Ternyata, sudah sebulan saya
tidak membuat tulisan di bangsatya.com padahal dulu sangat ingin minimal satu
minggu ada tulisan baru, tapi toh akhirnya jarang-jarang juga menulis di blog.
Kali ini saya ingin bercerita tentang beberapa hal yang saya pikirkan beberapa
waktu yang lalu. Tentunya, tidak jauh-jauh dari kehidupan setelah lulus.
Memilih Tempat Hidup
Setelah tempo hari dibingungkan
dengan kegiatan setelah lulus, kemarin saya dibingungkan dengan tempat yang
harus saya pilih untuk hidup. Beberapa hari yang lalu saya menyempatkan pulang
ke Lumajang dan Bondowoso karena ada saudara saya yang menikah. Dalam waktu
yang singkat tersebut, anggap saja 3 hari, saya sudah bisa menarik kesimpulan
bahwa kedua kabupaten itu adalah tempat yang sangat tempat bila saya
menginginkan kehidupan yang nyaman, aman, dan tentram. Beneran lho, nyaman
karena di sana kalau malam bisa melihat bintang di langit tanpa harus naik ke
puncak gunung, aman ya karena memang di sana orang nya baik-baik, aman di jalan
raya karena juga jalanan sepi, dan tentram karena suasana yang ada sangat jauh
dari hingar bingar kota besar. Jujur, saya sangat tertarik untuk pulang ke
Lumajang atau Bondowoso.
**
Kalau saya mau egois, mau nyaman
saja, saya akan pulang, saya akan langsung pulang. Namun, justru saya takut
bila harus cepat-cepat pulang. Saya takut akan terlalu nyaman di sana dan
terlena. Ya bagaimana, orang semua sudah tercukupi dan tersedia, mengapa harus
susah-susah. Beda halnya bila saya terus di Bandung, melanjutkan studi ke
program magister di ITB sambil bekerja paruh waktu, ada banyak hal yang harus
saya perjuangkan, ada banyak lapangan pekerjaan yang tersedia, dan tentunya ada
banyak kesempatan untuk menyalurkan kemampuan yang saya miliki. Kalau saya
pulang, mungkin tidak banyak hal yang bisa saya lakukan secara langsung terkait
kemampuan saya. Bisa sih bisa, tapi tidak murni tentang keilmuan informatika.
**
Akhirnya, saya memutuskan untuk
menetap di Bandung terlebih dahulu. Ya minimal sampai sepuluh tahun ke depan.
Minimal sampai saya selesai studi magister dan mengumpulkan banyak modal hingga
nanti akhirnya saya pulang. Saya tidak ingin pulang hanya untuk
bernyaman-nyaman saja! Saya ingin pulang untuk membereskan permasalahan yang
ada di Lumajang. Ya saya memang bukan siapa-siapa, apalagi istimewa, tapi
paling tidak saat ini demikianlah pemikiran saya tentang cara saya berbakti ke
Lumajang. Saya ingin ketika pulang nanti datang dengan modal untuk beberes,
jadi bukan pulang untuk memperkaya diri.
Oh iya, Lumajang itu dikenal dengan
produksi pasir besi yang sering dipakai pada mega proyek. Percaya atau tidak,
pasri besi dari Lumajang sangat bagus kualitasnya karena berasal dari muntahan Gunung
Semeru. Sayangnya, pendapatan asli daerah dari pasir sangat kecil, kalau tidak
salah 2015 tidak sampai 1 Milyar. Barulah setelah kasus Salim Kancil mencuat,
pendapat asli daerah dalam beberapa bulan dari pasir bisa melampaui pendapatan
asli daerah dari tahun-tahun sebelumnya. Aneh kan? Padahal, dengan keadaan sekarang
pun pendapatan asli daerah dari pasir masih sangat bisa ditingkatkan. Caranya? Kebijakan
satu pintu. Semua pasir yang ada di Lumajang dikelola oleh pemerintah daerah
dan semua kebutuhan terkait pasir harus langsung membeli dari pemerintah
daerah. Enak kan? Jadi bukan hanya dapat pemasukan dari retribusi tapi juga
pasir itu sendiri. Ah, ini kan teoritis, nanti di lapangan mungkin tidak akan
mudah karena bisa jadi ada kepentingan belakang layar sehingga alternatif
seperti ini tidak pernah dijalankan walaupun sudah dipikirkan.
**
Selain berpikiran untuk
melanjutkan studi, saya juga berpikiran untuk pulang ke Lumajang dan Bondowoso
selama beberapa waktu mungkin satu bulan, dua bulan, atau tiga bulan setelah
lulus. Saya ingin tahu, apa yang bisa saya kerjakan di sana, dengan atau tanpa
keilmuan yang saya pelajari di perkuliahan. Ah, tapi ngapain juga mikir sejauh
itu, lulus saja belum!
Comments
Post a Comment
Tanggapilah, dengan begitu saya tahu apa yang ada dalam pikiranmu