Selasa, 31 Desember 2013.
Setelah beberapa waktu tidak
pernah menulis catatan perjalanan, kali ini saya kembali mencoba menulis catatan
perjalanan.
Malam ini merupakan malam
pergantian tahun dari 2013 menuju 2014. Awalnya, kemarin saya berencana untuk
menghabiskan waktu malam pergantian tahun di Kota Jember bersama rekan-rekan
saya. Namun, kenyataan berkata lain, meskipun sudah berkali-kali ikut dalam
proses pembuatan teklap (teknis lapangan), t
tapi toh ternyata rencana saya jauh
berbeda dari apa yang saya lakoni saat ini.
Di mulai dengan perjalanan dari
Lumajang pukul 08.15, saya memulai perjalanan
bersama seorang kawan sejak SD dahulu. Kebetulan dia berkuliah di Jember,
jadi daripada saya melewatkan beberapa jam perjalanan sendirian ya mending saya
bareng saja dengan kawan saya tersebut.
Tak ada yang spesial dalam
perjalanan tersebut, hanya saja, rencana awal liburan awal tahun baru saya
berubah ketika saya menaiki angkot menuju kota Jember dari terminal Tawangalun.
Awalnya, saya ingin menghabiskan waktu seharian di Jember sekalian menikmati
malam pergantian tahun lantas dilanjutkan dengan jalan-jalan ke Bondowoso pada
hari berikutnya diakhiri pulang ke Lumajang pada keesokan harinya yakni pada
hari Kamis, 2 Januari 2014, tapi karena setelah saya pikir ulang waktu tiga
hari terlalu lama, maka saya memutuskan untuk menghabiskan sebagian waktu hari
ini di bondowoso dan pulang ketika sore untuk menikmati malam pergantian tahun
baru di Kota Jember. Pasti ramai dan bisa menjadi bahan tulisan, pikir saya.
Awalnya, semua berjalan lancar,
saya bisa sampai di Bondowoso dengan selamat sejahtera pada pukul 12.30. Saya
beristirahat sejenak di rumah kawan sebelum melanjutkan perjalanan ke tujuan
utama saya ke Bondowoso yakni bersilaturahmi di desa. Waktu berlalu, perlahan
tapi tak terasa hingga akhirnya adzan dhuhur berkumandang. Kami sholat dan
bergegas menuju desa.
Sebelum sampai ke desa, kami menyempatkan
waktu untuk berkunjung ke rumah salah satu teman di STEI2012 yakni Fanny.
Ternyata eh ternyata, kala itu dia sedang tidur dan karena kedatangan kami,
tidurnya terganggu. Dikiranya kami membawa kabar atau agenda yang serius, tapi
toh kami hanya berkata hai dan tidak
sampai sepuluh menit di sana. Kami usil. Oke, maafkan kami Fan.
Merasa cukup puas mengerjai
Fanny, kami melanjutkan perjalanan ke desa. Jalanan yang tidak semulus jalan
raya di tambah rerumputan di samping kanan dan kiri jalan menjadi pemandangan
selama perjalanan hingga akhirnya kami di sambut jalan berbatu yang masih belum
beraspal. Tak lama memang perjalanan yang kami tempu, tidak lebih dari 15
menit. Namun, ternyata perjalanan kami ke desa adalah awal dari kisah ini.
“Itu rumahnya, abis ini belok
kiri ya”
Kawan saya bersabda. Saya menurut
saja. Jreng, saya sampai di depan sebuah rumah yang katanya rumah neneknya.
Saya hendak turun dan mematikan motor yang saya gunakan dan dang, kunci motor yang tadinya
menggantung tersebut hilang. Iya, hilang, pasti terjatuh ketika melintasi jalan
terjal sebelum ini. Tapi, kok aneh, selama itu mesin motor masih hidup.
Cepat-cepat kami menelusuri jalan yang kami lintasi sebelumnya berharap kunci
tersebut belum diketemukan oleh orang. Tanpa kunci motor yang tercolok pada
tempat yang seharunya,. Motor yang kami tumpangi melaju ke sana ke mari. Dua
kali bolak-balik dan tanpa hasil, akhirnya kami berhenti dan memutuskan untuk
menyudahi pencarian serta melapor pada pihak yang tepat, ayah kawan saya.
Mutlak sekali kali ini saya menghilangkan kontak motor orang. Baru kali ini
dalam hidup saya, haha, dan harus jadi yang terakhir.
Laporan sudah tersampaikan, motor
masih hidup. Di sini lah mulai cerita yang lain. Ketika sampai di rumah nenek
kawan saya, ternyata kami di sambut anggota keluarga yang lain yang akhirnya
saya tahu bahwa mereka adalah lek ‘om’ dari
kawan saya. Ajaibnya, dengan berbekal beberapa kunci dan jarum, motor yang
tadinya hidup bisa mati dan setelah mati bisa hidup lagi. Wah, ini ilmu
curanmor, haha. Saya pingin belajar.
Oke, bagian tentang sepeda motor
yang sekarang, di tinggal di desa karena kontaknya benar0benar sudah pupus
sudah berakhir. Namun, cerita perjalanan saya di desa belum usai. Cerita yang
tidak kalah seru dan bisa bikin ketawa masih akan saya ceritakan yakni tentang
KTP.
Beberapa waktu lalu, kawan saya
kecopetan. KTP, uang, ATM, dan lain-lain hilang beserta dompet yang dicopet.
Otomatis, ia mengurus KTP yang ternyata diurus oleh om nya sendiri. Nah, di
tiap KTP ada tanda tangan pemilik, kan? Tadi pun ia diminta untuk menanda
tangani KTP nya, tapi ada hal mengejutkan. Tahukah kalian? Pekerjaan yang
terantum di KTP baru tersebut bukanlah mahasiswa melainkan mengurus rumah tangga alias menjadi ibu rumah tangga. Alhasil, satu
komplek permukiman saudaranya geger dan menimpali tawanya. Kata nikah pun menjadi kian popular di
telinga kami untuk beberapa waktu. “tanda
mau nikah nih”, ‘Udah ganti aja status kawinnya biar bener”, dll. Wah,
ternyata alam pun mendukung kami, pikir saya. Semoga penulis segera menikah.
Amin. *terima kasih doanya.
Puas dengan hal-hal yang bisa
membuat saya tertawa, saya sudah bersiap untuk pulang dan menghabiskan malam di
jember, tapi ternyata apa yang saya rencanakan tak sejalan dengan apa yang alam
inginkan. Tiba-tiba hujan lebat setelah beberapahari tidak pernah setetes air
pun jatuh ke permukaan tanah di daerah yang masih rindang dengan pepohonan itu.
Saya tertahan di desa, di rumah nenek kawan saya tentu dengan kawan saya,
neneknya, suadaranya, dan orang tuanya yang beberapa saat setelah menerima
laporan kehilangan kontak motor langsung saja meluncur ke tempat kejadian
perkara. Wah, alam pingin saya tetap di sini, pikir saya. Hanya hujan lebat?
tentu tidak, sembari menunggu hujan reda, adzan maghrib ikutan berkumandang dan
tiba-tiba listrik padam. Mutlak banget saya di sana. Hujan tak kunjung reda,
tapi saya tetap harus pulang. Dengan bermodal kenekatan dan beberapa payung,
kami pulang ke rumah di perumahan kembang.
Sampai tulisan ini dibuat,
rencana yang saya buat semuanya tidak selaras dengan kenyataan yang saya alami.
Saya berharap membuat tulisan tentang meriahnya malam pergantian tahun, eh
malah menulis tentang serunya menghilangkan kunci motor dan tertawa karena
kesalahan penulisan pekerjaan pada KTP kawan asya. Rencana pulang ke jember
ketika sore hari yang ternyata tidak terlaksana dan saya masih di Bondowoso
ketika membuat tulisan ini dan berbagi cerita pada pembaca sekalian.
Seperti apa yang saya tuliskan
sebelumnya, manusia bebas berkeinginan, tapi masalah kenyataan atau bisa tidak
bisa, ada Tuhan yang menentukan. Tentu, saya bersyukur karena apa yang saya
alami hari ini justru tidak terduga. Kalau-kalau saya tidak mengalami hal-hal
tersebut, pastinya tidak ada tulisan ini dan mungkin akan tergantikan dengan
tulisan meriahnya malam pergantian tahun baru yang berserakan di mesin
pencarian.
Pengalaman hari ini semakin
menyadarkan saya bahwa sematang apapun rencana yang kita buat, sedetil apapun
teknis lapangan yang telah terancang, kenyataan di lapangan bisa jauh berbeda
seperti yang pendiklat sering teriakkan, “lapangan itu dinamis”.
Semoga bermanfaat,
Di tulis dengan cahaya yang cukup
dengan pintu yang agak terbuka hingga membuat tubuh agak kedinginan ditemani
anggota keluarga kawan saya dengan alunan suara TV yang terus menyala.
Salam BangSatya,
buruk.baik.menginspirasi.
Comments
Post a Comment
Tanggapilah, dengan begitu saya tahu apa yang ada dalam pikiranmu