Skip to main content

Posts

Setelah Selesai Kuliah, Mau Apa?

Ah, sudah tidak terasa, pagi ini, 4 Desember 2015 adalah hari terakhir perkuliahan sebelum masuk ke masa ujian pada semester I 2015/2016. Bagi anak TPB, singkatan dari tahap persiapan bersama, semester pertama dalam hidup mereka di ITB akan segera berakhir dan datanglah masa-masa UAS sebelum mereka pulang kampung. Ya, bagi yang pulang sih. Kalau boleh, saya ingin bercerita random saja kali ini. Setiap tingkatan memiliki kisah yang berbeda-beda. Tingkat satu bebas pulang, tingkat dua kesempatan pulang karena sudah sibuk kegiatan kemahasiswaan seperti kaderisasi, tingkat tiga sibuk dengan kerja praktek, dan yang terakhir adalah tingkat empat yang sibuk dengan TA (Tugas Akhir) Alhasil kali ini saya dan istri tidak pulang ke Lumajang maupun Bondowoso. Sederhana saja, daripada pulang tapi di sana tidak bisa mengerjakan TA dengan tenang, mendingan ditunda dulu pulangnya supaya cepat lulus, toh nanti juga pulang. Untungnya, pada liburan semester kali ini, justru keluarga kami yang datang k

Ah, Aku Masih Mata Duitan

Sebut saja hari itu adalah Sabtu, 21 November 2015. Ketika beberapa minggu sebelumnya sudah ada kawan yang menghubungi untuk mengisi sharing terkait blogging pada acara pembinaan suatu beasiswa. Ah, ini kan teman ku, masak aku tolak, ya aku terima saja, toh aku juga cukup suka nge-blog, jadi ya agak bisa lah dipertanggungjawabkan, pikirku. Waktu berlalu, hingga ada orang lain yang menghubungi saya untuk menindaklanjuti kegiatan ini. Usut punya usut ternyata kegiatan itu tidak dilakukan di Bandung melainkan Jatinangor. Wah, jauh juga ya? Seingat saya, hanya sekali saya ke Jatinangor yakni saat tingkat I dulu ketika menjadi peserta Diklat Dasar Aktivis Terpusat (DDAT) 2013. Wah, harus atur jadwal nih, wah harus nyiapin biaya nih. Mulailah pikiran-pikiran terkait materi muncul dalam benak saya. Pengalaman menjadi pembicara di beberapa di beberapa kegiatan membuat saya agak materialistis, banyak mikir tentang duit. Ah, ternyata saya masih serendah itu. Ketika Hari Itu Tiba Tanggung jawa

Mempertentangkan Hal Yang Sama

Merantau nampaknya sedikit banyak membuat pikiran saya menjadi lebih terbuka. Lingkungan yang berbeda, cara memandang yang berbeda, hingga tekstual yang berbeda membuat pikiran dipaksa sedikit demi sedikit untuk tidak kaku dan itu-itu saja. Ia dipaksa menerima kenyataan bahwa ada berbagai versi terkait hal yang sudah kita kenali selama ini. Berbeda Tapi Sama Saya punya pengandaian seperti berikut. Suatu hari saya punya dua teman yang sedang berulang tahun, lantas saya hendak memberikan kado kepadanya. Saya hanya memiliki satu jenis kado tapi ada beberapa jenis bungkus. Setiap teman saya mendapatkan satu buah kado yang bungkusnya berbeda. Secara sekilas, kedua teman saya merasa bahwa kado yang saya berikan berbeda. Padahal sama, hanya bungkusnya saja yang berbeda. Hal-hal seperti ini sering kali kita temui dalam keseharian. Parahnya adalah kita sampai ngotot-ngototan menegakkan keyakinan kita padahal esensi dari keyakinan yang lain ya sama saja. Peyeum bin Tape Kalau saya tany

Menjadi Part-Timer Administrator Jaringan

Berdebu! Sepertinya itulah keadaan blog saya setelah ditinggalkan selama 17 hari tanpa ada postingan baru tapi dengan harapan ada komentar baru yang muncul. Kali ini saya akan bercerita lagi, masih terkait dengan tulisan sebelumnya yakni menjadi seorang part-time-worker¬. Menjadi Part Timer Menjadi part-timer berarti ada sebagian waktu yang kita sisihkan untuk mengerjakan tugas kita. Sebagai seorang ¬part-timer administrator jaringan, tentu harus ada sebagian waktu yang harus saya alokasikan untuk mengelola jaringan tempat saya mengabdi. On Call Duty Salah satu hal yang ditakutkan oleh banyak orang ketika menjadi seorang part-timer adalah on call duty atau bahasa kerennya, siap sedia setiap saat ketika diperlukan (dipanggil). Lho, mas kan lagi kuliah, kalau tiba-tiba on call duty gimana? Well, saya juga bingung! Hahaha. Untungnya part-timer administrator jaringan memberikan banyak keleluasaan terkait waktu. Prinsip nya sederhana, no problems, no call. Selama reliability dan availabili

Mengapa Kita Harus Mencoba Bekerja Paruh Waktu

via https://media.licdn.com/mpr/mpr/p/5/005/07f/059/2d19d9e.jpg Masa-masa kuliah tingkat IV ini sepertinya lebih “manusiawi” daripada perkuliahan pada semester sebelumnya. Walaupun SKS yang diambil sama, saat ini saya mengambil hanya 20 SKS, tapi rasanya beban perkuliahan semester ini lebih manusiawi. Ya bayangkan saja, dari 20 SKS, 4 SKS tidak selalu ada waktu tatap muka, hanya tugas sesekali saja. Jadinya serasa 16 SKS, dan benar-benar jauh lebih terasa santai daripada semester sebelum-sebelumnya walaupun beban perkuliahan semester ini tidak kalah berat. What really dangerous for you is Saya pernah membaca entah di mana, bahwa yang lebih berbahaya dari waktu sibuk adalah waktu senggang. Well, saat waktu senggang inilah kita merasa bebas dari berbagai hal dan merasa semua baik-baik saja tanpa tuntutan padahal nyatanya ada banyak hal yang harus dikerjakan dan kita bereskan. Menjalani perkuliahan yang serasa 16 SKS ini berpotensi untuk bermalas-malasan, mager, merasa tidak ada

Memilih Cinta Dalam Perbedaan

Setelah tahu bahwa rata-rata waktu yang saya butuhkan untuk membuat tulisan hanya sekitar 20 menit maka saya menyempatkan membuat tulisan hari ini. Supaya? Supaya saya terbiasa lagi menulis, menghilangkan rasa jenuh, dan berbagi pendapat maupun pengalaman. Walaupun sedang banyak tugas yang harus dikerjakan. Mari kita mulai. Suatu ketika saya membaca status line seorang adik tingkat yang kurang lebih isinya seperti berikut. "Persamaan yang menyatukan kita, tapi perbedaan yang menguatkan." Awalnya oke-oke saja hingga ada satu pertanyaan yang jleb banget. “Tapi kalau beda agama gimana kak?” Gotcha! Pertanyaan pamungkas keluar, dan suasana menjadi hening. Mungkin karena belum ada jawaban yang bisa memuaskan banyak pihak terkait pertanyaan tersebut. Cin(t)a Salah satu film yang menurut saya patut ditonton terkait perkara ini adalah Cin(t)a. Film yang mengambil latar tempat kampus ITB dan tokoh nya yakni mahasiswa ITB ini bercerita tentang dua orang yang sali

Trade-Off Setelah Menikah

Sampai sekarang masih saja ada beberapa orang yang bertanya, “Ya, gimana setelah nikah?”. Sebenarnya, jawaban dari pertanyaan tersebut sangat-sangat luas sebab tidak ada pembatas mengenai bidang yang spesifik. Namun, saya akan coba menjawab. Kalau dulu sebelum menikah saya bisa ke mana saja dan kapan saja, ya sekarang sih tidak bisa. Ngoprek sampai malam di kampus atau bahkan menginap, ah, sudah biasa. Sekarang? Wah, sudah jarang bro! Untungnya di kos sekarang internet kenceng, thanks IndiHome hahaha “Lho, kok enggak bisa pergi ke mana aja dan kapan aja?” , bukan karena tidak bisa, tapi lebih karena tidak mau. Kalau saya pergi, nanti yang menemani istri saya di rumah siapa? Kalau saya pergi, yang memastikan istri saya sehat wal afiat siapa? Jadi, bersama bukan kebutuhan dia saja, tapi kebutuhan saya juga. Ya bagaimana, ketika saya pergi sendiri, saya jadi kepikiran, dia sehat? Dia sudah makan? Sekarang ngapain? Khawatir! Semoga bukan paranoid. Yang jelas saya ingin memastik