Saya Bertemu Orang Indonesia
Lho, mas bukannya orang Indonesia? Mas bukannya lagi di Indonesia? Apa mas lagi liburan di luar negeri? Mas lagi sakit ya? Tenang, belum apa-apa saya sudah dibanjiri berbagai pertanyaan. Saya akan berbagi pengalaman saya bertemu orang Indonesia yang baru saja saya alami. Mungkin tidak kali ini saja saya bertemu orang Indonesia, tetapi mungkin baru kali ini pertemuan tersebut saya angkat menjadi sebuah tulisan.
Pada hari minggu, 19 Agustus 2012 kulaksanakan sholat idul fitri bersama keluargaku. Tempat yang kumaksud tidak jauh dari tempat tinggalku, jaraknya hanya sekitar 100 meter dari rumah yang memberikan kenyamanan padaku. Ditemani ratusan jamaat lain dan dimandikan sinar matahari pagi, kudengarkan khutbah yang disampaikan oleh khotib tadi.
Sekitar pukul 07.30 akupun pulang,seperti biasanya aku dan keluargaku bersiap untuk silaturahmi ke rumah tetangga dan keluarga. Di samping rumahku ada rumah emakku, yaitu seorang yang amat berjasa mengasuhku ketika aku masih kecil. Aku masih tetap anaknya walaupun tak lagi dalam asuhan beliau, semoga umur panjang serta kesehatan selalu tercurahkan pada beliau sekeluarga, Amin. Sewaktu aku masih kecil, aku pernah berjanji untuk membelikan baju berwarna pink untuk emakku tersayang. Namanya juga anak kecil, asal ngomong aja. Alhamdulillah, janji ketika kecilku itu dapat kutepati walau harus tertunda selama lebih dari tujuh tahun dan bukan berupa baju, tujuh tahun bukan waktu yang singkat bukan? Ketika sampai didaam rumah, mulailah percakapan hangat antara keluargaku dan keluarga emak, emak berkata
“Nak, kain yang dulu dibeliin sudah tak jahitkan, itu sekarang lagi emak keringkan habis dicuci”
“Emak takut ditagih kalau belum jadi” jawab emak ku dengan tawa khasnya yang selalu melegakanku, tanda bahwa emak baik-baik saja. Suasana nyaman ini tak berlangsung begitu lama karena memang aku dan kekluargaku harus melanjutkan perjalanan ke komplek saudaraku yang jaraknya sekitar 10 km dari rumahku.
Sekitar 15 menit perjalanan kunikmati hingga akhirnya aku sampai di rumah saudaraku. Pada suatu rumah, terjadilah percakapan yang membuat aku merenung dalam-dalam.
Lek A berkata, “Saya sebenarnya kapan waktu itu pingin kerumahnya Mas Y, tapi enggak jadi karena sepedanya enggak ada. Saya kepikiran sama Mas Y, sudah lama tidak ketemu. Saya pingin tahu keadaan An yang habis sakit.”
“Kemarin di rumah Mbah Pa ada mobil hitam, saya kira itu mobil mas Y, tapi ternyata itu mobil mantri hewan. Saya pingin ketemu sama mas Y, pingin mengunjungi keluarga”
Kami pun mengerti keadaan lek A yang memang sepedanya sedang tidak ada. Kami sangat menghargai keinginan lek untuk mengunjungi saudaranya. Ucapan lek A inilah yang membuat saya merenung. Saya benar-benar merasa bertemu dengan orang Indonesia. Saya yakin, rekan-rekan pasti tau bahwa bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang ramah dan memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi. Di saat itulah saya melihat rasa kekeluargaan yang amat tinggi antar para orang tua. Yang membuat saya merenung adalah keadaan generasi muda saat ini. Kelihatannya, rasa kekeluargaan ini semakin lama semakin melemah. Individualisme semakin menjadi-jadi. Apa-apa seperti bisa dilakukan sendiri dan seperti tidak peduli dengan keadaan orang lain. Apakah generasi muda sekarang mengelak pendapat saya tersebut?
Kita sebagai generasi muda disibukkan oleh kemajuan teknologi yang teramat pesan. Jejaring sosial seperti facebook, twitter,dll seakan menyita semua waktu kita untuk lebih care terhadap orang lain. Kita seakan terfokus hanya pada media tersebut dan menjadi antisosial. Kita seakan mempunyai dunia sendiri di dalam dunia nyata yang harusnya disanalah kita bersosialisasi dengan orang lain. Bila hal ini terus berlangsung, apakah pada masa yang akan datang bisa kita temui sebuah suasana dimana kenyamanan, keakraban,dan kekeluargaan sangat terasa?
Wahai generasi muda, sudahkah kita menjadi bangsa Indonesia yang ramah serta memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi? Ataukah kita telah menjadi generasi penerus yang tidak peduli dengan apa yang ada di sekitar kita? Masing-masing dari kita punya jawaban sendiri.
Salam
Aryya Dwisatya Widigdha
Comments
Post a Comment
Tanggapilah, dengan begitu saya tahu apa yang ada dalam pikiranmu