Saya tidak akan
menulis secara terstruktur, sekenanya saja, karena kali ini saya menulis hanya
karena ingin menulis.
Insyaallah, 7 minggu lagi saya
akan menikah. Iya, menikah. Semoga Allah memberikan kelancaran dan kemudahan.
Pada fase ini makin banyak hal yang saya pikirkan. Entah mengapa. Namun,
mungkin seperti ini pula lah yang dirasakan oleh pendahulu saya ketika hendak
menikah dahulu, selalu ada yang dipikirkan.
Pertanyaan Seorang Kawan
Beberapa waktu yang lalu,
tepatnya bulan Mei 2015 saya menyempatkan waktu untuk pulang ke Lumajang beberapa
hari untuk mengurus surat-surat penting dan jalan-jalan bersama adik saya.
Entah mengapa, ketika hendak santai di tempat makan datang lah teman
sepermainan saya sejak SMP. Akhirnya, mulai lah percakapan tentang topik
pernikahan ini.
“Yak, Kamu beneran mau nikah?”
“Iya, kenapa emang?”
“Yakin udah siap?”
“Iya, yakin.”
“Kapan?”
“Insyaallah Agustus”
“Yakin nikah? Udah enggak mau bareng kita-kita lagi?”
Sejujurnya untuk menjawab
pertanyaan terakhir saya agak terdiam dan berpikir sejenak hingga akhirnya
terucaplah, “Makanya ntar pas liburan setelah lebaran kita main-main dulu.” Sejujurnya,
pertanyaan demikian cukup hidup dalam pikiran saya. Apakah benar ketika menikah
nanti saya tidak bisa lagi bermain lagi dengan kawan-kawan saya? Ngopi sampai
pagi di pinggir jalan? Naik gunung dan camping sembari menikmati indahnya alam?
Bisakah? Masih sebuah pertanyaan.
Pada Kenyataannya
Sudah ada beberapa kawan saya
yang sudah menikah, ketika SMA atau selepas SMA pun sudah menikah. Biasanya ketika
suasana Idul Fitri, saya dan kawan-kawan SD berkeliling untuk bersilaturahmi
dengan kawan-kawan kami yang ada. Dari satu rumah ke rumah yang lain dan
mengajak kawan yang sudah didatangi. Namun, tidak untuk dengan kawan yang sudah
menikah, sungkan. Apakah nanti demikian juga? Apakah nantinya kawan-kawan saya
akan sungkan mengajak saya main-main lagi? Apakah kawan-kawan saya sungkan
mengajak saya ngopi sampai pagi? Saya harap tidak, tapi entah lah, bagaimana
istri saya nanti.
Perbedaan Lelaki dan Perempuan
Ada yang bilang, pandangan
laki-laki dan perempuan terhadap pernikahan sangat jauh berbeda. Seorang
laki-laki cenderung berat untuk masuk ke jenjang ini karena harus merelakan
waktu dan kesempatan bersama kawan-kawannya. Berbeda halnya dengan perempuan,
bagi mereka, pernikahan adalah salah satu final
destination dalam salah satu jenjang hidup. Ada yang bilang bahwa hakikat
dari perempuan adalah untuk dimiliki sehingga mereka sangat bersemangat untuk
dimiliki, dinikahi. Sedangkan bagi laki-laki, kebebasan bersama kawan adalah
yang utama, sehingga seringkali pernikahan terasa begitu berat.
Sampai sini saya cukup
bertanya-tanya, benarkah sebegitu membatasinya sebuah pernikahan? Benarkah
sebegitu jahatnya pernikahan hingga kebebasan seorang aku hilang? Entahlah,
saya hanya berdoa dan berusaha agar apa yang dikorbankan sebanding dengan apa
yang didapatkan karena secara tidak langsung, saya akan merelakan masa muda
saya dengan kebebasan yang ada di dalamnya. Semoga memang ini yang terbaik.
Semoga Allah selalu memberi kebaikan dan kemudahan. Amin. Insyaallah.
Salam,
Aryya Dwisatya W
Pemuda yang begitu menyukai aroma pantai
Comments
Post a Comment
Tanggapilah, dengan begitu saya tahu apa yang ada dalam pikiranmu