Skip to main content

Memaknai Alam



Cobalah, sesekali, engkau berlari ke ujung dunia. Atau bersembunyi di lebatnya hutan. Lantas coba engkau temukan tempat di mana tak ada langit malam yang menaungimu. Sesungguhnya Tuhan ku memerintahkan ku untuk membaca bukan hanya apa yang ada dalam kitab nya melainkan apa yang tersebar dalam semesta raya. Dengan demikian, maka izinkanlah serang aku dengan kerendahan hatiku untuk mencoba menafsirkan apa yang sebenarnya Tuhan ingin sampaikan melalui perbendaharaan-Nya yang begitu banyak di alam ini. Yang aku tau maupun tak aku tau.

Langit Malam

Seringkali ku melihat ke atas kepalaku, apa yang ada di sana? Apakah ada yang berubah? Nyatanya tidak. Di sana selalu ada langit malam yang ketika matahari bersembunyi ia menampakkan diri. Ketika matahari meraja maka ia merindu dalam ketidak tahuanku. Ya, langit malam, ia seperti diciptakan untuk menyampaikan pesan bahwa akan selalu ada orang yang setia terhadapmu. Bisa jadi ia setia menyayangimu, setia merindumu, atau kesetiaan lain yang aku tau. Ia selalu ada, hanya saja terkadang kita tak tau. Ia selalu ada, hanya saja seringkali kita mengacuhkannya. Lantas, bagaimana ketika ia tak lagi mau menaungi kita? Mengkhianati kesetiaannya karena kita yang tak pernah sadar akan hadirnya?

Laut

Ada pula laut, yang biru airnya begitu kusuka. Mirip dengan langit ketika pagi hingga sore hari. Tidakkah laut begitu indah? Dengan ombak nya yang sering menari. Anginnya yang lembut menyentuh kulit. Dan bau khas yang tak bisa ditemui selain di sana, laut.
Siapa yang lebih lapang hati daripada laut? Ia menerima segala yang dibawa oleh sungai. Sampah, serapah, benih, atau apapun itu. Ia menerima semua itu. Sampai saat ini pun aku masih menyukai laut karena dengannya sering kali aku menemukan keramaian yang berirama.

Gunung

Kekuatan? Kekokohan? Ketinggian hati? Itukah pelajaran yang hendak disampaikan oleh gunung kepadaku? Tidak. Sungguh tidak. Bagiku pesan nya begitu halus hingga tak mampu hanya dipahami secara kasat mata. Setinggi apapun gunung yang kudaki maka tetap saja tangan ku takkan sampai, menggapai langit. Mungkin gunung mengajarkan kita tentang batas diri ku. Seberapapun kita berusaha, akan selalu ada batas yang menjadi pembeda antara bumi dan langit. Walaupun mereka pernah bersatu tapi nyatanya kini mereka terpisah. Dan gunung, hadir untuk menyadarkan ku bahwa seringkali apa yang nampak dari mataku menyatu pada hakikatnya terpisah karena sesuatu yang berbeda.
……

Comments

Popular posts from this blog

Setahun Bekerja dan Tinggal di Belanda

Sekarang sudah Desember 2024, artinya, sudah tepat 12 bulan sejak pertama kali aku mulai bekerja di Swisscom DevOps Center Rotterdam. Sebenarnya, sudah ingin menulis sejak enam bulan lalu, tapi kuurungkan sambil menunggu tepat satu tahun, selesai performance review untuk tahun 2024, dan menyelesaikan keseluruhan siklus musim di negara empat musim ini: winter, spring, summer, autumn. Balik lagi ke perihal pekerjaan ini, pekerjaan yang sebenarnya tidak aku bayangkan akan aku jalani jika ada yang bertanya, "Mau kerja di Belanda?", di sekitaran Mei 2023. Sebab, pada saat itu memang tidak ada rencana sama sekali. Aku, dan keluarga, sudah merasa nyaman bisa hidup di Lumajang dengan remote   working perusahaan Singapura. Bisa dekat dengan keluarga, dapat gaji di atas rata-rata, beban kerja tidak gila-gilaan, biaya hidup terjangkau, mau apa lagi? Tapi, toh, nyatanya aku di sini, berarti memang ada hal lain yang aku kejar.  Mendapatkan Pekerjaan di Belanda Sebenarnya, tidak ada alasan...

Pengalaman Berangkat Haji Tanpa Antri dari Belanda (2025)

Alhamdulillah.Pertama-tama, aku ingin mengucapkan syukur pada Allah yang sudah memberikan izin dan kuasa sehingga aku dan Nova untuk berhaji pada tahun 2025 ini dengan proses yang baik, lancar, dan nyaman. Di tulisan ini, aku coba untuk berbagi detil bagaimana kami bisa berangkat haji dari Belanda dengan periode waktu yang singkat, kurang dari 2 tahun sejak tinggal di Belanda. Suasana setelah Tawaf Ifadah dan Sholat Sunnah Keinginan Berhaji Pada tahun 2021 lalu, kami sudah melakukan pendaftaran haji reguler di Indonesia, aku pernah tuliskan prosesnya di  https://blog.aryya.id/2021/03/melaksanakan-rencana-yang-tertunda.html . Sayangnya, waktu tunggu untuk haji reguler kami adalah sekitar 30 tahun. Bagi kami, waktu 30 tahun bukanlah waktu yang singkat. Belum tentu tenaga yang kami punya di usia saat itu akan optimal untuk beribadah di tempat yang nan jauh di sana terlebih dengan cuaca yang sangat panas. Beberapa waktu setelahnya, kami melihat salah satu teman kami dan istrinya berang...

Hari pertama : Salam kenal dari BangSat

Salam kenal, Ca-Kawan :D Setelah sekian lama nge-blog karena keinginan sendiri tanpa keterikatan dan tuntutan maka sekarang saya sedang mencoba menaklukkan tantangan Bang Claude yakni “ Tantangan Ngeblog 30 Hari ”. Maklum, orang bergolongan darah B kan suka tantangan :p. Kalau biasanya saya bisa ngeblog sesuka hati, maka sekarang saya harus ngeblog dengan beberapa kriteria yang mungkin tidak asing, tapi tak begitu mudah dilakukan. Konsisten dan On Demand . Inilah poin penting yang menurut saya menjadi dasar diadakannya chalange ini. Oke, nama saya Aryya Dwisatya Widigdha. Saya biasa dipanggil Yayak, Aryya, Dwi, Satya, Widi, atau bahkan BangSat. Tiap nama panggilan punya sejarah masing semisal Yayak adalah nama panggilan dari orang-orang yang paling pertama mengenal saya seperti orang tua, saudara, teman sejak TK/SD. Aryya, panggilan dari rekan-rekan SMP dan SMA. Dwi, Satya, dan Widi merupakan panggilan yang kerap kali dilayangkan oleh kawan-kawan blogger, pecinta IT, dan ...