Kalau uang disimpan di tabungan saja, nanti bakal habis kena biaya administrasi
Banyak yang bilang, kalau kita bisa lho dapat uang tanpa harus kerja. Istilahnya, biarlah uang yang bekerja untuk kita. Terus, banyak ajakan seperti,
"Ayo invest di saham"
"Ayo invest di crypto"
"Ayo invest di deposito"
"Ayo invest di emas"
dan lain sebagainya.
Sebagai awam, tentu bingung dong harus investasi di mana? Sebagai sesama awam, yang sudah mencoba beberapa instrumen investasi sejak 2018, saya mau sedikit bercerita, semoga memberi gambaran bagi rekan-rekan yang mau mencoba. Disclaimer on ya, hanya sharing pengalaman pribadi saya saja.
Memulai Investasi
Sejak pertama kali punya rekening bank di SMA, rasa-rasanya uang yang dipunya hanya disimpan di dalam tabungan. Kalau misal dapat rejeki karena selesai proyek atau suatu kerjaan, uangnya akan segera masuk ke rekening tabungan saja. Padahal, kalau misalkan nominal kecil, ada biaya administrasi rekening yang lumayan juga, katakanlah 25 ribu per bulan. Kalau uang yang ada di tabungan katakanlah 2 juta rupiah dengan bunga per tahunnya 0.2% yang mana artinya setiap bulan mendapatkan bunga sekitar 333 rupiah, lama-lama uangnya akan habis kan termakan oleh biaya admin rekening? Oleh karena itu, sejak 2018 saya mencoba untuk menggunakan instrumen investasi lain yaitu reksadana.
Apa itu Reksadana?
Mengacu kepada Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pasal 1 ayat (27) didefinisikan bahwa Reksa Dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. (https://www.idx.co.id/produk/reksa-dana/)
Sederhananya, reksdana ini produk investasi yang kita menitipkan uang kita pada pihak tertentu dan dikelola oleh yang namanya manajer investasi. Istilahnya, bagi orang yang ingin berinvestasi tapi tidak punya pengalaman dan ingin untuk mendelegasikan investasinya ke pihak lain, hal tersebut dipercayakan pada produk reksadana dan manager investasinya.
Menariknya, reksadana sendiri terbagi menjadi empat jenis yakni:
- Reksadana pasar uang
- Reksadana pendapatan tetap
- Reksadana saham
- Reksadana campuran
Pembagian jenis ini berdasarkan kemana saja uang yang dikumpulkan itu diinvestasikan misal untuk ke pasar uang, ke utang, ke saham, dan lain sebagainya. Detil dari masing-masing, bisa dibaca pada situs idx.co.id.
Pada 2018 lalu, ketika mencoba menggunakan reksadana sebagai instrumen investasi di Bukareksa, saya memilih dua tipe reksadana yakni pasar yang dan campuran. Pemilihan Bukareksa sebagai tempat pembelian juga karena waktu itu ingin belajar dahulu tentang reksadana dan bisa dilakukan dengan pembelian yang murah mulai dari 10 ribu rupiah saja. Jadi, tidak perlu modal besar.
Beralih ke Saham
Setelah beberapa waktu menggunakan reksadana, saya sudah lebih percaya diri untuk mencoba instrumen investasi lain dan mulailah beralih ke saham. Setelah membuka akun di sebuah sekuritas, tepatnya pada 7 Februari 2019 saya perdana membeli sebuah saham, untuk belajar.
Ada beberapa alasan mengapa saya pindah dari reksadana seperti pergerakan harga di reksadana terlalu lambat yang mana kita baru tahu investasi kita untung atau tidak pada keesokan hari, sedangkan dengan kepercayaan diri saat itu, rasanya sudah cukup siap untuk memantau investasi lebih lama di saham yang harganya berubah sewaktu-waktu dan dapat dijual saat itu juga. Pada reksadana, penjualan memerlukan waktu beberapa hari.
Namun, kembali lagi, karena dulu mentalnya hanya siap profit tapi tidak siap harga saham turun, akhirnya sempat vakum beberapa waktu pada rentang 2019, 2020, dan baru kembali aktif di 2021 setelah menetapkan diri untuk menggunakan saham sebagai investasi jangka panjang dengan menharapkan dividen perusahaan.
Kalau saya cek beberapa saham yang saya jual di tahun 2019 dulu, ada beberapa sih yang sahamnya sekarang naik tajam, tapi tidak sedikit juga yang harganya di-situ-situ saja atau bahkan lebih rendah dari harga yang saya punya dulu. Balik lagi, karena mentalnya belum siap, ya akhirnya sell on panic di harga yang lebih rendah. Rugi deh.
Mengombinasikan Semuanya
Ketika dua tahun kebelakang saya mencoba belajar investasi tanpa punya financial goal, sekarang, saya mencoba berinvestasi sesederhana untuk mendapatkan pendapatan pasif untuk menutupi biaya-biaya bulanan seperti biaya listrik, biaya internet, dan lain sebagainya. Sukur-sukur kalau untuk membayar biaya tersebut, semuanya sudah bisa dari hasil investasi, bukan lagi mengambil dari gaji.
Atas dasar itu dan pengalaman yang lalu-lalu saya mencoba mengombinasikan beberapa instrukmen investasi yang menurut saya cocok dengan profil risiko saya yang low tapi returnya lumayan. Paling tidak, bisa lebih dari biaya admin rekening supaya uang tidak habis. Dari hasil cari-cari, berikut adalah return yang mungkin di dapat pada beberapa instrumen investasi yang syariah.
Menarik kan? Dalam setahun, kita bisa dapat untung 5-8% dengan invest di reksadana dan bisa start dengan uang 100ribu. Saya tidak mencantumkan reksadana campuran dan saham karena tidak cocok dengan profil resiko yang saya anut, tapi memilih langsung invest ke saham agar bisa dapat dividen tahunan. Namun ingat, dibalik return yang tinggi, ada risiko gagal bayar dan sebagainya, makanya perlu jeli untuk memilih produk reksadana yang tepat.
Instrumen Investasi Lain
Untuk instrumen lain, ada banyak yang belum saya coba. Tapi, kembali ke petuah dari Ko Sam, di Channel Samual & Claudya, investasi itu bukan untuk punya uang sebanyak-banyaknya, tapi untuk mencapai financial goal. Jadi, selama saya merasa cukup dengan yang saya punya sekarang, ya tahan dulu untuk mencoba produk lain yang belum saya pahami seperti cypto. Memang, returnnya tinggi sekali pada beberapa kasus, tapi turunnya juga enggak karuan pada beberapa kasus. Dibanding cryptosaya lebih memilih saham karena ada dividen yang didapat setiap tahun jika harus hold saham tersebut terus menerus sedangkan pada crypto hal tersebut tidak ada. Kalau hold ya hold, sebelum harga naik dan jual, ya tidak ada keuntungan lain. Tapi kembali lagi, ini semua sesuai dengan profil risiko masing-masing, kalau cocok, kenapa tidak?
Hal yang sama juga berlaku pada emas dan tanah, menurut saya tanah masih tidak cocok dengan saya karena modalnya harus besar dan tidak seliquid instrumen investasi lainnya. Belum lagi drama di lapangan karena ada pengguna lahan liar dan lain sebagainya.
Penutup
Sebagai penutup tulisan ini, saya kembali mengingatkan bahwa setiap orang punya goal yang berbeda. Saya mencoba bercerita pengalaman saya selama ini agar pembaca memiliki gambaran instrumen investasi apa yang sebenarnya mungkin untuk digunakan. Kalau saja saya sudah terpapar informasi terkait instrumen investasi di atas sejak 2012, pasti saya juga akan mengalihkan sebagian uang tabungan ke instrumen tersebut.
Sekian tulisan kali ini, selamat belajar.
salam.
Comments
Post a Comment
Tanggapilah, dengan begitu saya tahu apa yang ada dalam pikiranmu