Skip to main content

Posts

Menjadi Manusia Yang Sama

21 tahun lebih 1 bulan dan 5 hari, nampaknya itulah waktu yang telah saya sia-siakan. Paling tidak itulah kesimpulan sederhana yang bisa saya tarik setelah saya mendapatkan pemahaman baru hari ini. Sering kali saya mendengar ungkapan demikian, “Orang yang beruntung adalah orang yang lebih baik dari hari kemarin dan orang yang merugi adalah orang yang sama dengan hari kemarin.” Well, saya merasa saya masih tetap sama dengan saya di hari kemarin sepertinya saya merugi. UNTUK BERUBAH Setelah perenungan singkat saya hari ini, saya mendapatkan kesimpulan bahwa untuk berubah maka seseorang harus melakukan minimal dua hal ini yakni berpikir dan bertindak. Berpikir     “Engkau tidak akan mendapatkan apa-apa ketika engkau tidak pernah memikirkan nya”. Apa yang kita lakukan layaknya angin. Bila kita tak bisa memaknai angin tersebut maka jadilah ia angin lalu yang berhembus setiap saat dan tak memberikan perbedaan. Berbeda jika kita bisa memaknainya kapan ia datang, bagai

Ketika (Harus) Jauh Dari Orang Tua

Merantau Menjadi anak daerah yang pergi kuliah di kota lain memang memiliki banyak cerita suka dan duka. Salah satu duka yang paling terasa adalah jauh dari keluarga dan rumah. Paling tidak, itu yang saya rasakan. Masuk tahun keempat sebagai mahasiswa Institut Teknologi Bandung membuat saya makin sadar bahwa hampir empat tahun saya jauh dari orang tua saya, tapi makin membuat saya sadar bahwa saya tak sedekat itu dahulu. Saya merasa lebih menghargai waktu itu ketika masa-masa ini. Ah, penyesalan memang datangnya terlambat. Tak Sendiri Bedanya saya ketika tingkat tiga dan tingkat empat adalah jumlah orang tua saya. Dulu saya punya dua orang tua, sekarang empat! Ya kan saya sudah menikah dan di Bandung bersama istri yang sama-sama sedang menjalani kehidupan sebagai mahasiswa tingkat IV ITB. Sedikit banyak beristri membuat saya tak sendirian dan tak merasa kesepian. Walaupun demikian, toh tetap saja saya kangen dengan orang tua saya. Ingin Lebih Dekat Memang, ada banyak cara

Idul Adha Keempat

Setelah cukup lama tidak menulis, akhirnya kini saya kembali menulis. Saya akan coba bercerita beberapa pengalaman saya tentang Idul Adha sebagai seorang mahasiswa. Dua Ribu Dua Belas Dua ribu dua belas adalah tahun awal masuk perkuliahan. Ketika wajah saya dan ribuan kawan baru saya di ITB masih polos dan tanpa beban (mestinya) dan untuk pertama kalinya lah saya menjalani Idul Adha jauh dari orang tua. Maklumi saja, sejak kecil saya tidak pernah nge-kos atau mondok, jadi ya selalu bareng orang tua.  Untungnya, di Bandung ada saudara yakni pakde dan adik saya. Yasudah, kami menghabiskan malam Idul Adha di rumah pakde yang ada di Antapani. Datang, makan, ngobrol-ngobrol, sholat, ngobrol, lalu pulang. [Tidak Ada Dokumentasi] Dua Ribu Tiga Belas Ini dia tahun yang cukup bersejarah. Intinya sih saya menghabiskan waktu-waktu sebelum Idul Adha di Cirebon setelah bertahun-tahun hanya tahu nama, akhirnya kesampaian juga bertandang ke sana. Untuk kebaikan bersama, cerita tidak didetil

Wanita Tepi Pantai

Karena laut akan tetap menjadi rendah hati Ia kan mampu menjaga rahasia hingga tak ada lagi yang mampu mengingat Senyuman, candaan, bahkan pelukan Akan ada orang yang begitu enggan menjauh dari laut Sebab ia tau bahwa laut menerima semua perasaan yang ia curahkan Sebab ia mengerti bahwa laut tak akan pernah berubah Ia mengikuti irama yang telah ada Pada akhirnya, aku masih di sini Menikmati hembusan agin dan udara yang khas Aku menunggumu sembari duduk di bibir pantai selatan Berharap suatu saat nanti engkau datang, duduk, dan membiarkanku merebahkan kepalaku di pundakmu sekali lagi (Ria, Ada Senyummu di Ujung Laut Selatan, 2017)

Tentang Menikah : Akselerasi Diri

Sudah tiga puluh empat hari semenjak saya tak lagi menjadi seorang lajang. Kalau kata orang Jawa, saya sudah tidak bisa dipanggil “lancing”, sebutan untuk seorang jejaka. Ada banyak hal yang saya dapatkan, pikirkan, alami, inginkan, dan sebagainya. Beberapa, akan saya coba tuliskan, semoga menjadi manfaat. Bismillah. Ribuan Pertanyaan Perlu saya akui bahwa sebelum menikah, saat menikah, dan setelah menikah begitu banyak pertanyaan yang muncul. Semuanya bervariasi sesuai dengan pewaktuannya. Kreatif sekali memang para penanya itu. Ketika sebelum menikah, biasanya pertanyaan yang umum ditanya antara lain: “Kapan nikah?” “Sama siapa nikah?” “Ntar nikah di Bandung apa di Lumajang?” “Udah punya mobil?” “Udah punya modal buat nikah?” Dan sebagainya. Anehnya, pertanyaan yang sifatnya materiil justru tidak datang dari keluarga saya atau keluarga istri saya. Kalau saya ingat, dulu ketika tahun 2013 saya mengutarakan niat saya sendirian, orang tua istri saya tak bertanya, “

Digodain Gusti Allah

Alhamdulillah. Sepertinya itulah kata yang paling pantas menjadi pembuka tulisan ini. Seperti yang sering terdengar bahwa semakin kita bersyukur maka semakin ditambah nikmat kita. Paling tidak, makin banyak nikmat yang kita sadari ada pada diri kita. Belum genap dua minggu sejak kami menikah, tepatnya 23 Agustus 2015 nanti kami genap 2 minggu menikah, Allah sudah menggoda kami, hehe. Setelah dua hari mengikuti Strategi Sukses di Kampus (SSDK), nampaknya istri saya kecapekan dan akhirnya sakit dari kemarin malam. Duh Gusti, masak iya pengantin baru sudah dikasih sakit? Itu kalau mau suudhzon. Namun nampaknya, Gusti Allah sedang ingin menggoda kami. Memasukkan kami dalam kaderisasi-Nya untuk menjadi seorang suami istri. Saya yang kaku ini dikader agar lebih lembut dan peduli. Duh, Gusti Allah ini emang kalau menggoda menyenangkan, paling tidak bila kita sadar. Bayangkan saja, istri saya sakit, gusi nya agak sakit sehingga susah mengunyah makanan yang keras dan agak demam. Otoma

(Almost) Another Failure

Jadi ceritanya sudah seminggu saya menunggu pengumuman submisi call for paper yang diadakan oleh IDSECCONF2015 yang pada jadwal awal adalah 30 Juli 2015 dan diperpanjang menjadi 7 Agustus 2015. Alhasil, selisih waktu itu membuat saya menunggu. Ah, sekalian lah, dapat pengumuman paper juga mendekatkan dengan hari-H hahaha. Tunggu dan menunggu, ternyata sampai kemarin malam tidak ada pengumuman baik di twitter maupun website terkait paper yang diterima. Alhasil, saya menghubungi panitia melalui email. Awalnya, tadi malam saya sudah ikhlas tidak lolos karena saya tidak mendapatkan email sama sekali dari panitia. Ya sudahlah! Hahaha. Pas pagi tadi saya cek di twitter panitia, ternyata baik paper yang diterima maupun ditolak akan mendapatkan pemberitahuan. Saya enggak mau dong kalau digantung kwkw yasudah akhirnya cari kepastian dan…. alhamdulillah! Paper saya diterima! Email pemberitahuan Sebenarnya, tadi malam saya sudah membuat tulisan yang judulnya “Another Failure