Barusan aku bermimpi dalam tidur singkatku selama tiga puluh
menit. Aku bermimpi pulang ke rumah. Ya, pulang ke rumah. Ntah bagaimana
caranya, tapi tiba-tiba saja aku ada di rumah tempatku merasakan rasa nyaman
yang begitu tinggi. Rumah tempatku mengistirahatkan diri selama belasan tahun
sebelum menjadi perantauan.
Aku tak tau bagaimana awalnya, tapi dalam mimpiku tadi tak
ada laki-laki selain aku. Hanya aku lelaki di mimpiku dengan beberapa wanita
yang tak lain dan tak bukan adalah ibuku, saudaraku, dan temanku. Aku masih begitu
biru untuk menjelaskan bagaimana bisa aku berada di sana dengan keadaan yang
tak sehat. Yang jelas, aku datang, aku ada di sana, dan aku bertemu dengan
salah seorang temanku. Bukan pelukan mesra atau ciuman singkat, tapi muntahan
makanan yang aku berikan, aku sakit. Dia membawaku, merawatku, tanpa merasa
risih dengan muntahan yang aku keluarkan. Terima kasih kawan.
Namun kawan, itu bukanlah bagian terpenting mimpiku barusan,
tapi lebih dari itu, aku bermimpi melihat ibuku tersenyum saat aku mendapati
beliau membersihkan muntahan ku yang tak pernah kuminta beliau untuk
membersihkannya. Aku melihat beliau dengan sabar dan tanpa keluh kesah
membersihkan kesalahan anaknya tanpa anaknya harus meminta, merengek, ataupun
menangis. Tidakkah kita sering lupa betapa orang tua kita begitu menyayangi
kita? Tidakkah kita sering lupa betapa sayangnya ibu kita pada kita? Tidakkah
ibu adalah orang yang rela membersihkan kotoran kita walaupun beliau sedang
makan bukan hanya saat kita masih bayi, tapi juga ketika kita tak mampu untuk
itu?
Jujur, mimpi barusan kembali menyadarkanku betapa tukusnya
kasih seorang ibu pada anaknya. Kasih yang takkan pernah tergantikan dan
tersaingi. Tidak pula oleh para pujangga dan kekasihnya, mereka tak ada
apa-apanya ketimbang kasih sayang yang ibu kita selalu curahkan pada kita.
Mungkin memang kita tak selamanya tahu bentuk kasih sayang itu, bisa saja ia
berupa teriakan, nasihat, cubitan, sentuhan lembut di kepala kita, atau bahkan
doa yang selalu membaluri tubuh kita tanpa kita tahu adanya dan tanpa kita
pinta.
Kalau ada satu orang yang wajib kita bahagiakan untuk
pertama kalinya, tidak berlebihan bila ibu adalah orang tersebut. Karena ibu,
kita dilahirkan di dunia. Karena ibu, kita mengerti betapa lembutnya sentuhan
kasih sayang. Karena ibu, kita tahu tempat untuk berlabuh ketika bersedih.
Karena ibu, dunia dan seisinya menjadi bermakna.
Terima kasih ibu. Terima kasih.
Comments
Post a Comment
Tanggapilah, dengan begitu saya tahu apa yang ada dalam pikiranmu