Agama dalam Pancasila
Sebagai warga negara Indonesia, tentu kita memiliki dasar negara yakni Pancasila. Pancasila, terdiri dari lima sila yang masing-masing sila saling berkaitan. Sila pertama menjadi dasar sila kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. Lantas, bagaimana bunyi sila pertama yang menjadi dasar dari sila yang lain?
“Ketuhanan Yang Maha Esa”
Dalam kalimat tersebut sudah jelas bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang mengakui adanya Tuhan dan menghargai kepercayaan akan adanya Tuhan tersebut. Tidak disebutkan satu atau dua agama melainkan Tuhanlah yang menjadi objek dari sila pertama tersebut.
Masih sadarkah kita bahwa bangsa Indonesia tersusun dari berbagai agama? Masih sadarkah kita bahwa pancasila merupakan sebuah dasar hukum yang universal bagi seluruh bangsa Indonesia? Bila memang kita masih memiliki kesadaran tersebut, tentu kita akan mengerti bahwa sila pertama benar-benar menjadi representasi kebutuhan dari setiap umat beragama.
Kebebasan beragama
Entah sejak kapan isu SARA mudah sekali untuk menjadi penyulut perpecahan. Saya tak tahu dengan pastinya. Namun, jauh sebelum itu, mari samakan persepsi tentang isu yang menyinggung SARA. Bagi saya sendiri, berkata, “Saya beragama A”, tidak termasuk menyinggung SARA. Toh, saya hanya mengungkapkan agama saya apa. Ketika rekan-rekan saya berkata, “Agama saya B”, itu juga tidak masalah, toh ia hanya mengungkapkan bahwa dia beragama B. justru dengan mengetahui agama rekan-rekan kita, kita makin bisa menghormati agama yang mereka anut. Bagaimana bisa kita menghormati agama seseorang ketika kita tidak tau agama yang orang tersebut anut?
Bagi saya, menyinggung SARA—dalam hal ini tentang agama—adalah meninggikan apa yang kita anggap benar dan merendahkan apa yang kita anggap salah. Padahal, toh itu anggapan sebelah pihak.
Toleransi beragama
Tentu, para founding father negara ini tidak sembarangan memilih kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Tentu, ada maksud dan tujuan yang ingin dicapai yakni kerukunan dan kesatuan. “Bhineka Tunggal Ika”, berbeda-beda tapi tetap satu. Walaupun agamanya berbeda-beda, tapi tetaplah satu, yakni bertuhan. Walaupun agama berbeda-beda, tapi tetaplah satu yakni bangsa Indonesia. Akan percuma rasanya apa yang telah dirumuskan oleh pendahulu kita agar bangsa ini bersatu dan hidup dalam kerukunan bila kita untuk saling toleran saja tidak bisa. Toleransi bukan berarti membenarkan, tapi lebih sederhana lagi, toleransi lebih cenderung menghormati. Apakah susah menghormati ati keyakinan orang lain? Apakah menghormati berarti mengikuti? Tidak! Menghormati dapat diartikan tidak mengusik ataupun menyinggung. Sederhana sekali kan? Namun, sayangnya hal seperti ini agaknya kurang bisa dimaknai sehingga makna dari toleransi itu sendiri menjadi kabur. Padahal, toleransi dapat dimaknai dengan begitu sederhana.
Silahkan cari berita di media massa yang menunjukkan toleransi umat beragama, tidak sedikit. Mana yang lebih kita inginkan, toleransi yang berujung pada suatu kerukunan dan kenyamanan hidup atau keinginan untuk merasa paling benar dan merendahkan pihak lain yang mana berujung pada sebuah perpecahan? Silahkan pilih menggunakan hati nurani.
Sentilan
Saya teringat sebuah kalimat yang diucapkan oleh seseorang pada sebuah film yang berjudul Judgement Day 2013. Seorang berkata pada seorang yang lain,
“Kemarin saya berdoa sepenuh hati pada Tuhan bersama orang-orang lain agar meteor tidak jatuh ke Bumi. Kala itu saya benar-benar berdoa, dan meteor itu tiba-tiba hancur.”
“Lantas, dimana letak permasalahannya? Bukankah itu bagus? Bukankah berarti doamu dikabulkan?”
“Saat itu aku sangat yakin pada doaku, tapi ada pikiran lain, bagaimana jika Tuhan orang lain yang menghancurkan meteor itu? Siapa yang bisa mengkonfirmasi?”
Penutup
Tulisan ini dibuat dengan senetral mungkin. Penulis berusaha mungkin berpikir secara terbuka dalam menuangkan gagasan melalui tulisan ini. Semoga tulisan ini membuka pandangan kita semua dan menjadikan kita lebih bisa saling menghargai.
Sebagai warga negara Indonesia, tentu kita memiliki dasar negara yakni Pancasila. Pancasila, terdiri dari lima sila yang masing-masing sila saling berkaitan. Sila pertama menjadi dasar sila kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. Lantas, bagaimana bunyi sila pertama yang menjadi dasar dari sila yang lain?
“Ketuhanan Yang Maha Esa”
Dalam kalimat tersebut sudah jelas bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang mengakui adanya Tuhan dan menghargai kepercayaan akan adanya Tuhan tersebut. Tidak disebutkan satu atau dua agama melainkan Tuhanlah yang menjadi objek dari sila pertama tersebut.
Masih sadarkah kita bahwa bangsa Indonesia tersusun dari berbagai agama? Masih sadarkah kita bahwa pancasila merupakan sebuah dasar hukum yang universal bagi seluruh bangsa Indonesia? Bila memang kita masih memiliki kesadaran tersebut, tentu kita akan mengerti bahwa sila pertama benar-benar menjadi representasi kebutuhan dari setiap umat beragama.
Kebebasan beragama
Entah sejak kapan isu SARA mudah sekali untuk menjadi penyulut perpecahan. Saya tak tahu dengan pastinya. Namun, jauh sebelum itu, mari samakan persepsi tentang isu yang menyinggung SARA. Bagi saya sendiri, berkata, “Saya beragama A”, tidak termasuk menyinggung SARA. Toh, saya hanya mengungkapkan agama saya apa. Ketika rekan-rekan saya berkata, “Agama saya B”, itu juga tidak masalah, toh ia hanya mengungkapkan bahwa dia beragama B. justru dengan mengetahui agama rekan-rekan kita, kita makin bisa menghormati agama yang mereka anut. Bagaimana bisa kita menghormati agama seseorang ketika kita tidak tau agama yang orang tersebut anut?
Bagi saya, menyinggung SARA—dalam hal ini tentang agama—adalah meninggikan apa yang kita anggap benar dan merendahkan apa yang kita anggap salah. Padahal, toh itu anggapan sebelah pihak.
Toleransi beragama
Tentu, para founding father negara ini tidak sembarangan memilih kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Tentu, ada maksud dan tujuan yang ingin dicapai yakni kerukunan dan kesatuan. “Bhineka Tunggal Ika”, berbeda-beda tapi tetap satu. Walaupun agamanya berbeda-beda, tapi tetaplah satu, yakni bertuhan. Walaupun agama berbeda-beda, tapi tetaplah satu yakni bangsa Indonesia. Akan percuma rasanya apa yang telah dirumuskan oleh pendahulu kita agar bangsa ini bersatu dan hidup dalam kerukunan bila kita untuk saling toleran saja tidak bisa. Toleransi bukan berarti membenarkan, tapi lebih sederhana lagi, toleransi lebih cenderung menghormati. Apakah susah menghormati ati keyakinan orang lain? Apakah menghormati berarti mengikuti? Tidak! Menghormati dapat diartikan tidak mengusik ataupun menyinggung. Sederhana sekali kan? Namun, sayangnya hal seperti ini agaknya kurang bisa dimaknai sehingga makna dari toleransi itu sendiri menjadi kabur. Padahal, toleransi dapat dimaknai dengan begitu sederhana.
Silahkan cari berita di media massa yang menunjukkan toleransi umat beragama, tidak sedikit. Mana yang lebih kita inginkan, toleransi yang berujung pada suatu kerukunan dan kenyamanan hidup atau keinginan untuk merasa paling benar dan merendahkan pihak lain yang mana berujung pada sebuah perpecahan? Silahkan pilih menggunakan hati nurani.
Sentilan
Saya teringat sebuah kalimat yang diucapkan oleh seseorang pada sebuah film yang berjudul Judgement Day 2013. Seorang berkata pada seorang yang lain,
“Kemarin saya berdoa sepenuh hati pada Tuhan bersama orang-orang lain agar meteor tidak jatuh ke Bumi. Kala itu saya benar-benar berdoa, dan meteor itu tiba-tiba hancur.”
“Lantas, dimana letak permasalahannya? Bukankah itu bagus? Bukankah berarti doamu dikabulkan?”
“Saat itu aku sangat yakin pada doaku, tapi ada pikiran lain, bagaimana jika Tuhan orang lain yang menghancurkan meteor itu? Siapa yang bisa mengkonfirmasi?”
Penutup
Tulisan ini dibuat dengan senetral mungkin. Penulis berusaha mungkin berpikir secara terbuka dalam menuangkan gagasan melalui tulisan ini. Semoga tulisan ini membuka pandangan kita semua dan menjadikan kita lebih bisa saling menghargai.
indahnya jika kita bisa bersatu dalam perbedaan..
ReplyDeletePerbedaan bukan alasan untuk berpecah, tapi salah satu modal untuk bersatu. CMIIW
Deleteumat lah yang terkadang mencederai suatu agama. sehingga persepsi seorang yang beragama A, terhadap agama B sangat jelek. dari situlah permasalahan muncul.
ReplyDeleteOleh karena itu mesti ada toleransi dalam setiap diri umat agar tidak ada kesan meninggikan maupun merendahkan. :)
Deleteagama itu bersifat netral. cuman, mamusia selalu saja menanggapi segala hal berdasarkan penilaian, baik dan buruk. Semua hal netral bisa menjadi positif atau negatif, itu tetserah kita. ke mana arah kecenderungan kita?
ReplyDeleteJustru menurut saya agama itu tidak nertal, melainkan baik untuk semuanya. Tidak ada toh agama yang mengajarkan keburukan bagi umatnya. CMIIW
Delete