“Barang siapa mengenal dirinya maka ia mengenal Tuhannya”
Itulah kalimat pembuka ceramah oleh Pak Agus Syihabudin tadi malam di
acara ITB Spiritual Camp. Memang benar, bukan untuk kali pertama saya
mendengar pernyataan tersebut. Bukan hanya tadi malam. Justru sejak
dahulu pun saya sudah tahu, tapi toh sampai sekarang saya masih belum
benar-benar mengenal diri saya sendiri, masih ada saja hal yang belum
saya gali. Mungkin demikian pula dengan rekan-rekan sekalian.
Akhirnya saya pun sadar salah satu alasan mengapa saya belum bisa
mengenal diri saya sendiri yakni karena satu sifat manusia, lupa.
3 Faktor Penyebab Lupa
Bagaimana bisa kita mengenal diri sendiri ketika lupa masih terlalu
lekat dengan diri kita? Baru saja kita mengenali sedikit diri kita
lalu mencoba mengenal bagian lain dan yang terjadi adalah lupa pada
bagian yang lebih awal. Lantas, bagaimana bisa kita bisa mengenal
bila lupa masih menjadi raja? Adapun beberapa faktor penyebab lupa
yakni
- Kesibukan
Kesibukan berbanding lurus dengan kadar lupa seseorang. Makin banyak
kegiatan yang meningkatkan kesibukan maka kadar kesibukan pun akan
semakin tinggi. Misalkan ada seorang mahasiswa yang aktif di
himpunan, fakultas, lembaga keagamaan, UKM, dan lain-lain, pastinya
kesempatan lupa untuk hidup semakin besar.
- Usia
Hal ini tidak dapat dipungkiri lagi karena memang semakin tua diri
kita, semakin tua pula sel-sel yang ada di tubuh kita. Demikian itu
berlaku untuk sel-sel di otak kita. Konsekuensinya adalah kemampuan
otak dalam mengolah informasi dan mengingat sesuatu semakin
berkurang. Beruntung, kita sebagai mahasiswa masih dalam fase
pubertas muda yang mana sangat bagus bila dimanfaatkan untuk
menghafal. Kesempatan masih ada, Kawan.
- Ilmu
Seperti halnya kesibukan, makin banyak ilmu yang kita pelajari maka
akan semakin besar kemungkinan kita untuk lupa. Lantas, apakah kita
tidak boleh mencari ilmu sebanyak-banyaknya? Tentu bukan demikian
maksudnya.
3 Cara Mengikat Ilmu
Setelah mengetahui tiga faktor penyebab lupa, tentu rekan-rekan
bertanya mengenai penyebab lupa adalah ilmu. Ya, memang dengan
demikian itu kit bisa lupa akan ilmu yang telah kita pelajari. Namun,
hal itu bukan alasan untuk tidak mencari ilmu karena ada tiga hal
yang dapat dilakukan untuk mengikat ilmu maupun menekan lupa.
- Menurut Imam Syafii, pengetahuan ibarat buruan. Oleh karenanya, ia harus diikat agar tidak lepas dan pengikat ilmu adalah tulisan. Jadi, yuk menulis! Yuk produktif! :D
- Menurut Imam Ali, ilmu memanggil amal, maksudnya adalah bila ilmu diterima tanpa diamalkan maka ia akan terbang. Jadi, ketika memang memiliki ilmu sedikit apapun maka amalkanlah. Niscaya ia akan melekat bahkan ke sum-sum tulang kita.
- Menurut Imama Wahi, ilmu adalah cahaya dan cahaya tidak akan datang pada pendosa. Oleh karena itu, menjauhi maksiat dan banyak-banyak beristigfar dapat menjadi salah satu kunci menekan lupa dan mengikat ilmu.
Apakah ketiga hal tersebut susah dilakukan? Tentu tidak! Mari kita
bertamasya ke ingatan masa kecil kita. Mari ingat-ingat kembali
bagaimana kita mengikat ilmu membaca dan menulis kita ketika SD. Ya,
kita menuliskan apa yang kita pelajari. Ingatkah rekan-rekan bahwa
dahulu kita menuliskan satu huruf berulang kali hingga penuh satu
halaman buku? Nyatanya, sampai sekarang kita masih bisa membaca dan
menulis setelah mengikat ilmu tersebut.
Penutup
Lantas,setelah mengetahui cara mengikat ilmu dan menekan lupa,
masihkah kita rela melepas ilmu yang telah kita pelajari? Tentu
tidak. Oleh karena itu marilah kita berusaha mengikat setiap ilmu
yang kita pelajari dan saling mengingatkan demi menjadi manusia yang
lebih bermanfaat. Semoga tulisan ini bermanfaat.
Salam,
BangSatya.
Buruk.Baik.Menginspirasi.
“Peserta ITB SC Pekan II Semester II 2013/2014”
Comments
Post a Comment
Tanggapilah, dengan begitu saya tahu apa yang ada dalam pikiranmu