Skip to main content

Posts

Jangan Sakit Hati Bila Demo

Setelah hampir ribuan kali melihat berita tentang demonstrasi yang dikatakan merupakan salah satu cara untuk “menyuarakan” pendapat, saya mendapatkan sedikit pencerahan. Bukan soal apa, tapi sekedar pertanyaan, “Apakah demonstrasi merupakan cara terbaik untuk mengemukakan pendapat?”, “Apakah manfaat demonstrasi lebih banyak daripada mudharatnya?”, “Apakah demonstrasi pasti berhasil dalam menggapai tujuan yang diperjuangkan?” Siapapun Bisa! Jangan salah, selepas tahun 1998, nampaknya demonstrasi sudah menjadi makanan umum. Siapapun bisa melakukannya! Tak harus mahasiswa, buruh tani, buruh pabrik, guru, anggota parpol, atau siapapun itu yang penting memiliki kepentingan bisa melakukan demonstrasi. Alih-alih menyuarakan aspirasi, demonstrasi dirasa menjadi cara paling efektif. Benarkah demikian? Sejatinya demonstrasi hanyalah satu diantara banyak cara untuk menyalurkan aspirasi, menyuarakan pendapat. Jadi, demonstrasi adalah metode untuk mencapai tujuan lain. Jadi sangat salah

Mengetahui Kematian Sebelum Mati

Ada yang bilang bahwa tak ada yang lebih setia daripada kematian karena sejak kita dilahirkan, ia setia menunggu kita dalam waktu yang ditetapkan. Kita semua percaya, bahwa kematian adalah urusan Tuhan dan makhluknya, tidak ada yang tahu kapan makhluk akan menemui kematiannya. Namun, barang kali Tuhan iseng dengan memberikan pengecualian beberapa kasus tentang pengetahuan akan kematian ini agar makhluknya lebih percaya. Diyakini, ada banyak proses yang terjadi pada saat kehamilan. Salah satu proses yang sangat penting adalah penulisan takdir yang mana terjadi pada 40 hari ketiga atau bila dihitung kasar adalah 3 bulan lebih 10 hari. Saat itulah dituliskan takdir si janin mulai dari kebahagiaan, celaka, ajal, rejeki, dan lainnya. Seperti yang diterangkan dalam hadist: “Sesungguhnya setiap orang di antaramu dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya empat puluh hari berupa nutfah, kemudian menjadi segumpal darah, (empat puluh hari kemudian), kemudian menjadi segumpal

3 Tingkatan Melakukan Sesuatu

Rasa-rasanya saat ini banyak orang yang sangat mendukung paham bahwa setiap orang bebas berpendapat dan melakukan sesuatu selama bertanggung jawab. Apapun silahkan asalkan bertanggung jawab. Namun, pada kenyataannya ketika sudah melakukan sesuatu, kan ada konsekuensi yang tidak bisa ditarik kembali atau istilah komputernya di un-do . Dalam melakukan sesuatu, ada beberapa tingkatan seseorang dalam melakukan sesuatu. Tiga tingkatan tersebut antara lain: 1.       Bisa dilakukan Kebanyakan dari kita masih terpaku pada tingkatan ini, melakukan sesuatu hanya karena kita bisa melakukan sesuatu tersebut. Saya bisa mencontek maka saya mencontek. Tingkatan pertama ini merupakan tingkatan pertama yang sangat dangkal pemahamannya akan sesuatu yang hendak dilakukan. Berpikir dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain. Yang penting kan saya bisa. Mau saya suap hakim supaya kasus saya tutup toh saya bisa karena saya punya uang. Dan berbagai contoh lain yang bisa dikembangkan masing-masin