“Hati-hati”, kata temanku. Aku tak begitu paham apa maksud temanku waktu itu. Yang jelas, saat itu semua temanku sudah beranjak pergi meninggalkan kami berdua saja. Aku dan Angga, lelaki yang coba untuk ku benci tapi selalu gagal saat kucoba.
“Masih lama jemputannya?”, dia bertanya singkat sambil memandangku. Apa-apaan sih ini orang, pandangannya itu lho, bukan pandangan seseorang yang sudah punya pacar! Dia kira aku bisa jatuh lagi ke pelukannya? Iya! Aku mengakuinya, aku pernah jatuh ke dalam pelukannya, dengan sadar, tanpa paksaan, dan dengan begitu banyak kenyamanan walaupun aku sadar, aku pasti tidak akan bisa menjadi seseorang yang secara de jure dan de facto menemani dia. Dia sudah memiliki pasangan. Sedih ya jadi aku.
**
“Masih, mungkin sejam lagi.”, Jawabku singkat. Aku berharap dia mendiamkanku dan hanya menemaniku duduk saja. Tak lebih. Bukan karena aku tak mau, tapi aku tak mampu. Tak mampu untuk menahan kenyataan bahwa dia adalah lelaki yang aku inginkan, lebih-lebih yang cocok dengan kriteria dari orang tuaku.
Dugaanku salah. Dia tak mendiamkanku. Dia mengajakku berjalan menyusuri Jalan Braga. “Aku sudah sering ke tempat ini, sudah lah, aku bosan!”, aku ingin berteriak demikian. Namun, selalu saja ketika menatap matanya dan aku hendak mengeluarkan kata-kata, aku hanya diam, dan mengikuti keinginannya.
**
Kami berjalan, menyusuri Jalan Braga dari arah utara. Memang melawan arah kendaraan, tapi kami berada di trotoar dan saat itu, pukul 21.00, di hari Selasa, tak banyak orang yang lalu lalang. Sebenarnya, tak butuh waktu lama untuk sampai ke Jalan Asia Afrika, tapi entah mengapa saat itu sungguh waktu berjalan begitu lambat. Dia membuatku berharap waktu berjalan lebih lambat lagi. Tak banyak kendaraan yang lewat, tapi aku tak bisa mendengar apa yang dia ucapkan dengan jelas, hingga akhirnya, ada genggaman hangat pada tangan kiri ku.
“Apa ini? Kenapa dia menggenggam telapak tanganku?”, dalam hati aku berkata dan kutarik tanganku seketika.
“Kenapa?”, tanyanya.
“Kamu sudah punya pacar, Ga, ingat.”
Kami berjalan kembali, dia terdiam untuk beberapa saat. Tiba-tiba, genggaman hangat itu datang lagi.
“Aku tak mau!”, kataku.
“Aku tau kau mau, biar aku yang dipersalahkan.”, genggaman tangannya semakin erat. Aku ingin melepaskan genggaman tanganku dari tangannya tapi yang terjadi justru aku menggenggam tangannya lebih erat. Kami bergandeng tangan. Di malam itu, malam indah untuk kami, ah, paling tidak untukku.
**
Pukul 21.25, papa ku masih di Cihampelas untuk menjemputku. Kami masih lanjut berjalan dengan tetap…bergandeng tangan. Kalian boleh menyalahkanku, menghinaku, tapi coba kalian jadi aku! Saat itu, aku tidak merasa sedang bersama dengan lelaki yang sudah memiliki gadis lain! Aku merasa dengan lelaki yang membuatku teristimewa. Dia yang mmebuatku merasa seperti itu. Bagiku, sayangnya bukan sayang palsu. Bagiku semuanya asli, tulus, walaupun….sesaat. Sedihnya jadi diriku. Hanya disayangi olehnya untuk sesaat. Kalau boleh aku meminta, Tuhan, boleh ya dia jadi milikku saja?
**
Tak terasa, kami berjalan hingga di hampir sampai di Jalan Asia Africa. Kau tau? Dia mentraktirku ice cream! Aku suka ice cream, tapi aku lebih suka bila dia yang memberiku dan dengannya aku menghabiskannya. Semakin manis. Kami duduk di kursi yang ada di pinggir jalan raya. Berdua saja, tak banyak orang. Aku ingin bersandar, tapi aku malu. Aku ingin bersandar, tapi aku, ah, sedihnya jadi aku. Entah apa dia melihat gundahku. Dia menatapku, ice creamku tinggal setengah waktu itu, lalu sikapnya yang sangat kubenci tapi begitu bisa membuatku nyaman kembali datang, dia tiba-tiba menyentuh pipiku. “Hei lalaki! Aku ini memang benar menyukaimu, tapi kamu bukan pacarku!”, teriakanku tertahan di tenggorokan, aku hanya memandangnya lebih dalam dan tersenyum. Entah apa arti senyumku saat itu, tapi tangan kanannya membelai pipi kiri ku. Aku masih ingat rasanya hingga sekarang. Saat-saat indah yang selalu ingin aku ulang.
**
Setelah itu, hanya waktu penuh harapku agar dia mau bersamaku lebih lama lagi. Walaupun pukul 21.45, papaku datang menjemputku. Kami harus berpisah, untuk sementara. Walaupun dia sudah punya pacar, tapi aku tetap berdoa untuk kebaikannya, dan semoga ada kesempatan kami bisa bersama. Selama janur kuning belum melengkung, masih halal kan hukumnya untuk menikung? Iya kan? Iya kan!
Saya sekeluarga di Pontianak, Kalimantan Barat) mengucapkan Selamat Tahun Baru 2016 ya. Semoga di tahun 2016 ini kita semuanya diberikan kemudahan, keberkahan, kemakmuran, keselamatan dan kebahagiaan dari Allah SWT. Amin Amin Amin Ya Robbal Alaminn. Tetaplah terus menulis. Tetaplah terus menjalin Silaturahmi
ReplyDeleteAmiin.
Deletehmm.. jadi ceritanya, dia jalan sama pacar orang terus baper? yasudahlah..
ReplyDeleteIya, baper karena jadi orang ketiga hahahha
DeleteKalau aku perhatikan, hampir semua cerpen-cerpenmu itu seakan menggambarkan perempuan yang lemah (secara fisik dan psikis), serta diperbudak cinta. Hmmm.
ReplyDeleteAh, itu tidak benar. Perempuan itu kuat, makanya tulisanku seperti ini.
Delete