Ibu iri.....nak...
Kisah ini merupakan kisah beberapa tahun lalu ketika seorang keluarga bertamu kerumahku. Saat itu aku masih belajar di bangku SMA.Malam itu, pakde (sapaan untuk saudara laki-laki bapak/ibu) dan bude (sapaan untuk saudara perempuan bapak/ibu atau istri dari pakde) datang bertamu kerumah. Mereka datang berdua dengan kesederhanaannya serta senyum yang senantiasa terselip ketika berbicara.
Pakde dan budeku memang bukan orang kaya raya yang punya mobil atau barang mewah yang lain. Namun, mereka mempunyai harta yang amat berarti bagi mereka, anak mereka. Pakde adalah petani, sewaktu aku kerumahnya bersama bapak ibu aku melihat pakde sedang mengolah tembakau dan bude membantu pakde. Anak pertama dari pakde dan bude lebih tua dariku, ia bekerja, ia tak sekolah. Ia ingin membantu ekonomi keluarganya. Begitu pula adiknya, ia pun ingin membantu ekonomi keluarganya seperti apa yang kakanya lakukan. Ia tak melanjutkan ke SMP, tetapi ia bekerja, ya bekerja.
Tiba-tiba budeku bertanya,
“Kamu sekarang kelas berapa nak?”
“Kelas XI bude”, jawabku singkat
“Sekolah yang rajin ya nak, bude seneng, seneng banget lihat kamu sekolah. Saudaramu dua-duanya endak sekolah, mereka ndak mau sekolah, padahal bude pingin banget mereka sekolah. Biarlah kami yang bekerja, mereka sekolah saja, tapi mereka tetap ingin bekerja.
“Iya bude, insyaallah saya nait sekolah” jawabku mengiyakan nasihat bude.
“Bude iri nak, lihat ada anak pergi ke sekolah. Bude iri nak. Bude iri ketika orang tua yang lain mengambil rapot anaknya, tetapi bude hanya diam dirumah, bude tak datang ke sekolah untuk mengambil rapot anak-anak bude. Bude iri lihat para orang tua itu nak, bude sangat iri.Bude juga pingin seperti mereka yang setiap enam bulan datang ke sekolah, mengambil raot untuk anak-anaknya, melihat hasil belajar dari anak-anaknya, tapi apa mau dikata nak, saudaramu ndak ada yang mau sekolah. Mereka lebih memilih kerja. Bude seneng lihat kamu sekolah apalagi kalau sekolah rajin, bude kayak ngeliat anak bude sendiri, bude seneng, walaupun bude tetap iri kalau ngeliat orang tua itu. Bude iri.” Tutur bude dengan mata yang terlihat mulai berkaca-kaca
Seorang ibu yang tak bisa membohongi perasaannya sendiri. Rasa iri itu ada, ia pun ingin merasakan apa yang ibu lain rasakan. Namun sayang, ia tak bisa.
Kisah ini merupakan kisah beberapa tahun lalu ketika seorang keluarga bertamu kerumahku. Saat itu aku masih belajar di bangku SMA.Malam itu, pakde (sapaan untuk saudara laki-laki bapak/ibu) dan bude (sapaan untuk saudara perempuan bapak/ibu atau istri dari pakde) datang bertamu kerumah. Mereka datang berdua dengan kesederhanaannya serta senyum yang senantiasa terselip ketika berbicara.
Pakde dan budeku memang bukan orang kaya raya yang punya mobil atau barang mewah yang lain. Namun, mereka mempunyai harta yang amat berarti bagi mereka, anak mereka. Pakde adalah petani, sewaktu aku kerumahnya bersama bapak ibu aku melihat pakde sedang mengolah tembakau dan bude membantu pakde. Anak pertama dari pakde dan bude lebih tua dariku, ia bekerja, ia tak sekolah. Ia ingin membantu ekonomi keluarganya. Begitu pula adiknya, ia pun ingin membantu ekonomi keluarganya seperti apa yang kakanya lakukan. Ia tak melanjutkan ke SMP, tetapi ia bekerja, ya bekerja.
Tiba-tiba budeku bertanya,
“Kamu sekarang kelas berapa nak?”
“Kelas XI bude”, jawabku singkat
“Sekolah yang rajin ya nak, bude seneng, seneng banget lihat kamu sekolah. Saudaramu dua-duanya endak sekolah, mereka ndak mau sekolah, padahal bude pingin banget mereka sekolah. Biarlah kami yang bekerja, mereka sekolah saja, tapi mereka tetap ingin bekerja.
“Iya bude, insyaallah saya nait sekolah” jawabku mengiyakan nasihat bude.
“Bude iri nak, lihat ada anak pergi ke sekolah. Bude iri nak. Bude iri ketika orang tua yang lain mengambil rapot anaknya, tetapi bude hanya diam dirumah, bude tak datang ke sekolah untuk mengambil rapot anak-anak bude. Bude iri lihat para orang tua itu nak, bude sangat iri.Bude juga pingin seperti mereka yang setiap enam bulan datang ke sekolah, mengambil raot untuk anak-anaknya, melihat hasil belajar dari anak-anaknya, tapi apa mau dikata nak, saudaramu ndak ada yang mau sekolah. Mereka lebih memilih kerja. Bude seneng lihat kamu sekolah apalagi kalau sekolah rajin, bude kayak ngeliat anak bude sendiri, bude seneng, walaupun bude tetap iri kalau ngeliat orang tua itu. Bude iri.” Tutur bude dengan mata yang terlihat mulai berkaca-kaca
Seorang ibu yang tak bisa membohongi perasaannya sendiri. Rasa iri itu ada, ia pun ingin merasakan apa yang ibu lain rasakan. Namun sayang, ia tak bisa.
Comments
Post a Comment
Tanggapilah, dengan begitu saya tahu apa yang ada dalam pikiranmu