Skip to main content

Posts

Apa Terjadi Ketika Sidang Tugas Akhir

Di awal tulisan ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada mereka-mereka yang telah membantu saya hingga sampai di sini mulai dari bantuan, hadiah, kedatangan, maupun doa. Sekali lagi terima kasih terutama untuk ibu, bapak, Nova, keluarga (mas, adik, pakde, bude, lek, bapak ibu mertua), dan, dukteker IF ITB, dan kawan-kawan. Mari saya mulai cerita atau lebih tepatnya kronologi sidang akhir saya pada Senin, 30 Mei 2016. Pukul 06.30, saya sudah sampai di IF ITB untuk mengecek keadaan ruangan. Untungnya, hari jumat minggu sebelumnya, dukteker ITB sudah berkoordinasi dengan orang dapur agar ruang 7611 dapat dibuka sepagi mungkin. Pukul 06.35, mulailah melakukan pengecekan ruangan. Internet OK, proyektor OK, AC lumayan, kursi OK, karpet OK, dan seterusnya hahaha. Intinya untuk ruangan dan peralatan tidak ada masalah. Nah, mengingat proyektor di 7611 agak-agak gimana, cek dulu tampilan slide presentasi yang dibuat saat digunakan proyektor. Untungnya datang jauh lebih awal dari jadwal k

A Solution of My Stresful Period

Sejak dua minggu lalu, rasanya grafik tingkat stres saya meningkat tajam. Paling tidak, stres yang saya alami dimulai saat minggu seminar Tugas Akhir II. It was so stressful.  Biarkan saya bercerita lebih banyak. Di Teknik Informatika ITB, jadwal untuk kelulusan ditentukan dengan sangat jelas. Kalau ingin wisuda periode Juli 2016 maka harus sukses melewati tahap Seminar Tugas Akhir II dan Sidang Tugas Akhir. Seminar Tugas Akhir II dijadwalkan hanya satu minggu yakni 23 April 2016 – 29 April 2016. Bila lewat dari tanggal tersebut, yasudah, ucapkan selamat tinggal pada periode wisuda Juli.  Kalau seseorang bisa melalui Seminar Tugas Akhir II, ada waktu paling tidak satu bulan hingga batas akhir pengumpulan draft laporan tugas akhir yakni pada 23 Mei 2016. Alhamdulillah, per tanggal sekarang, sudah ada draft yang bisa dikumpulkan walaupun belum ditandatangan oleh pembimbing. Namun, tetap saja, apa yang terasa seminggu sebelum Seminar Tugas Akhir II terulang. Takut. Resah. Cemas. Ka

Menikmati Olahan Daging Kambing di Warung Sate Wong Kebumen Pak Ali

Beberapa hari belakangan ini saya sering sekali mencari informasi tempat makan olahan kambing yang ada di Bandung. Lebih-lebih, yang ada olahan lidah. Maklum, sudah sangat lama sejak terakhir kali saya makan lidah kambing hehe.  Sebenarnya, kalau mencari di Google ada beberapa opsi yang bisa dipilih untuk mengobati ngidam olahan kambing ini. Namun, karena jaraknya cukup jauh dari kontrakan, akhirnya males juga. ** Pukul 22.00 tadi, saya baru bangun dari istirahat setelah sholat maghrib tadi dan apa yang saya rasakan saat itu sama dengan istri saya yaitu lapar. Alhasil, kami sepakat untuk keluar mencari makan. Awalnya kami mencari olahan kambing seperti sop kambing di daerah Dipatiukur, tapi urung akrena tempatnya kurang bikin sreg. Sempat ingin makan di Nasi Goreng Mafia, tapi ketika sampai di sana bertemu Demsy yang sudah 30 menit menunggu tapi tak kunjung mendapatkan apa yang dipesan. Alhasil, kami kembali lagi menjelajah jalanan Bandung di malam minggu ketiga bulan ini.  Walau

Menjadi Moderator

“Kegiatan non akademik di kampus ini bisa jadi sarana untuk meningkatkan softskill yang kita miliki” Entah siapa yang berkata demikian, tapi nampaknya hal itu ada benarnya. Kali ini saya akan berbagi cerita tentang pengalaman saya menjadi moderator walaupun tentu pengalaman itu mungkin tidak seberapa dibandingkan dengan pengalaman orang lain. Namun, setiap orang memiliki keunikan dan hak untuk bercerita toh? Walaupun bukan hak untuk didengarkan. Menjadi Moderator Menjadi moderator sebenarnya susah-susah gampang. Kalau diingat dulu, kesempatan pertama saya menjadi moderator adalah saat menjabat sebagai pengurus OSIS saat SMP. Jadi, saat itu ada kebijakan setiap pengurus OSIS harus bergantian dalam menjadi moderator atau pemimpin rapat. Taukah apa yang dulu saya lakukan? Kabur. Hahaha. Saya kabur dari tanggung jawab itu. Saat rapat yang ditanggalkan hampir dilaksanakan, saya pergi, entah kemana, pokoknya pergi saja, saya takut berhadapan dengan banyak sorotan mata, sangat takut.

Berburu Barang Murah Meriah di Pasar Cimol Gedebage Bandung

Siapa sih yang tidak tahu Gedebage? Yap, surga belanja untuk para pencari barang murah bekas atau KW.  Setelah hampir empat tahun hanya tahu namanya saja, akhirnya pagi ini saya dan Nova menyempatkan pergi ke Pasar Cimol Gedebage untuk berburu kemeja, sepatu, dan celana. Bagaimana cerita perburuan tadi pagi? Yuk baca terus. Perjalanan Menuju ke Pasar Cimol Gedebage Sebenarnya, untuk menuju Pasar Cimol Gedebage tidaklah sulit, pasar ini bisa ditempuh dengan beberapa alternatif jalan. Bagi kami yang tinggal di Sadang serang, ada beberapa jalan yang bisa di ditempuh yakni Jalan A.H Nasution, Jalan Nasional III, dan Jalan Ibrahim Adjie. Rute ke Pasar Cimol Gedebage Karena kami berangkat cukup pagi yakni sekitar pukul 07.30 maka saya memutuskan untuk melewati Jalan A.H Nasution mengingat kalau pagi dan bukan hari kerja tidak terlalu macet dan Jalan A.H. Nasution pun cukup lebar bila terjadi kemacetan sehingga harus menyelip di sela-sela kendaraan lain. Alhasil, kami sampai p

Memilih Tempat Hidup

Ternyata, sudah sebulan saya tidak membuat tulisan di bangsatya.com padahal dulu sangat ingin minimal satu minggu ada tulisan baru, tapi toh akhirnya jarang-jarang juga menulis di blog. Kali ini saya ingin bercerita tentang beberapa hal yang saya pikirkan beberapa waktu yang lalu. Tentunya, tidak jauh-jauh dari kehidupan setelah lulus. Memilih Tempat Hidup Setelah tempo hari dibingungkan dengan kegiatan setelah lulus, kemarin saya dibingungkan dengan tempat yang harus saya pilih untuk hidup. Beberapa hari yang lalu saya menyempatkan pulang ke Lumajang dan Bondowoso karena ada saudara saya yang menikah. Dalam waktu yang singkat tersebut, anggap saja 3 hari, saya sudah bisa menarik kesimpulan bahwa kedua kabupaten itu adalah tempat yang sangat tempat bila saya menginginkan kehidupan yang nyaman, aman, dan tentram. Beneran lho, nyaman karena di sana kalau malam bisa melihat bintang di langit tanpa harus naik ke puncak gunung, aman ya karena memang di sana orang nya baik-baik, ama

Data Driven Self Evaluation [?] Untuk Kesuksesan Tugas Akhir

Akhir-akhir ini sering lah kita mendengar istilah-istilah data driven bla bla bla bla dan seteusnya. Nah, saya coba jadi orang latah dengan membuat judul yang demikian. Namanya, Data Driven Self Evaluation yakni Evaluasi Diri Didorong Data. Kalau definisi saya sih, intinya evaluasi yang berdasarkan data. Lho,evaluasi bukannya harus selalu dengan data? Untuk orang-orang seperti saya sepertinya butuh yang taktis, data. Mungkin kalau sudah mumpuni, bisa lah ya pakai "rasa" saja. Latar Belakang Beberapa minggu yang lalu saya sempat kaget mendengar jawaban kawan saya (dewa) ketika saya tanya progres tugas akhirnya, "Sudah 50% an lah.", Anjai kuda, sudah jauh kali ni orang. Ku tanya lagi lah dia, "seriusan kau?", "Iya lah, gue ngerjain nya siang malam!". Mampus, di saat tugas akhir ku tak kusentuh dan mungkin bad sector di HDD. (penggunaan kata aku dan saya digunakan kondisional, tidak konsisten, dan bisa jadi bercampur-campur). Saya