Di suatu pagi yang cerah sekitar pukul 08.00 saya mengikuti
kuliah Aljabar geometri dengan Bapak Rila sebagai dosen pengajar. Selasa ini
kami masuk materi Ruang Vektor yang merupakan BAB 5 dari mata kuliah ini.
Jujur, tadi malam dan pagi saya sudah menyempatkan untuk membaca materi tentang
Ruang Vektor walaupun belum tuntas hingga akhir BAB 5 melainkan hanya sampai
subbab 2 yang mana artinya hanya tersisa satu subbab lagi.
Semua nampak baik-baik saja dan tidak terlalu banyak beda
dengan minggu-minggu sebelumnya. Saya masih duduk di baris ketiga dengan teman
duduk Hendro dan Rafi. Benar-benar sama seperti biasanya.
“Ndro, kita sejam pelajaran kan?”, tanyaku santai.
“Iya ya.”, dia menjawab dengan lebih santai.
“Wah, bakal cepat nih”
Aku menoleh ke kiri dan ke kanan untuk beberapa saat hingga
Pak Rila memulai kuliah mengenai Ruang Vektor. Tanpa sadar, punggung yang
biasanya tegap ini perlahan turun hingga kepala hampir bersandar pada sandaran
punggung. Entah kenapa lagi, dunia seakan hilang sesaat dan tiba-tiba terdengar
suara.
“Yak..yak..”
Mataku langsung terbuka dan sebenarnya hampir saya berkata,
“apaan sih?”.
Namun semua itu tak jadi saya ucapkan karena ternyata ketika
saya membuka mata ada spidol di hadapan saya.
“Kamu. Maju kedepan.” Pak Rilla mengeluarkan kalimat yang
paling bisa membuat orang tidak ngantuk dan kali ini saya berkesempatan
mendapatkannya.
Tiba-tiba suasana kelas mendadak sepi, semua terdiam, hanya
saya yang maju ke depan untuk mengerjakan syarat keempat suatu bisa dikategorikan
sebagai ruang vektor.
“Kamu, coba cari unsur nol dari polinom untuk membuktikan
syarat keempat.”
“Kalau dia tidak bisa, dia tidak boleh ikut kuliah ruang
vektor”
Jleb. Jantung yang biasanya santai-santai saja tiba-tiba
memompa darah lebih cepat dari bisanya. Ya mau gimana, kalau enggak bisa enggak
boleh ikut kuliah satu bab yang artinya pasti skip satu atau lebih kuis. Apa
kayak gitu bukan bencana? Ya bencana lah!
Setelah saya sudah berdiri di depan, saya kebingungan, mau
tulis apa buat jawaban. Sesaat menoleh ke belakang dan ternyata yang lain pun
bingung.
“Pak, ini jawabannya”
“Ini?” Coret!
“Nggak perlu pake permisalan. Jawabnnya sebaris aja cukup”
Beberapa saat kemudian saya memberanikan diri menjawab
(lagi).
“Pak, ini jawabannya”
“Ini?” Coret!
Setelah dua kali mendapat coretan, akhirnya saya kembali bisa
berpikir jernih mengesampingkan berbagai tekanan yang ada. Akhirnya, setelah
dua kali coretan.
“Pak, ini jawabannya, 0x1+0x2+0x3+0x4+…+0xn”
Centang.
(Sebelum menuju jawaban akhir itu sebenarnya jawaban yang
benar sudah saya tulis, tapi karena kebingungan ya akhirnya ganti lagi dan
coret lagi hahaha )
“Maaf, Pak” hanya itu yang saya katakan pada Pak Rila sebagai
permintaan maaf saya karena tertidur di waktu beliau mengajar. Baru kali ini
saya tertidur di kuliah Pak Rila karena memang sebelumnya tidak pernah.
Sepertinya memang pagi ini saya harus merasakan ampuhnya unsur nol yang lebih
ampuh daripada secangkir kopi dalam mengusir kantuk. Rasa ngantuk dan loyo yang
tadi hinggap seakan lari terbirit-birit. Terima kasih unsur nol.
Saya pun turun dan berjalan menuju tempat saya duduk disambut
senyum lega dari kawan-kawan. (Kalau aja mereka tau bahwa saya yang lebih lega
karena tetap bisa masuk kuliah baba ruang vektor hahaha)
Sedikit masukan bagi rekan-rekan yang kebetulan mendapat
kehormatan untuk mengerjakan soal di depan kelas: tetaplah tenang dan yakinlah
bahwa kamu bisa. J
Ini kisahku hari ini, mana kisahmu?
Salam Bangsatya,
Buruk.Baik.Menginspirasi.
Comments
Post a Comment
Tanggapilah, dengan begitu saya tahu apa yang ada dalam pikiranmu