“Jangan pernah meninggalkan sesuatu sebelum tuntas karena pasti akan ada masa kamu akan mengulanginya hingga tuntas.” –Aryya, 2013
Berbekal keyakinan itulah kemarin, Kamis, 19
Juni 2014 saya menunggu hingga larut malam untuk menyampaikan sesuatu pada ibu
dari seseorang yang akan menjadi istri saya nanti. Amin.
Menolak Lupa
Mungkin ada banyak kawan yang mempertanyakan di
mana keberadaan saya saat ini, terlebih ketika di kampus sedang ada dua kegiatan
yang harusnya saya ikuti yakni Diklat OSKM ITB 2014 dan SPARTA 2013. Namun
kawan, kiranya kalian berkenan mendengarkan penjelasan atas hilangnya saya
untuk beberapa waktu ketika situasi sedang memuncak seperti sekarang ini
terlebih adanya deklarasi dukungan capres dan cawapres di depan kampus ITB yang
rasanya hiperbolis sekali karena diksi yang tidak sesuai.
Mei 2013
Sudah lewat setahun semenjak pertama kalinya
saya dengan serius mengungkapkan keinginan saya kepada orang tua seorang gadis
yang sangat saya sayangi. Mungkin memang saya seringkali berbicara di depan
umum, pun di depan ratusan pasang mata, tapi tetap saja saya merasakan grogi berlebih untuk berbicara dihadapan
dua pasang mata dalam radius kurang dari dua meter di salah satu rumah di Perumahan
Kembang Permai Bondosowo tersebut. It’s
my first time, dude.
Saya masih ingat betul betapa dinginnya badan
saya kala itu, bagaimana sakitnya serasa perut ini ditusuk, dan betapa kakunya
lidah saya untuk berucap. Meskipun hanya untuk memulai pembicaraan padahal
lawan bicara sudah ada di depan mata dan ada seorang gadis yang menemani di
samping kanan saya. Saya begitu tak berdaya di hadapan dua orang yang saya
hormati tersebut.
Kala itu saya mengungkapkan keinginan saya
untuk menikahi puteri mereka, seorang gadis yang sudah saya kenal semenjak saya
berada di kelas XI SMA. Meskipun tidak satu SMA dan satu daerah, tapi tetap
saja kami bisa berhubungan, entah apa yang mendekatkan kami dalam jauhnya raga.
Nyatanya, sampai saat ini kami masih berhubungan dan makin dekat.
Alhamdulillah.
Saya mengumpulkan segenggam demi segenggam
keberanian saya sebelum memulai pembicaraan. Layaknya orang tua yang khawatir
akan masa depan anaknya sebagai bentuk kasih sayang anaknya, saya tidak
menyangka hal lain mengenai tanggapan beliau berdua. Ketika saya mengungkapkan
untuk menikahi puterinya sekarang, (semester V), beliau berdua mengutaraka
kekhawatirannya terhadap akademik kami yang ditakutkan terbengkalai ketika
menikah. Oleh karenanya, saya, kami, mengajukan syarat sebagai jawaban
sekaligus solusi kekhawatiran beliau berdua, IP > 3.5 ketika semester IV.
Juni 2014
Lewat setahun semenjak deklarasi yang kami lakukan kala itu dan kini adalah saat yang kami tunggu, seharusnya, semester V perkuliahan di kampus Ganesha yang katanya kampus terbaik bangsa. Seharusnya, saat ini pula waktu bagi kami untuk membuktikan perkataan kami setahun yang lalu, yakni syarat yang kami ajukan sendiri sebagai bentuk usaha dan solusi terhadap kasih sayang yang berbentuk kekhawatiran orang tua kami. Namun, sayangnya, apa yang kami syaratkan sendiri belum bisa kami penuhi. IP > 3.5 masih belum bisa saya capai, pun dia belum bisa ia capai untuk semester ini. Meskipun IP masih di atas 3, tapi syarat tetaplah syarat. Mungkin memang benar dengan lobbying tingkat dewa, kami bisa menikah semester ini, tapi sebagai seorang lelaki, harga diri menjadi salah satu poin penting. Pun, nantinya saya ingin menceritakan pada anak kami betapa menyenangkannya berjuang untuk mendapatkan sesuatu yang kami inginkan bersama. Pun, bagaimana caranya menjadi seorang lelaki dengan membuktikan perkataannya sendiri.
Memang benar, bukan hanya faktor akademik yang menjadi salah satu penyebab kekhawatiran orang tua kami untuk menyetujui pernikahan ketika masih dalam perkuliahan. Faktor finansial pun sebenarnya menjadi perhatian, walaupun bukan yang utama. Alhamdulillah, sampai saat ini hanya syarat IP saja yang belum bisa kami penuhi. Dari sisi finansial sendiri, Allah selalu memberi kami kemudahan. Dia yang kini menjadi seorang jurnalis salah satu media di dekat kampus dan saya yang menjadi administrator jaringan di salah satu fakultas di ITB menjadi makin yakin untuk semakin keras berusaha. Saya, kami, merasa mendapat kemudahan dan insyaallah tabungan saya selama ini masih cukup bila digunakan untuk membiayai hidup dan akademik kami hingga lulus.
Menjawab Tanya
Saya yakin, tulisan saya ini menjadi jawaban dari pertanyaan kawan-kawan yang sering kali terlontar tanpa sadar karena sangat mengendapnya di alam bawah sadar, “kapan nikah?” , “September ya?”, “Tingkat III ya?”. Yang jelas, bila melihat keadaan sekarang, nampaknya semester V bukanlah waktu bagi kami untuk menikah. Saya tidak bilang bukan tingkat III karena masih ada semester VI yang menanti dan bisa menjadi waktu kami berdua. Jadi, bila ada reka-rekan yang ingin mendahului kami, silahkan saja, saya turut senang. Pun, untuk kawan-kawan yang bertanya-tanya mengapa saya tiba-tiba menghilang, semoga tulisan ini mencerahkan. Insyaallah hari Minggu, 22 Juni 2014 saya sudah tiba di Bandung untuk menunaikan tugas yang sementara waktu saya sisihkan.
Terima kasih
Tak lupa, melalui tulisan ini saya mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang selama ini secara langsung maupun tak langsung, terang-terangan ataupun sembunyi-sembunyi membantu kami baik melalui perkataan, perbuatan, maupun doa. Saya ucapkan pula terima kasih untuk kawan yang selama ini sudah setia mengingatkan saya terhadap tujuan saya yang tidak lebih bertanya kapan nikah ataupun menyindir saya dengan sindiran renyahnya. Tak terlewat, terima kasih untuk seorang gadis yang setia menemani saya dan dengan ikhlas berjuang bersama saya, Nova, dan orang tua kami yang memberikan kebebasan dan kesempatan bagi kami untuk berjuang lebih awal dan menjadi lebih dewasa.
Ditulis pada pasir Pantai Parupa yang jarang orang dan ahrus ditempuh sekitar 15 KM dari rumah dengan mengayuh sepeda yang tak sesuai dengan medan. |
Love you all,
Aryya Dwisat Widigdha
Pemuda yang sedang menunggu sekitar 6 jam untuk berangkat menuju Bandung dari Bandara Juanda Surabaya
Aryya Dwisat Widigdha
Pemuda yang sedang menunggu sekitar 6 jam untuk berangkat menuju Bandung dari Bandara Juanda Surabaya
Keep spirit, brodah :)
ReplyDeleteSemangat arya...
ReplyDeleteSiap, Pep.
Deletewaduh, respect!
ReplyDeleteCerita pengalaman naik kemaren pas diklat divisi ntar dong Lung :D
Deletekini saya mengerti, kini saya paham. respect, bang. jangan patah semangat yak!
ReplyDelete:p
Delete