Bermain dan Belajar Bersama Anak Jalanan.
Bermain adalah salah satu
kegiatan yang menyenangkan, terlebih bagi anak-anak. Tak terkecuali, kita semua
suka bermain, kan? Toh, kita juga pernah mengalami masa anak-anak. Jadi, kemarin
dan seorang kawan saya berkunjung ke rumah belajar anak jalanan yang berada di
Cimindi, Kota Cimahi.
Perjalanan Menuju Rumah Belajar
Awalnya saya tidak terpikir untuk
ke sana, tapi karena ajakan seorang kawan, ya, okelah saya ke sana. Pukul dua
siang adalah waktu yang kami sepakati untuk memulai perjalanan dan memang jam
segitu kami berangkat. Dimulai dari kampus Institut Teknologi Bandung, kami
memulai perjalanan dengan mengunjungi beberapa tempat yakni POM Bensin dan
J.Co. Jelas sih, buat isi bensin dan beli donat buat anak-anak di Cimindi.
Namun ternyata, ada beberapa
tempat tambahan yang harus kami singgahi sebelum sampai ke tujuan utama kami.
Sebenarnya kami ingin membeli donat di Ciwalk, tapi ternyata eh ternyata, jalan
yang kami lewat satu arah, alhasil kami mengikuti arus dan terhempas ke daerah
Tamansari. Kami memutuskan untuk membeli donat di BIP. Alhamdulillah, tak butuh
lama kami bisa mendapatkan satu kotak berisi dua belas donat yang super enak
itu. *Kepingin*. Masih flat, kan? Iya. Justru tempat yang tidak saya sangka
akan saya kunjungi hari itu adalah tambal ban. Beberapa saat setelah membeli
donat diketahui bahwa ban motor saya bocor. Yakali kan mau lanjut perjalanan ke
Cimindi dengan keadaan ban bocor, bisa bisa velg-nya
malah rusak. Oke, saya mendorong motor dari BIP sampai dekat SMK 1 Bandung.
Capek? Ah, tidak juga, kan sudah ditempat fisik pas semester II TPB, SPARTA,
dan OSKM 2013 :p.
Lagi, lagi. Apa yang saya pikirkan
meleset, saya kira ban bocor karena paku, tapi bocornya memang karena bannya
sudah tipis banget. Alhasil keluar uang lagi. Ya sudahlah. Awal sebal sih, tapi
ya kalau dipikir-pikir lagi, hidup kan justru lebih indah kalau enggak flat. Naik turun!.
Bagian perjalanan dari SMK 1 ke
Cimindi? Skip aja ya, hehe. Intinya kami menuju ke tempat tujuan dengan
bermodal dua hal yakni keberanian mencoba dan rambu penunjuk jalan. Hasilnya
kami bisa sampai di tempat tujuan sekitar pukul 16.30.
Di Rumah Belajar
Tak ada dokumentasi ketika kami
sampai. Memang hari itu skip sekali, saya lupa membawa kamera yang biasanya
setia mengisi kantung tas saya dan mendokumentasikan berbagi momen yang menurut
saya bagus, berkesan, dan tentu berharga untuk dikenang.
Ketika kami sampai, jujur saya
bingung. Di mana tempatnya? Yang ada hanya berpetak-petak rumah yang saling
berimpitan. Satu hal yang saya sangat suka ketika pertama kali datang ke sana,
orang-orang di sana ramah. Meskipun mereka berbicara dengan bahasa Sunda yang
sebenarnya saya tak sepenuhnya mengerti, tapi saya tau maksudnya dan yang
penting kesan di dalamnya.
Perlahan kami melangkah, ada
beberapa kamar yang saling berdekatan. Berbeda keluarga? Bisa jadi, saya tak
berani menanyakan hal itu. Serasa tak enak. Namun, nampaknya semua merasa oke
oke saja dengan hal itu.Saya pun mengikuti kawan saya yang pernah ke sana dan
ternyata ruang belajarnya berada di lantai dua. Hanya ada dua ruangan di sana,
satu untuk belajar dengan sebuah papan tulis berukuran sedang dan satu ruangan
lagi untuk tidur. Duh. Di tempat yang begini saja mereka masih bisa tertawa,
tersenyum, bahkan menggoda teman saya. Masak iya saya dan kawan-kawan saya yang
diberi kenikmatan lebih masih juga jarang bersyukur dan malah banyak cemberut
ketimbang senyum? Kan ironis jadinya.
Sore itu, hanya ada beberapa anak
yang sedang berada di rumah belajar. Ada Alya, Inez, Agus, Biksu, Temennya
Biksu #1, Temennya Biksu #1. Kala itu saya berkesempatan belajar pengurangan,
menulis, dan membaca bersama Inez.
Dia mengambil sebuah buku tulis
yang sering ia gunakan untuk belajar. Oh, sudah ada isinya ternyata. Saya
bertanya, “mau belajar?”. Dia hanya mengangguk. Awalnya saya berikan soal yang
memang sederhana. Dia bisa. Saya tersenyum. Lanjutnya saya berikan soal
pengurangan yang agak rumit seperti 123 – 56, agak kesulitan. Untuk pengurangan
bilangan yang tidak membutuhkan bantuan dari bilangan di sebelah kirinya, Inez
bisa dengan lancar mengerjakannya, tapi ketika bilangan pengurannya lebih besar
dari yang dikurangi, rentan sekali ia menjawab salah.
Saat itu saya belajar, bukan
hanya dia. Saya belajar bagaimana harus bersikap. Pasti beda kan ketika saya
belajar dengan anak SD, SMP, SMA, bahkan teman sebaya. Apalagi dia baru berumur
8 tahun, anak jalanan, dan bersemangat untuk belajar. Yang saya takutkan adalah
sikap dan cara saya mengajar malah membuat dia malas belajar. Membuat dia
enggan mengobarkan semangatnya untuk belajar. Kan sayang sekali.
Alhamdulillah, dari satu soal ke
soal lain, ia tetap mau melanjutkan ketika ditanya. Akhirnya, kami menyudahi
belajar pengurangan dan lanjut ke belajar membaca. Dia membacakan sebuah cerita
seorang anak yang berolahraga dengan keluarganya. Terbata-bata memang, tapi apa
yang ia bacakan cukup bisa membuat saya tersenyum dan merenung. Kalau dia aja
bisa dan semangat seperti ini, masak saya kalah? Masak saya mau menyia-nyiakan waktu
kuliah saya?!. Satu hal yang membuat saya tertawa ketika mendengar dia membaca
cerita yakni ia menghiraukan tanda baca. Alhasil, ia membaca cerita tanpa
henti. Mau koma, mau titik, diterobos saja, haha. J
Beda anak-beda cerita kan? Ada
lagi si Agus yang nampaknya paling rame diantara semuanya. Ketika selesai
belajar, kami mendengarkan mereka bernyanyi. Menyenangkan sekali, kawan.
Mendengarkan mereka bernyanyi tanpa beban, tanpa pikiran, dengan senyuman dan
canda tawa walaupun alam keadaan yang mungkin menurut saya tidak menyenangkan.
Namun, toh mereka tetap saja rukun antara satu dengan yang lain dan terlebih yang membuat saya kagum
adalah kesopansantunan mereka. Walaupun mereka anak jalanan, mereka tetap
menjaga sopan santun mereka, ucapan mereka. Tidak sedikit kan orang yang ngakuinya
kaya dan intelek yang malah seakan kehilangan sopan santunnya? Enggan meminta
maaf ketika salah dan seringkali merasa hidup sendiri tanpa memikirkan orang
lain? Mungkin kita termasuk di dalamnya, tapi semoga saja tidak. Saya jadi
teringat perkataan dosen saya. Beliau berkata,” Ada dua hal yang sangat hargai
dari seseorang yakni kepintarannya dan sikapnya.” Dua hal tersebut yang memang
penting dimiliki, bukan hanya salah satu, tapi keduanya. Buat apa pintar tapi
tidak punya attitude yang baik? Bisa-bisa malah jadi tikus. Paling tidak, mereka sudah memiliki salah satu dari
keduanya yakni attitude. Kepintaran?
Selama mereka belajar dan menjaga semangat belajar mereka, apa yang tidak
mungkin?
Foto nyani bareng Dari kiri: Biksu, Si Tengah, Agus |
Saat bernyanyi bersama, ada
beberapa lagu yang mereka nyanyikan. Ada yang tentang kesedihan mereka, status
mereka, ketuhanan, hingga lagu marjinal. Saya sempat terkaget ketika mereka bernyanyi
karena salah satu lirik yang mereka nyanyikan begitu dalam maknanya, bagi saya.
Aku ingin mencintaimu, setulusnya, sebenar-benar aku cinta
Dalam doa, dalam ucapan, dalam setiap langkahku
Aku ingin mendekatimu selamanya, sehina
apapun diriku
Aku berharap untuk bertemu denganmu ya rabbi
See? Sangat manis, Kawan. Terlebih mereka yang menyanyikannya.
Mereka yang sangat mungkin merasa dicampakkan oleh Tuhan. Mereka yang sangat
mungkin merasa diberi ketidakadilan oleh Tuhan. Mereka yang mungkin merasa
mendapat nikmat yang jauh lebih sedikit dari anak-anak kebanyakan.
Tidak hanya sampai di sana. Ada
momen lain di mana saya dibuat kaget oleh mereka yakni ketika mereka bertanya, “Kak,
kakak malu gak kalau disapa sama kami? Pas dijalan ketemu terus kami sapa?”. Jleb.Hey
man, mereka sampai mempertanyakan hal tersebut. Sehina-hina orang adalah
orang yang membuat mereka merasa lebih rendah dari kita. Kita itu sama. Kita
sama-sama manusia. Apa kita pernah minta dilahirkan dari rahim ibu kita di
keluarga yang sekarang kita punya? Tidak! Mereka pun demikian. Lantas kalau ada
orang yang menghinakan mereka karena apa yang mereka punya, justru dia yang
begitu hina.
*flow rendah lagi*.
Biksu Makan Donat |
Box Donat yang Super Lezat |
Setelah puas bernyanyi, akhirnya
kotak kuning yang menyimpan harta karun itu pun dibuka. SSsssshh…Aroma lezat
menyeruak di raungan itu. Asli, saya pingin ngambil donatnya juga, nampak enak
sekali, haha, tapi ya enggak jadi, itu kan buat mereka. Apalagi mereka begitu
senang memakan donat tersebut dan begitu menikmatinya. Apa yang lebih menyenangkan
selain melihat orang lain tersenyum bahagia apalagi karena kita? J
Tak terasa, sembari makan donat,
adzan maghrib berkumandang. Kami menyudahi makan-makan tersebut dan bersiap
untuk sholat di mushola dekat sana.
Imam Sholat
Ketika sholat kemarin, saya
adalah lelaki paling tua di antara anak-anak jalanan tersebut dan biasanya pun
saya menjadi imam sholat. Namun, kemarin tidak demikian karena Agus bertanya, “Kak,
Agus jadi imam ya?” Apa yang bisa membuat saya menolak permintaan seseorang
yang ingin belajar? Dia laki-laki, dan dia nantinya juga akan menjadi imam.
Bukankah seseorang bukan hanya harus bisa memimpin, tapi juga dipimpin? Saya
pun belajar untuk bisa keduanya. Toh, menjadi makmum pun memiliki tanggung
jawab yang tidak mudah yakni mengingatkan imam apabila ia salah. J
Kami sholat, dengan Agus sebagai
imam.
{***}
Saya begitu senang karena
memegang satu hal yang saya percayai hingga kini yakni, “Setiap orang memiliki
kisah, dan setiap kisah pasti memiliki nilai. Tak ada nilai yang tak berharga.”
Saya begitu senang karena bisa mendapatkan cerita baru, cerita tentang mereka,
anak-anak jalanan yang bersemangat untuk belajar dan tetap memiliki sopan
santun. Tak lupa saya mengucapkan terima kasih pada kawan saya yang sudah mau
mengajak saya ke sana. Terima kasih pula untuk kakek-kakek tukang tambal ban
yang sudah mengganti ban belakang motor saya, semoga lancar rejeki dan sehat
selalu. Terima kasih pada adik-adik di Cimindi, semoga impian kalian tercapai.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
Salam BangSatya,
Buruk.Baik.Menginspirasi.
Seru banget!! Bersama mereka adalah pengalaman yang paling keren yang gue tau, ada banyak pembelajaran yang bisa direnungi dan didapat tentunya.
ReplyDeleteYoi bangeet, haha. Salah satu hal yang bikin iri itu kebebasan mereka berekspresi. Ekspresif banget euy. Dan tentunya diakhiri senyuman.
Delete