Tidak banyak orang muslim yang
mengetahui bahwa ada praktik sholat wajib lain selain sholat wajib lima waktu
yakni shubuh, dhuhur, ashar, maghrib, dan isya. Saya pun demikian, paling tidak
hingga saya membaca sebuah tulisan di internet beberapa waktu lalu ketika saya
masih berada di Tahap Persiapan Bersama (TPB) STEI.
Ketika itu saya membaca tulisan
yang menyebutkan bahwa sholat wajib sebenarnya bisa dilaksanakan hanya dalam
tiga waktu sehari yakni ketika shubuh, dhuhur, dan isya dengan menjamak dua
sholat yang lain pada waktu yang berdekatan yakni dhuhur-asha dan maghrib-isya.
Ada beberapa dasar dari tulisan
tersebut yakni Al-Quran dan hadist
Dan dirikan shalat pada kedua
tepi siang dan sebahagian dari malam (3 kali sehari). (Surat 11
Huud ayat 114).
Dari Ibnu Abbas ra. Bahwa
Rasulullah SAW menjama` zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya` di Madinah meski tidak
dalam keadaan takut maupun hujan.” (HR Muslim No 705).
Ditanyakan kepada Ibnu Abbas ‘Apa maksud Nabi saw berbuat demikian itu?’ Ibnu Abbas menjawab maksudnya agar tidak memberatkan umatnya.”
Ditanyakan kepada Ibnu Abbas ‘Apa maksud Nabi saw berbuat demikian itu?’ Ibnu Abbas menjawab maksudnya agar tidak memberatkan umatnya.”
Bagi saya, dasar tersebut cukup
logis sehingga saya laksanakanlah sholat tiga kali sehari. Saya ingat betul
bahwa pertama kali saya memulainya adalah ketika siang hari yakni ketika sholat
dhuhur-ashar dan dilanjutkan dengan maghrib-isya. Ketika itu sholat shubuh
sudah saya lakukan sebelum berniat melaksanakan sholat tiga kali sehari
tersebut.
Lantas apa yang terjadi? Saya
terlambat bangun shubuh. Demikian seterusnya selama saya melakukan sholat tiga
waktu sehari yang jatuhnya malah sholat dua waktu saja.
Namun, ketika saya sholat lima
waktu lagi seperti biasa, saya masih bisa mengejar sholat shubuh. Berawal darisanalah,
saya kembali mengerjakan sholat lima waktu, bukan tiga waktu. Sederhana saja,
menurut saya sholat shubuh merupakan refleksi dari apa yang kita lakukan sehari
sebelumnya. Bisa sholat shubuh itu nikmat dari Allah, dan ketika Allah tidak
memberikan nikmat tersebut pada saya waktu itu, pasti ada yang salah. Mungkin
itu salah satu cara Allah mengingatkan saya untuk kembali sholat lima waktu.
Sederhana kan?
Seringkali saya melakukan suatu
amalan dan sering kali amalan tersebut saya gugurkan ketika hati saya tidak sreg. Seperti halnya sholat tiga waktu
tersebut, saya tidak merasa sreg
dengan apa yang saya lakukan tersebut didasarkan pada sholat shubuh yang selalu
bolong tersebut. Alhasil saya meninggalkan amalan tersebut.
Bukan hak saya untuk memutuskan
mana diantara dua amalan tersebut yang benar. Baik penganut amalan sholat lima
waktu maupun tiga waktu memiliki dasar masing-masing. Namun, bagi saya, sholat
lima waktu lah yang paling bisa membuat hati saya nyaman dan tidak membuat saya
lepas dari salah satu nikmat Allah yakni sholat shubuh. Bukankah orang yang
tidak sholat shubuh dan isya adalah ciri orang munafik?
Semoga bermanfaat.
Salam BangSatya,
Buruk.Baik.Menginspirasi
Shalat lima waktu yang dimaksud itu perlu Anda pahami lebih lanjut, banyak keterangan. Jangan hanya memahami sepotong demi sepotong...
ReplyDeleteTiga waktu itu pada umumnya boleh (shalat jama’ ) bagi orang yang safar, bukan bagi orang yang nyatai seperti kita. jadi,.. pahamilah ..!!
Maaf..
Santai saja, saya tidak menganggap tanggapan mas Agha offensif. Saya terbuka akan setiap tanggapan.
DeleteSaya tidak membenarkan atau menyalahkan lho ya. Terima kasih atas tanggapannya. :)
solat itu emang amalan yang paling fleksibel. bisa dilakukan hampir di semua kondisi, termasuk dengan konsep tiga waktu dalam perjalanan (safar).. nice information :)
ReplyDelete..dan yang paling utama :D
Delete