Malam ini saya menulis lagi, ya, lagi. Walaupun hari ini
adalah tanggal genap, nyatanya belum ada satu halaman pun tercipta di naskah
buku komputer saya yang baru. Ada yang agak beda dari penulisan tulisan ini, apa bedanya bang? Jadi gini, biasanya
saya menulis sendirian, tapi kali ini saya engak terlalu kesepian seperti
biasanya karena ada teman lama yang
sudah saya kenal sejak 12 tahun lalu mampir lagi ke kehidupan saya dan nyatanya
tidak banyak yang mengenal teman lama saya ini, hanya beberapa orang saja.
Lanjut saja, bukan teman
lama yang ingin saya perkenalkan
ataupun saya bahas, melainkan beberapa pengalaman saya ketika SMA dahulu yang
mungkin bisa dipetik pelajaran bagi rekan-rekan maupun adik-adik sekalian.
Ketika SMA, saya adalah siswa yang biasa saja, prestasi juga segitu-segitu aja,
kalau dibilang nyesel sih iya, karena menyia-nyiakan tiga tahun masa SMA untuk
tidak memaksimalkan setiap kesempatan yang saya punya. Ada beberapa hal yang
saya sesali dan sampai sekarang belum benar-benar terperbaiki, komunikasi. Sejak awal, saya adalah tipe
orang pendiam, itulah kesan yang saya tangkap dari diri saya sendiri, entah apa
kata orang, entah bagaimana yang orang pikirkan, tapi saya menganggap diri saya
pendiam hingga saya merasa kurang bisa berkomunikasi. Pernah suatu ketika saya
mengikuti sebuah lomba pemilihan duta wisata di Kota Lumajang tercinta, dimulai
dengan tes tulis seperti biasa dilanjutkan dengan tunjuk kemampuan,
alhamdulillah semua bisa saya lalui dengan baik hingga di penghujung malam
penyisihan, saya bisa menjadi finalis dalam lomba tersebut. Oke, performance saya kala itu adalah
hipnotis, yoi bro, mirip lah kayak yang di TV, tapi lebih halus karena tanpa
api (baca: kurang bermodal), hanya berbekal omongan, dua orang rekan saya
sukses terhipnotis dan jur ipun agak kebingungan , mungkin beliau berpikir “Ngapain sih ini anak, ngomong enggak jelas!”.
Sampai di situ saya masih merasa belum lancar berkomunikasi hingga suatu malam,
waktu itu malam minggu. Tepatnya di pendopo kabupaten, datanglah saat di mana
ajang pemilihan sesungguhnya di mulai, pernyampaian visi misi oleh tiap peserta.
Entah apa visi dan misi saya kala itu, saya sudah lupa, mungkin karena saya
enggak jadi juara satu makanya saya melupakan visi misi itu. #parah. Namun,
bukan di situ inti tulisan ini, melainkan tentang seberapa gugupnya saya ketika
harus menjawab pertanyaan dari dewan jur
yang notabene merupakan orang penting di tingkat kabupaten bahkan
provinsi. Kata-kata yang tadinya sudah saya susun rapi seperti porak-poranda
diterpa badai, berantakan, apa yang saya ucapkan juga sama berantakannya. Hasilnya
adalah saya idak menjadi juara dalam ajang tersebut, hanya sampai di tahap lima
besar, alhamdulillah. Saya masih gugup dalam berbicara di depan umum. Apakah
sampai di situ? Tentu tidak, perjalanan saya masih ada lagi. Pernah suatu
ketika saya mengikuti lomba pidato bahasa Inggris yang diadakan oleh OSIS SMAN
2 Lumajang untuk memperingati HUT sekolah, bahasa Inggris? Yoi, walaupun dengan
kemampuan pas-pasan, tapi dengan kenekatan yang enggak pas-pasan, sebenarnya bukan
nekat, Cuma lagi males ikut pelajaran makanya join di acara tersebut. Saya
masih ingat betul topik yang saya dapat kala itu, Penggunaan Kalkulator Ketika Ujian. Di depan dewan juri beserta penonton
yang ternyata bukan Cuma juri, melainkan juga siswa dan guru SMP yang mengikuti
lomba dai saya berpidato dalam bahasa Inggris, gugup? Kacau? Jelas! Saya begitu
gugupnya kala itu, apa yang sudah saya tata lagi-lagi berantakan, semua keluar
sekenanya, apa yang saya ucapkan kembali banyak yang semrawut, ingin
cepat-cepat selesai rasanya, dari lima menit yang diberikan, hanya tiga menit
waktu yang saya gunakan. Dengan gagasan utama setuju penggunaan kalkulator
ketika ujian saya tetap melanjutkan pidato walaupun banyak ketidaksesuaian
dengan apa yang telah saya awang-awang. Saya keluar dari ruangan itu, lega. Betapa
tidak, setiap kali saya bicara di depan publik, selalu saya melihat begitu
banyak pasang mata memandang tepat ke dua bola mata saya, seakan saya adalah
santapan lezat. Takut!. Untungnya, ketika pengumuman juara saya mendapatkan
juara II dengan hadiah sebesar Rp. 75.000 rupiah, haha, lumayan buat mentraktir
teman-teman di bakso Pak Kabul dengan sisa uang yang tetap masuk ke kantong :D.
Apakah kemampuan berkomunikasi saya kala itu sudah membaik? Belum!
Beda masa beda cerita, pernah juga saya mengikuti lomba
siswa berprestasi Jawa Timur. Seleksi di kabupaten menghasilkan juara III,
awalnya saya sempat kecewa karena tidak mendapatkan juara I dan membuat guru
yang telah mempercayakan nama sekolah pada saya agak kecewa. Ternyata kenyataan
berkata lain, ketika di tingkat bakorwil (kumpulan dari beberapa kabupaten)
saya mendapatkan juara keempat, alhamdulillah, hadiahnya cukup untuk setengah
bulan di Bandung dengan keadaan seperti sekarang. Sebelum mendapatkan uang itu
tentu ada beberapa tahap seleksi, seleksi tulis, keahlian, dan wawancara. Untuk
tes tulis tidak terlalu banyak kesulitan yang saya temui, begitu juga ketika
saya harus memainkan gamelan (saron) di hadapan dewan juri, semua berjalan
lancar. Berbeda ketika saya harus menjawab pertanyaan di atas panggung
disaksikan puluhan peserta lomba tersebut yang merupakan juara I, II, dan III tingkap
SMP dan SMA dari tiap kabupaten, lagi-lagi rasa gugup merajai. Topik tentang Pancasila sebagai Dasar Negara bisa saya
bawakan dengan cukup baik di awal dan cukup acak-acakan di tengah jalan,
algi-lagi saya masih belum mampu berkomunikasi dengan baik, terlebih mengatasi
rasa gugup yang tidak jarang muncul ketika saya harus berbicara. Fail. Keberuntungan demi keberuntungan
itu ternyata membawa saya mengikuti
perlombaan lanjutan, pemilihan siswa berprestasi tingkat Jawa Timur.
Berlokasi di graha Pena dan ditayangkan oleh JTV, lagi-lagi saya fail di sesi
wawancara setelah sukses melewati sesi ujian tulis. Topik tentang Tata kota dan Penghijauan benar-benar
tidak bisa saya bawakan dengan baik, gugupnya begitu terasa, pertama kalinya
masuk TV, haha, itu pun saya tidak menonton bagaimana saya kala itu karena
ketiduran malah teman-teman saya yang rame membicarakan saya yang masuk TV,
sayang sekali. Lagi-lagi komunikasi yang kurang baik karena penanganan rasa
gugup yang buruk.
Sudah dua tahun sejak perlombaan itu, apakah kemampuan berkomunikasi saya sudah baik? Tidak!, tapi paling
tidak sudah lebih baik dari sebelumnya. Terlebih sekarang syaa mendapatkan
amanah untuk menjadi Ketua Angkatan STEI 2012, saya benar-benar ingin amanah
tersebut bisa menjadi sarana bagi saya untuk bisa belajar berkomunikasi,
belajar menyampaikan apa yang ada di dalam otak maupun benak saya. Bila kamu pernah
mendengar saya berkata “Banyak orang yang
punya ide-ide brilian, tapi ia tidak bisa mengungkapkannya, kan sayang banget”
sebenarnya itu adalah sindiran, bagi diri saya sendiri. Makanya, buat
rekan-rekan atau adik-adik yang punya kesempatan, yuk sama-sama digunakan
kesempatan itu dengan sebaik mungkin, belajar bersama, saya juga ingin terus
belajar bagaimana cara menyampaikan gagsan dengan baik, bagaimana cara
mendapatkan perhatian lebih ketika berbicara, bagaimana agar ucapan saya
diserap, dimengerti, dipahami, bahkan dilaksanakan. Masih banyak kekurangan
dalam diri saya yang harus saya perbaiki. Semoga tulisan ini bisa menjadi
pencerah bagi pembaca sekalian terutama bagi saya pribadi untuk terus ingat
agar selalu berlatih berkomunikasi dan mengatasi rasa gugup.
Selamat berbicara :D
Comments
Post a Comment
Tanggapilah, dengan begitu saya tahu apa yang ada dalam pikiranmu