Sabtu, 29 Desember 2012
Si biru mungil, botol air mineral yang telah kosong. Ditemani sebotol air kemasan lain, ia berdiri tegak di atas meja yang mungkin bisa ku sebut meja kerjaku. Ia tegak berdiri, tetap seperti itu. Tak pernah mengeluh atau memang aku yang tak mampu mendengar keluhannya. Dia benda mati, tapi apakah benar-benar mati? Apakah dia tak bisa berbicara?
Dia di sana, berdiri ditemani barang-barangku yang tercecer tak karuan. Tak seperti gugusan bintang di angkasa yang tertata indah penuh pesona. Tak seperti benda langit yang berada dalam keteraturan. Dia di sana, tak berteriak, atau pendengaranku yang tak sampai? Ditemani jam tangan, kamera digital, hp china, token ibanking, flash disk, kabel data, piring kotor, garpu kotor, proposal brifing, cas hp, cas kamera dan kalkulator dia hanya diam, tetap terdiam, ataukah aku yang masih belum mampu mendengar teriakannya?
Bila ia bisa bicara, apa yang ingin dia ucapkan? Sungguh ku ingin tau ucapan si biru mungil itu. Si biru yang mampu menampung 600ml air mineral dengan masa kadaluarsa 06 Desember 2014. Si biru yang diselimuti plastik biru bergambarkan pegunungan nan hijau untuk menarik minat konsumen. Si biru yang masih terdapat butiran-butiran air di dinding dalanya seakan-akan dia sedang berkeringat. Si biru yang barusaja ku ambil dari kardusnya, memisahkan dirinya dari sebangsanya atau bahkan keluarganya. Entahlah, apakah mereka saling membentuk keluarga. Bila ia dicampurkan satu sama lain, belum tentu aku bisa menemukan mana si bapak, mana si ibu, mana si adek, mana si kakek, dsb. Mereka seakan sama, padahal tak sama. Mereka seakan tak ada beda, tapi jelas mereka beda.
Percayakah kamu bahwa mereka tak sama? Sangkallah pernyataanku dengan mengatakan bahwa mereka produksi massal. Tetap, mereka tak sama. Si biru mungil mungkin diproduksi lebih dulu daripada saudaranya. Si biru mungkin mungkin diletakkan pada koordinat (3,3) dalam kardus sedangkan saudaranya diletakkan pada koordinat (2,3). Mereka telah berbeda, baik dari segi waktu pembuatan maupun peletakan. Tak akan ada yang sama di dunia ini, dunia manusia. Apakah kau mau menyangkalku lagi dengan mengatakan satu titik sama dengan titik yang lain? Tetap, tidak ada yang sama persis. Kembali lagi pada si biru mungil. Tidakkah kalian bisa mengambil pelajaran darinya. Untuk apa mencoba menjadi orang lain bila bisa menjadi diri sendiri. Sekeras apapun kalian mencoba, kalian tak akan pernah bisa menjadi orang yang kalian tiru. Kalian adalah kalian, dia adalah dia.
Si biru mungil, kini dia bisa saja menjadi sampah atau tetap menjadi botol untuk diisi air minum. Ia hanya menerima nasib, tak ada daya baginya untuk melawan, memberontak, meronta, menjadikan nasibnya seperti apa yang dia inginkan. Tidakkah kalian bisa mengambil pelajaran? Bukankah kalian manusia yang diberikan akal dan pikiran serta kekuatan? Mengapa kalian pasrah pada nasib dan membiarkan orang lain mengatur nasib kalian? Wahai orang-orang yang kupanggil dengan sebutan kalian, tidakkah sia-sia bila kalian memiliki otak tapi tak kalian gunakan untuk berifir, tidakkah sia-sia bila kalian punya kekuatan tapi hanya kalian diamkan tanpa berdayakan.
Coba kalian lemparkan s biru mungil ke aliran air yang deras. Lihat dia, lihat bagaimana dia terombang ambing oleh aruh, mengikuti arus kemana ia berlalu. Tanpa kepastian dimana ia akan berakhir, bisa saja di laut ataua bisa saja dia tersangkut di pepohonan, di hambatan yang mungkin tak terdugan. Tidakkah kalian bisa mengambil pelajaran? kalian bukan si biru mungil yang hanya bisa pasrah dihanyutkan arus. Kalian adalah manusia yang punya daya untuk mencapai apa yang kalian inginkan. Apa gunanya kekuatan bila tak digunakan untuk menepi. Apa gunanya kekuatan bila tak digunakan untuk mengubah arah. Apa guna kekuatan bila tak digunakan untuk melawan arus.
Akankah kalian masih mau menjadi manusia yang tak berguna lebih tak berguna dari sampah si biru mungil?ataukah kalian akan berbenah untuk jadi lebih berguna dari sebotol air mineral? Hidupmu adalah hidupmu, kemudi ada di tanganmu. Hasil yang kita peroleh mungkin berbeda walau kita di laut yang sama.
Si biru mungil, botol air mineral yang telah kosong. Ditemani sebotol air kemasan lain, ia berdiri tegak di atas meja yang mungkin bisa ku sebut meja kerjaku. Ia tegak berdiri, tetap seperti itu. Tak pernah mengeluh atau memang aku yang tak mampu mendengar keluhannya. Dia benda mati, tapi apakah benar-benar mati? Apakah dia tak bisa berbicara?
Dia di sana, berdiri ditemani barang-barangku yang tercecer tak karuan. Tak seperti gugusan bintang di angkasa yang tertata indah penuh pesona. Tak seperti benda langit yang berada dalam keteraturan. Dia di sana, tak berteriak, atau pendengaranku yang tak sampai? Ditemani jam tangan, kamera digital, hp china, token ibanking, flash disk, kabel data, piring kotor, garpu kotor, proposal brifing, cas hp, cas kamera dan kalkulator dia hanya diam, tetap terdiam, ataukah aku yang masih belum mampu mendengar teriakannya?
Bila ia bisa bicara, apa yang ingin dia ucapkan? Sungguh ku ingin tau ucapan si biru mungil itu. Si biru yang mampu menampung 600ml air mineral dengan masa kadaluarsa 06 Desember 2014. Si biru yang diselimuti plastik biru bergambarkan pegunungan nan hijau untuk menarik minat konsumen. Si biru yang masih terdapat butiran-butiran air di dinding dalanya seakan-akan dia sedang berkeringat. Si biru yang barusaja ku ambil dari kardusnya, memisahkan dirinya dari sebangsanya atau bahkan keluarganya. Entahlah, apakah mereka saling membentuk keluarga. Bila ia dicampurkan satu sama lain, belum tentu aku bisa menemukan mana si bapak, mana si ibu, mana si adek, mana si kakek, dsb. Mereka seakan sama, padahal tak sama. Mereka seakan tak ada beda, tapi jelas mereka beda.
Percayakah kamu bahwa mereka tak sama? Sangkallah pernyataanku dengan mengatakan bahwa mereka produksi massal. Tetap, mereka tak sama. Si biru mungil mungkin diproduksi lebih dulu daripada saudaranya. Si biru mungkin mungkin diletakkan pada koordinat (3,3) dalam kardus sedangkan saudaranya diletakkan pada koordinat (2,3). Mereka telah berbeda, baik dari segi waktu pembuatan maupun peletakan. Tak akan ada yang sama di dunia ini, dunia manusia. Apakah kau mau menyangkalku lagi dengan mengatakan satu titik sama dengan titik yang lain? Tetap, tidak ada yang sama persis. Kembali lagi pada si biru mungil. Tidakkah kalian bisa mengambil pelajaran darinya. Untuk apa mencoba menjadi orang lain bila bisa menjadi diri sendiri. Sekeras apapun kalian mencoba, kalian tak akan pernah bisa menjadi orang yang kalian tiru. Kalian adalah kalian, dia adalah dia.
Si biru mungil, kini dia bisa saja menjadi sampah atau tetap menjadi botol untuk diisi air minum. Ia hanya menerima nasib, tak ada daya baginya untuk melawan, memberontak, meronta, menjadikan nasibnya seperti apa yang dia inginkan. Tidakkah kalian bisa mengambil pelajaran? Bukankah kalian manusia yang diberikan akal dan pikiran serta kekuatan? Mengapa kalian pasrah pada nasib dan membiarkan orang lain mengatur nasib kalian? Wahai orang-orang yang kupanggil dengan sebutan kalian, tidakkah sia-sia bila kalian memiliki otak tapi tak kalian gunakan untuk berifir, tidakkah sia-sia bila kalian punya kekuatan tapi hanya kalian diamkan tanpa berdayakan.
Coba kalian lemparkan s biru mungil ke aliran air yang deras. Lihat dia, lihat bagaimana dia terombang ambing oleh aruh, mengikuti arus kemana ia berlalu. Tanpa kepastian dimana ia akan berakhir, bisa saja di laut ataua bisa saja dia tersangkut di pepohonan, di hambatan yang mungkin tak terdugan. Tidakkah kalian bisa mengambil pelajaran? kalian bukan si biru mungil yang hanya bisa pasrah dihanyutkan arus. Kalian adalah manusia yang punya daya untuk mencapai apa yang kalian inginkan. Apa gunanya kekuatan bila tak digunakan untuk menepi. Apa gunanya kekuatan bila tak digunakan untuk mengubah arah. Apa guna kekuatan bila tak digunakan untuk melawan arus.
Akankah kalian masih mau menjadi manusia yang tak berguna lebih tak berguna dari sampah si biru mungil?ataukah kalian akan berbenah untuk jadi lebih berguna dari sebotol air mineral? Hidupmu adalah hidupmu, kemudi ada di tanganmu. Hasil yang kita peroleh mungkin berbeda walau kita di laut yang sama.
Comments
Post a Comment
Tanggapilah, dengan begitu saya tahu apa yang ada dalam pikiranmu