“Ya, saya dahulu jadi KAHIM HMIF”, begitulah kira-kira
inti jawaban dari pertanyaan yang saya
lontarkan pada beliau, Ibu Ayu Purwarianti, dosen wali saya. Kemarin adalah
perwalian kedua semenjak saya diterima di ITB dan nyatanya baru kemarin juga
saya mengetahui bahwa beliau yang murah senyum dan menyejukkan hati ketika
dipandang merupakan mantan KAHIM HMIF dan sekarang menjabat sebagai KaProdi
Informatika, subhanallah.
Entah mengapa, tapi rasa kagum saya terhadap beliau
bertambah, pembawaan yang tenang dan murah senyum mungkin salah satunya. Terlebih
beliau pernah menjadi KAHIM HMIF, salah satu impian yang hampir setiap belajar
saya melihatnya tergantung di atas meja belajar. Rasa penasaran saya makin
bertambah ketika beliau menjawab pertanyaan demi pertanyaan, bertanyalah diri
ini bagaimana cara beliau bisa sukses menjalani kehidupan sebagai mahasiswa dan
sebagai KAHIM, beliau memberi saran:
1.
Kurangi tidur
Menurut beliau, tidur merupakan hal yang harus dikurangi untuk bisa
sukses, login sekali bagi saya. Dengan mengurangi tidur, kita punya waktu lebih
banyak untuk melakukan berbagai hal. Benar? Tentu!. Nyatanya, saat ini saya masih
saja kebanyakan tidur, buktinya malam sebelum tulisan ini saya ketik, saya
tidur dari pukul 11.30 hingga 05.45, masih sekitar 6 jam, dua kali lipat dari
target tidur yang harusnya saya miliki. Sebenarnya sayang sekali waktu tiga jam
itu bila hanya digunakan untuk tidur, karena dengan waktu tiga jam itu rasanya
saya bisa mengerjakan soal DRE, menulis di blog, melanjutkan novel, melanjutkan
menulis buku komputer, belajar hal-hal yang tidak diajarkan di perkuliahan, dan
lain-lain.
2.
Skala prioritas
Sebenarnya tips ini sudah pernah saya dapat ketika pelatihan Seven Habits dahulu, tapi sayangnya
belum sepenuhnya saya terapkan. Akibatnya sering kali saya merasa keteteran,
kuis tidak belajar, tugas belum selesai, satu selesai tapi yang lain tidak
terjamah sama sekali, sering kali saya fokus pada hal-hal yang bukan menjadi prioritas
utama, apakah kamu juga begitu? Sayang sekali. Mari sama-sama berkomitmen untuk
menjunjung tinggi skala prioritas yang kita miliki. Selalu mengutamakan hal-hal
yang menjadi prioritas pertama dan menyisihkan hal-hal yang ada di bawahnya sebelum
prioritas pertama terpenuhi.
3.
Budaya malu
Beberapa
waktu lalu beliau pergi ke Jepang untuk suatu urusan, di sana beliau membelikan
bolpoin untuk dua orang teman saya yang kemarin mendapatkan IP 4, ya, IP 4,
insyaallah semester ini dan seterusnya IP saya juga akan 4.00. Beliau bercerita
mengapa disana bisa sangat pesat kemajuannya, jawabnya sederhana, budaya malu.
Mereka malu bila tak bersekolah, mereka mlu bila tak bekerja dengan baik, mereka
malu bila bla-bla-bla-bla, sedangkan kita, apakah malu bila tidak bekerja
sekeras mungkin? Mestinya, kerja keras dianggap sebagai hal biasa, bukan suatu
beban yang memberatkan sehingga ketika kita tidak bekerja keras, rasa malu itu
muncul, otomatis kita akan kembali bekerja keras.
Lanjut lagi, merasa sadar diri dengan keadaan yang saya
miliki saya sekarang, saya pun melanjutkan pertanyaan: “Bagaimana ibu dahulu
berkomunikasi dengan massa yang notabene memang pengisi suatu himpunan?” Saya
mengira akan mendapatkan jawaban yang berbelit-belit, ternyata salah, semua
adalah hal sederhana, tapi butuh tindakan nyata agar tercapai.
1.
Sering berkumpul
Ketika sering berkumpul, seseorang akan menjadi terbiasa dengan orang
lain dan hilanglah rasa canggung diantara mereka. Otomatis, komunikasi menjadi
lebih gampang. Sedihnya, selama
kepemimpinan saya yang lalu jarang sekali saya berkumpul dengan rekan-rekan,
seperti mengisolasi diri, membuat sebuah zona sendiri yang mungkin menjadikan
rekan-rekan silau atau merasa itu adalah zona elit padahal dasar saya di sini
adalah untuk melayani mereka, saya agak salah jalan. Maaf kawan-kawan.
2.
Gunakan metode ring
Maksudnya metode ring adalah dengan mempunyai orang-orang kepercayaan,
jadi komunikasi tidak selalu harus dengan seluruh massa melainkan dengan
perwakilan dari massa tersebut. Saya memberikan informasi pada 10 orang lalu
tiap orang tersebut memberikan informasi pada 40 orang, beres perkara.
3.
Sukarela
Hal
ini juga sering saya lupakan. Rasa sukarela teman-teman seangkatan, beliau
menegaskan bahwa ketika di himpunan mereka bekerja atas dasar sukarela, ya,
saya lupa akan hal itu. Saya berpikir semua pasti “mau” dan ternyata saya
salah. Ketika teman-teman sudah sukarela bekerja sama, pastinya setiap kegiatan
akan makin bagus hasilnya karena tidak ada keluh kesah di antara kami. Maafkan
saya yang terlambat sadar, kawan.
Selain hal-hal di atas, ada satu hal lagi yang menarik bagi
saya, yaitu tentang macam-macam orang dalam bekerja. Ada orang yang bekerja drive by vision dan ada yang bekerja drive by mission. Orang yang drive by vision adalah mereka-mereka
yang bekerja dengan pandangan akhir, sesuatu gambaran yang hendak mereka capai
nantinya, istilah seven habits nya
adalah begin with the end in mind, sedangkan
orang yang drive by mission adalah
tipe orang yang mengerjakan sesuatu, pokoknya dikerjakan saja sesuatu itu,
tanpa terlalu jauh memandang. Mungkin sampai sini saya adalah orang yang
menganut paham drive by vision, bagaimana
dengan kamu?
Comments
Post a Comment
Tanggapilah, dengan begitu saya tahu apa yang ada dalam pikiranmu