Rasa-rasanya saat ini banyak orang yang sangat mendukung paham bahwa setiap orang bebas berpendapat dan melakukan sesuatu selama bertanggung jawab. Apapun silahkan asalkan bertanggung jawab. Namun, pada kenyataannya ketika sudah melakukan sesuatu, kan ada konsekuensi yang tidak bisa ditarik kembali atau istilah komputernya di un-do.
Dalam melakukan sesuatu, ada
beberapa tingkatan seseorang dalam melakukan sesuatu. Tiga tingkatan tersebut
antara lain:
1.
Bisa dilakukan
Kebanyakan dari kita masih
terpaku pada tingkatan ini, melakukan sesuatu hanya karena kita bisa melakukan
sesuatu tersebut. Saya bisa mencontek maka saya mencontek. Tingkatan pertama
ini merupakan tingkatan pertama yang sangat dangkal pemahamannya akan sesuatu
yang hendak dilakukan. Berpikir dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain.
Yang penting kan saya bisa. Mau saya suap hakim supaya kasus saya tutup toh
saya bisa karena saya punya uang. Dan berbagai contoh lain yang bisa
dikembangkan masing-masing dari kita.
2.
Boleh dilakukan
Sedikit lebih tinggi dari
tingkatan pertama, tingkatan kedua ini memberikan bumbu aturan ketika hendak
melakukan sesuatu. Semisal pada tingkatan pertama kita berpikir ah, saya kan
bisa menyuap karena punya uang, maka pada tingkatan kedua ini, kita tak jadi
menyuap karena melanggar hukum. Sayangnya, ada banyak hukum yang berbeda di
tiap tempat yang mana harus disesuaikan dengan apa yang akan dilakukan. Terlebih,
hukum yang harus diterapkan dan jadi acuan adalah hukum buatan manusia yang
sangat rentan salah.
3.
Pantas dilakukan
Pada tingkatan ini, Anda sudah
naik beberapa derajat. Melakukan sesuatu tak lagi berdasar kebisaan diri atau
kebolehan atas aturan yang mana buatan manusia dan banyak celah. Tingkat ketiga
ini memperluas pemahaman kita bukan hanya tentang apa yang hendak dilakukan
melainkan juga tentang bagaimana dampak laku tersebut terhadap orang lain,
dampak laku tersebut terhadap lingkungan, apakah ada hati yang tersakiti,
apakah mudharatnya lebih daripada manfaatnya, dan lain sebagainya yang mana
pada intinya mempertimbangkan kepentingan yang lebih luas yakni kepentingan di
luar diri sendiri. Sebagai contoh, tentang berciuman, setiap orang bisa mencium
orang lain selama memiliki alat untuk mencium. Namun, tak semua orang boleh
mencium orang lain karena ada hukum yang mengatur hal tersebut. Yang terakhir,
walaupun dua orang sudah sah dan boleh saling cium, tetap saja ada pantas dan
tak pantas di mana dan kapan ciuman itu di lakukan. Adapun berbagai contoh lain
sangat banyak bila dituliskan dan bisa menjadi sangat banyak hanya dengan berpikir
lebih dalam sedikit.
Sebenarnya, ada empat tingkatan dalam
melakukan sesuatu, tapi rasanya terlampau kurang ajar bila saya membahas
tingkatan keempat yakni benar dilakukan.
Lha wong saya ini manusia tempatnya salah, benar saja saya tak tau yang seperti
apa, hanya tau dan mencoba untuk menafsirkan benar. Seperti orang bijak bilang,
maka biarlah urusan benar salah itu menjadi urusan Tuhan kita, biarlah Ia yang
menentukan karena hanya Ia yang tau apa yang sebenarnya Ia mau. Oleh karena
itu, saya merasa tidak dalam kapasitas membahas tingkatan keempat ini.
Salam,
Aryya Dwisatya W
Comments
Post a Comment
Tanggapilah, dengan begitu saya tahu apa yang ada dalam pikiranmu