Tak banyak orang menyadari bahwa
ada sesuatu yang sangat setia menemani mereka. Sama setianya dengan dua
malaikat yang katanya ada di kiri dan kanan kita. Mereka yang tak lelah
mencatat ini itu yang mungkin akan menjadi jutaan buku bila diterbitkan. Dia yang
sangat setia, tapi tak sepenuhnya disadari dan diresapi. Dia yang sangat mulia
tapi dianggap biasa, nama.
Sejatinya nama bukan hanya
sebatas alat untuk mengidentifikasi seseorang. Bukan hanya sebagai alat untuk
membedakan antarmanusia. Tidak sedangkal itu, bagi saya nama lebih dari itu
melainkan sebuah pengharapan.
Saya yakin bahwa setiap orang tua
memberikan nama yang baik kepada anaknya dengan berbagai tujuan yang mana salah
satunya adalah sebagai pengharapan. Berharap sang anak menjadi seperti nama yang
diamanahkan. Nama juga amanah. Amanah yang harus kita perjuangkan, amanah yang
melekat kepada kita sejak kita lahir.
Hampir dua puluh satu tahun yang
lalu orang tua saya memberikan amanah pada saya berupa nama, Aryya Dwisatya
Widigha, Pemimpin yang setia dan bijaksana, kata beliau. Saya percaya, itu yang
saya percaya sejak kecil. Bukan hanya sebatas arti melainkan penghayatan bahwa
itu lah yang orang tua saya inginkan ada dalam diri saya. Oleh karena itulah,
nama juga disebut sebagai doa.
Suatu hari saya menonton tayangan
Kick Andy tentang kekuatan nama. Sejujurnya saya tidak mengagungkan sebuah nama
tapi cukup masuk akal bagi saya untuk meyakini bahwa nama memiliki dampak
positif terhadap diri sendiri. Nama yang diresapkan kepada diri hingga manunggal
seperti tubuh dan roh. Menjadi sebuah harmoni ketika keduanya bersama. Yang
saya pahami adalah tidak semua orang memaknai dan meresapi arti nama mereka
hingga nama mereka tak menjadi diri mereka. Hingga diri mereka tak mencerminkan
nama mereka. Sayang.
Sebelumnya, saya sangat jarang
menuliskan nama saya secara lengkap hingga akhirnya tayangan itu mengubah saya
sedikit demi sedikit. Mulailah saya menuliskan nama saya secara lengkap di
lembar ujian jawaban saya dan kanvas tulisan lain. Saya tidak memandang hal ini
sebagai klenik atau mistis karena sekali lagi nama adalah
doa dan sesuatu yang diulang-ulang terus menerus akan mengendap di alam bawah
sadar hingga akhirnya secara tak disadari akan mempengaruhi keseharian. Paling
tidak itulah mengapa saya lebih memaknai nama saya. Kini, saya merasakan
manfaat itu, percaya atau tidak.
Loncat ke bagian tengah tentang
fungsi nama, selain sebagai pembeda, nama pun juga sebagai informasi sebagai
garis keturunan. Sangat banyak orang yang menamai anak mereka dengan nama marga
atau nama leluhur mereka untuk menjaga garis keturunannya. Lantas, bagaimana
dengan nama saya? Sejujurnya saya tak begitu tahu leluhur saya siapa, berasal
dari mana, seperti apa. Sekian waktu saya mencari tahu, tak ada yang saya
dapatkan kecuali beberapa informasi saja. Mungkin memang lebih baik untuk
sebagian orang mereka tidak mengetahui siapa leluhur mereka.
Salam,
Aryya Dwisatya W
Sedang ingin menulis sekenanya
tanpa memikirkan kohesi dan koherensi dalam tulisan.
Comments
Post a Comment
Tanggapilah, dengan begitu saya tahu apa yang ada dalam pikiranmu