Didin Mujahidin
Beberapa saat yang lalu ketika saya
sholat keinginan saya untuk menulis muncul, tapi berbeda dari biasanya, kali
ini saya menulis tentang salah satu figur yang bisa dibilang saya hormati dan
kagumi. Bila sebelum-sebelumnya saya banyak bercerita atau berbagi tentang
cinta atau segala hal tentang perasaan maka saat inilah saya ingin membagikan
sesuatu yang beda. Kalau sama terus bisa-bisa jadi bosen kan? :D
Didin Mujahidin, atau yang biasa
dipanggil Pak Didin merupakan salah satu dosen Kimia di Institut Teknologi
Bandung yang mengajar TPB 2012. Beruntung saya mendapatkan kesempatan untuk
penikmati pengajaran dari beliau. Pada semester satu lalu Pak Didin bukan dosen
kimia yang mengajar kelas saya, tpai karena ada pergantian dosen maka semester
ini beliaulah yang menjadi pengajar kelas saya, sebuah keberuntungan bagi saya.
Dari banyak hal yang suka dari
beliau salah satunya adalah cara mengajarnya. Beliau condong mengajar dengan
santai tapi serius dan tidak hanya terpaku pada materi yang terpampang pada
layar. Pengetahuan serta pengalaman dimiliki beliau bagikan kepada
mahasiswanya. Bagi saya sendiri hal itu merupakan sesuatu yang bagus terlebih
untuk menambah pengetahuan serta memperluas batas cakrawala otak ini. Apakah
cerita beliau hanya selalu tentang kimia? Tidak juga, terkadang beliau juga bercerita
tentang nilai-nilai kehidupan, bagaimana alumni ITB di pemerintahan sekarang,
bagaimana teman-teman beliau ketika masih kuliah di ITB dahulu, dan banyak hal
lainnya.
Banyak cerita maka banyak kesan.
Salah satu cerita yang berkesan bagi saya adalah ketika beliau bercerita ketika
berada di Jerman. Di sana beliau meakukan penelitian/ pekerjaan dengan gaji
yang bagi saya pribadi cukup menggiurkan, tapi konsekuensi dari pekerjaan
tersebut beliau haus tinggal di Jerman, jauh dari Indonesia tercinta. Nyatanya,
kini beliau tidak di Jerman melainkan di Bandung dan mengajar saya, tentu
beliau tidak melanjutkan pekerjaan tersebut. Tahukah kawan-kawan alasannya?
Beginilah jawaban beliau, “Bertemu ibu
saya jauh lebih mahal dari tumpukan dollar itu.”
Lain hari lain cerita, beliau juga
sering membahas tentang tanggung jawab serta kejujuran. Di balik penampilannya
yang kalem dan santai, ternyata eh ternyata nilai kejujuran benar-benar
dijunjung tinggi. Beliau pernah berkata, “Bolos
boleh, tapi jangan bohong”, sederhana tapi mengena. Selain itu beliau juga
pernah berbagi pandangan tentang tanggung jawab. Betapa ia menjaga untuk terus
hadir di hadapan mahasiswanya ketika jam kuliah berlangsung, bukan malah pergi
seminar di luar negeri, liburan, atau bahkan mengerjakan proyek. Sebuah
tanggung jawab atas sebuah profesi yang jelas-jelas ditekuni. Tanggung jawab
terhadap mahasiswa, calon penerus bangsa.
Sesekali beliau juga bercerita
tentang rekan-rekannya dahulu. Entah itu yang lanjut kuliah atau yang DO “Drop
Out”. Beruntungnya, rekan yang beliau ceritakan tersebut tetap sukses walaupun DO
dari kampus ini dahulu. Malahan, penghasilan perbulan usahanya mencapai 100
juta per bulan. Wow. Melihat kenyataan yang seperti ini saya jadi ingat sebuah
selentingan “..yang DO aja sukses,
apalagi yang lulus”. Menjadi mahasiswa memang tidak menjamin 100% seseorang
akan sukses atau kaya, tapi dengan menjadi mahasiswa yang benar-benar memahami
bahwa dia mahasiswa maka kemungkinan gagal dalam hidup akan semakin kecil.
Masih ada beberapa pertemuan lagi
hingga kuliah smester II berakhir. Masih ada beberapa kesempatan untuk menerima
dan menggali ilmu dari beliau. Entah itu tentang kimia atau ilmu lain melalui
pengalaman yang beliau ceritakan. Semoga banyak cerita-cerita baru yang dapat
dijadikan pelajaran.
Learn
anywhere, anytime, and from anyone.
Comments
Post a Comment
Tanggapilah, dengan begitu saya tahu apa yang ada dalam pikiranmu