Ada yang bilang bahwa tak ada
yang lebih setia daripada kematian karena sejak kita dilahirkan, ia setia
menunggu kita dalam waktu yang ditetapkan. Kita semua percaya, bahwa kematian
adalah urusan Tuhan dan makhluknya, tidak ada yang tahu kapan makhluk akan
menemui kematiannya. Namun, barang kali Tuhan iseng dengan memberikan
pengecualian beberapa kasus tentang pengetahuan akan kematian ini agar
makhluknya lebih percaya.
Diyakini, ada banyak proses yang
terjadi pada saat kehamilan. Salah satu proses yang sangat penting adalah
penulisan takdir yang mana terjadi pada 40 hari ketiga atau bila dihitung kasar
adalah 3 bulan lebih 10 hari. Saat itulah dituliskan takdir si janin mulai dari
kebahagiaan, celaka, ajal, rejeki, dan lainnya. Seperti yang diterangkan dalam
hadist:
“Sesungguhnya setiap orang di antaramu dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya empat puluh hari berupa nutfah, kemudian menjadi segumpal darah, (empat puluh hari kemudian), kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula (40 hari berikutnya). Kemudian diutuslah kepadanya malaikat, lalu meniupkan ruh kepadanya dan diperintahkan atasnya menuliskan empat hal; ketentuan rejekinya, ketentuan ajalnya, ketentuan amalnya, dan ketentuan celaka atau bahagianya …” (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karenanya, dalam tradisi
jawa dikenal adanya selamatan 4 bulanan untuk memohon kebaikan bagi sang janin
yang insyaallah nanti akan dilahirkan.
Mengetahui Kematian
Meskipun sudah disebutkan bahwa
takdir dituliskan pada hari 40 ketiga, lantas bagaimana cara untuk mengetahui
takdir sang janin? Wallahua’lam. Namun, ada sebuah cerita yang saya dengar
sendiri. Berikut saya coba ceritakan dengan sederhana.
Dahulu kala, mungkin sekitar akhir
1800 an atau awal 1900 an, hidup seorang pencuri yang mencuri untuk dibagikan
kepada orang-orang yang tidak punya. Suatu ketika, beliau, mencuri di rumah
seorang yang sangat kaya. Perlu diketahui bahwa cara mencuri beliau ini unik,
tidak membobol tembok atau mendobrak pintu melainkan membuat lubang di tanah.
Ketika beliau melakukan “ibadahnya” tersebut, sampailah beliau di bawah amben, meja dari rotan, yang mana di
atasnya tertidur seorang hamil yang usianya sudah mencapai 4 bulanan. Tiba-tiba
beliau mendengar suara yang menyebutkan bahwa nantinya si janin ini akan
meninggal ketika menikah saat minum dari kendi.
Setelah kejadian tersebut, beliau
penasaran dan memperhatikan pertumbuhan si janin hingga si janin yang sudah
lahir ini hendak menikah. Tidak ragu, beliau ini hadir di pesta pernikahan si
anak yang hendak menikah ini. Saat hendak meminum air dari kendi, berteriaklah
beliau di tengah kerumunan, “Berhenti! Jangan minum dari kendi itu”, seketika
pula beliau mengambil kendi yang dipegang dan membantingnya hingga pecah di
tengah kerumunan dan keramaian.
Semua orang terkejut dengan “ibadah”
beliau. Namun, tak lebih terkejut melihat isi kendiri yang berisikan
kalajengking dan berbagai kala (bencana)
lainnya. Alhasil, beliau tidak boleh pulang dulu dan diperlakukan baik hingga
saat pulang dibawalah uang yang banyak beserta kuda hasil pemberian orang tua
si janin.
Berpikir Lebih Tinggi
Cerita tetaplah cerita, akan ada
yang percaya dan tidak percaya. Silahkan, toh itu hak masing-masing. Namun,
yang terpenting ada pelajaran yang bisa dipetik, ada sesuatu yang bisa
dimaknai. Yuk lah mencoba berpikir enggak kaku yang Cuma 1 atau 0. Hidup tak
sekaku itu.
Entah, saya pribadi cukup kagum
dengan beliau yang beribadah dengan cara seperti itu. Pun dengan tekad beliau
yang “menjaga” si anak selama 25 (selawe) tahun, mengingat zaman dahulu usia
nikah untuk lelaki adalah sekitar 25 tahun ini.
Semoga cerita ini lebih banyak
manfaat daripada mudharatnya dan beliau mendapat tempat yang baik di sisi Sang
Hyang Widi.
Salam,
Aryya Dwisatya W
Comments
Post a Comment
Tanggapilah, dengan begitu saya tahu apa yang ada dalam pikiranmu