“Sampai saat ini pun
saya masih bersyukur memilih ITB sebagai kampus tempat mencari ilmu.”
Kembali Mengingat
Semua ini bermula dari keinginan
seorang Aryya kecil yang ingin menjadi Ketua Divisi Cyber Crime POLRI ketika
menginjak SMP dulu. Tak ada masalah untuk itu, paling tidak untuk itu karena
memang tidak ada pertanyaan membingungkan tentang “Mau kuliah di mana nanti?”
sebatas “mau jadi apa nanti?”.
Berbeda dengan ketika SMA,
terlebih ketika sudah menginjak kelas XII, kebingungan mulai melanda saya. Orang
tua saya tidak terlalu bingung karena memang orang tua saya adalah tipe orang
tua yang sangat mendukung pilihan anaknya dan tidak memaksakan kehendak. Semoga
bapak dan ibu selalu mendapatkan kesehatan dan kemudahan dalam segala hal.
Amin. Pertanyaan pun akhirnya mengerucut menjadi, “Milih UI atau ITB ya?”
Terkait jurusan, sudah jelas Informatika! Kak saya juga lulusan Teknik
Informatika, tapi di Unviersitas Brawijaya.
Akhirnya Memilih
Dalam pandangan saya, UI dan ITB
sama-sama adalah perguruan tinggi yang bagus dan memiliki kelebihannya
masing-masing. Namun, memilih tetaplah memilih, mutual exclusive berlaku. Ketika mendapatkan yang satu maka harus
melepaskan yang lain.
Januari 2012, liburan pertama
saya ke Bandung. Tiba di Stasiun Kota Bandung pagi hari dan langsung dijemput
oleh saudara menuju Antapani. Darisanalah untuk pertama kali nya saya merasakan
hijaunya jalanan Bandung, betapa segarnya Bandung ketika pagi hari. Walaupun
ketika sudah sampai di rumah saudara jawaban saya masih sama yakni ingin masuk
UI, tapi nyatanya beberapa bulan setelah itu, bukan UI yang menjadi kampus
pilihan yang saya tuliskan di form SNMPTN Undangan. Hanya dua, yakni ITB dan
ITS. Hanya dua pilihan, STEI ITB atau Teknik Informatika ITS.
Jalanan Rindang di Bandung |
Dulu Tetap Dulu Sekarang Tetap Sekarang
Menjadi Mahasiwa ITB
Sudah tiga tahun sejak pertama
kali saya menjadi mahasiswa ITB, walaupun belum resmi (resmi adalah ketika
sudah melalui sidang terbuka). Dan selama tiga tahun itu pula saya tidak pernah
singgah di UI, mantan calon kampus pilihan saya dahulu. Barulah hari minggu
lalu, 14 Juni 2015 saya bisa merasakan suasana yang mungkin dirasakan oleh
mahasiswa UI walaupun saya tau tidak akan benar-benar sama.
Tiba di UI
Ternyata dari Jakarta Pusat ke UI
tidak perlu memakan waktu lama, cukup beberapa puluh menit dan akhirnya pun
sampai di UI, mantan calon kampus dahulu. Kesan pertama sampai di sini adalah,
keren! Hahaha, sederhana sih, kampusnya luas dan ada stasiun di dekat kampus. Saya
ke sana enggak ada tujuan, ya walaupun ada keinginan ketemu temen dari satu SMA
cem Amir, Greffy, Ghanis, Cordova, dan kawan-kawan lain walaupun akhirnya hanya
bertemu dengan Greffy saja.
Yang bisa saya katakan di sini
adalah, berjalan di UI lebih melelahkan daripada berjalan di ITB. Maklum, UI
lebih luas dan temperatur di Depok lebih tinggi daripada di Bandung. Cukup
gerah. Sampai sini saya merasa bersyukur masuk ITB yang ada di Bandung.
Maka, berjalanlah saya menelusuri
jalan yang ada hingga akhirnya sampai di beberapa tempat seperti perpustakaan
UI, gedung rektorat, Balairung, danau, dan beberapa tempat lainnya. Yang saya
heran, ada Starbucks di dalam kampus hahaha, mungkin karena memang kampus ini
begitu luas.
Starbucks di dekat perpusatakaan |
Danau yang tak saya tahu namanya |
Andai Saya Masuk UI
Saya tidak tahu pasti sebenarnya
apa yang akan terjadi, tapi pasti akan banyak hal-hal yang berubah dan tidak
saya dapatkan bila saya masuk ke UI dan banyak pula hal yang saya akan dapatkan
juga. Yang pasti, setiap pilihan pasti memiliki konsekuensi masing-masing.
Nikmati saja.
Sedikit Tentang UI
Beberapa foto ini saya ambil ketika berada di UI kemarin, hanya sedikit tentang UI yang tertangkap karena tidak semua hal hanya bisa diliat dari kulitnya saja kan?Logo UI |
Perpustakaan UI |
Rektorat UI |
Panorama |
Rektorat UI |
Rektorat dari atas |
Dengan teman sejak SMA, Greffy |
Salam,
Aryya Dwisatya W
Mantan Calon Pemilih Fasilkom UI
Comments
Post a Comment
Tanggapilah, dengan begitu saya tahu apa yang ada dalam pikiranmu