini saya belum bisa sepenuhnya
menerima bahwa nama besar kampus menjadi faktor utama penerimaan dalam sebuah
lowongan pekerjaan. Walaupun dalam hati saya mengamini hal yang menguntungkan
kami tersebut.
Berbicara Tentang Kemampuan
Rasanya begitu naif bila saya hanya menyampaikan pendapat
tanpa ada fakta yang saya sajikan. Saya pun tergelitik atas dasar refleksi
kesiapan saya yang tidak jelas untuk masuk ke industri. Akhirnya, saya pun
membuat beberapa riset kecil mengenai kemampuan yang diminta untuk dikuasai
atau diminta oleh industri agar dapat mendapatkan pekerjaan. Beberapa hardskill yang saya lampirkan berikut
saya ambil dari beberapa lowongan pekerjaan dari beberapa perusahaan di grup facebook lowongan pekerjaan ITB.
Daftar Kompetensi |
Bila dari hasil riset kecil
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tren sekarang masih dipegang oleh PHP
sebagai kemampuan teknis yang harus dimiliki disusul dengan pemahaman terkait Unix
dan MySQL. Terlihat seperti lowongan pekerjaan terbanyak adalah PHP Server
Developer, kan? Cukup sedih juga melihat kenyataan bahwa dari begitu banyaknya
kompetensi yang dibutuhkan, saya hanya pernah menyentuh beberapa saja, bukan
menguasai. Lantas, bagaimana dengan kalian, kawan?
Tantangan Masyarakat Ekonomi ASEAN
Pada akhir tahun 2015 akan dibuka
pintu bagi tenaga kerja asing untuk bekerja di Indonesia. Hal ini berimplikasi
pada semakin ketatnya persaingan untuk mendapatkan pekerjaan terutama di sektor
yang banyak digandrungi seperti IT. Pertanyaan nya adalah, sudah siapkah kita
dengan keadaan tersebut? Seberapa banyak kah perusahaan yang mau menerima kita?
Ada kah perusahaan yang mau meminta kita tanpa kita meminta terlebih dahulu?
Berdasarkan situs SalaryExplorer,
rata-rata gaji bulanan untuk pekerjaan Developer dan Programmer antara
Indonesia dan China memiliki perbedaan yang cukup besar. Pekerja Indonesia mendapatkan
rata-rata gaji 7.7 juta, pekerja China mendapatkan rata-rata gaji 34 juta, dan
pekerja Malaysia mendapatkan rata-rata gaji sekitar 16 juta rupiah. Cukup
melegakan, kah? Berharap industri memilih pekerja Indonesia karena gaji yang
lebih murah?
Menghadapi Kenyataan
Adalah sebuah kenyataan bahwa MEA
akan terjadi dan perkembangan teknologi semakin pesat. Sesuai dengan teori “survival of the fittest”, hanya mereka
yang paling baik yang akan bertahan. Apakah kita yang sekarang ini bisa
bertahan bahkan berkembang di jaman yang semakin banyak memiliki pesaing ini?
Kita memiliki jawaban masing-masing. Masih ada waktu lima bulan sebelum MEA
dilaksanakan. Ada waktu untuk terus berkembang menjadi “the fittest”.
Salam,
Aryya Dwisatya W
Mahasiswa Tingkat (hampir) Empat Teknik Informatika ITB
Wah ada HTML juga ya. Saya belajar sendiri otodidak 2 tahun masih belum bisa juga wehiehoeiheiiehiehiehiehie. Mengharukan
ReplyDelete