Skip to main content

Parenting #1 : Kepercayaan dan Kesabaran


Sepertinya baru pertama kali saya menulis tentang parenting. Berhubung saya belum punya anak tapi sudah pernah jadi anak maka tulisan ini akan saya sarikan dari pengalaman saya dididik oleh kedua orang tua saya. Hitung-hitung, sebagai modal untuk mendidik anak saya nanti.
Setiap manusia adalah juara bahkan sejak pertama kali dilahirkan, katanya. Hal ini disebabkan oleh perlombaan pra kehamilan yang diikuti oleh banyak sekali sperma yang memperjuangkan satu sel telur. Oleh karena itu, boleh lah disebut bahwa setiap manusia adalah juara sejak lahir. Tidak terasa, saat ini saya sudah hampir berusia 22 tahun. Artinya, 22 tahun, orang tua saya mendidik saya. Sebuah proses yang sangat panjang, lama, dan (mungkin) melelahkan, bukan?

Sekolah Dasar – Menengah – Atas
Saya mencoba mengingat-ingat masa kecil saya. Sepertinya, saya belum lah menjadi anak yang bisa dibanggakan orang tua. Ketika kelas 1, nilai saya jelek, mungkin kisaran 6-7. Ketika kelas 2, kelas 3, dan kelas 4, sepertinya tidak jauh berbeda. Yang paling saya ingat, saat kelas 5 ketika Bu Dian menjadi wali kelas saya, untuk pertama kalinya, saya mendapatkan ranking di kelas. Memang, bukan ranking 1 melainkan ranking 8. Mulailah, saat itu saya merasa, saya ada, saya mampu, saya bisa. Selanjutnya? Jangan ditanyanya. Entah bagaimana, alhamdulillah, saya selalu mendapatkan ranking yang (mungkin) membahagiakan orang tua saya, ranking 1. Lantas, saat SMP bagaimana? Sama, ranking 1 (atau mungkin pernah 2?) adalah santapan wajib tiap semester. Lalu, saat di SMA yang katanya SMA terfavorit di Lumajang bagaimana? Sama! Hampir selalu ranking 1, walaupun pernah ranking 2 saat semester genap kelas X. Alhamdulillah, dengan modal itu, bisa lolos ke ITB melalui SNMPTN Undangan 2012. Jadilah orang tua cukup lega dari segi pikiran.

Perkuliahan
Nampaknya, kuliah di ITB bagi anak desa seperti saya tidak sepenuhnya mulus kalau soal akademik. Di semester pertama, IP saya bisa saya anggap lumayan lah, walaupun kalau main komparasi dengan kawan-kawan lain, apalah IP ini. (Well, saya pernah membuat tulisan bahwa IPK bukan segalanya, sepertinya memang benar, tapi kalimatnya kurang lengkap, seharusnya, “IPK bukan segalanya, tapi banyak hal ditentukan oleh IPK.”). Kalau melihat tanggal posting tersebut (5 Mei 2013), sepertinya tulisan itu saya buat sebagai pembenaran saja hahahaha. Pada semester selanjutnya, apakah IP saya naik? Boro-boro naik, tetap saja tidak, malahan terjun sekitar 0.3. Untungnya, saya masih diperkenankan masuk ke Program Studi impian, Informatika.

Sering sekali kakak tingkat yang bercerita bahwa Tahap Persiapan Bersama (TPB) adalah Tahap Paling Bahagia, karena beban saat itu sangat sedikit dibandingkan saat masuk Program Studi. Mulailah saya agak ketakutan, wah, IP semester 2 yang seperti aja rendah, apalagi semester 3 saat di jurusan. Suatu ketika, IP semester 3 keluar dan ternyata, IP semester itu lagi-lagi terjun 0.3. What the f! am I that stupid? Mau bilang apa nanti ke orang tua. (Pada akhirnya saya menyampaikan IP saya yang menyedihkan itu tanpa dimarahi sedikitpun). Kalau tren nya turun 0.3 tiap semester, bisa-bisa nanti punya pengalaman jadi NASAKOM (Nasib Satu Koma). Namun, ternyata Allah masih kasihan kepada saya dan menghindarkan saya dari stres, perlahan dinaikkan lah IP saya sebanyak 0.5, lalu dinaikkan lagi 0.6, dinaikkan lagi 0.05, dan terakhir dinaikkan lagi 0.35. Alhamdulillah.

Kepercayaan dan Kesabaran
Kamu sebenarnya mau ngomong apa sih mas? Daritadi kok pamer! Sejujurnya saya tidak berniat pamer, tapi menurut saya penting untuk membeberkan kronologis tersebut karena sangat berkaitan dengan topik bahasan kali ini yakni kepercayaan dan kesabaran. 

Coba bayangkan, bila sejak kelas 1-4 SD orang tua saya tidak percaya kepada saya dan tidak lagi sabar atau paling buruknya, muncul ucapan yang tidak menyenangkan seperti “Kok cuman dapat segini!”,”Ayo dong, seperti si X”, “Bodoh!” dan sebagainya, wah, bisa jadi saya malah, “Ya sudah lah”. Namun, toh kenyataannya orang tua saya sabar mendidik saya dan percaya bahwa saya bisa, saya berusaha dengan versi saya, dan tetap berpikir positif. Bayangkan saya, orang tua saya harus menunggu selama hampir 5 tahun sejak menyekolahkan saya di SD untuk mendapatkan kebanggaan saat mengambil rapor saya.

Begitu pula saat kuliah, selama dua semester berturut-turut, orang tua saya harus mendapati kenyataan bahwa IP saya selalu turun dengan tragis. Orang tua saya tidak marah sama sekali, hanya memberikan nasihat dan harapan. Tidak pula mengungkit usaha yang telah dilakukan seperti, “Kamu yang benar kalau kuliah, bapak ibu capek-capek bekerja untuk membiayai kuliah kami” dan sebagainya, tidak pernah. Alhamdulillah, IP di semester-semester selanjutnya terdapat peningkatan. (Suatu ketika saya pernah bertanya ke Ibu saya mengapa saat IP saya jelek, ibu tidak marah. Ibu pun menjawab, “Ibu yakin kamu sudah berusaha. Lagipula, di sana mungkin memang susah, jadi tidak perlu dibanding-bandingkan.” Bagi saya, itu adalah jawaban yang menyejukkan hati.)

Pada akhirnya saya menyadari bahwa memberikan kepercayaan (bisa dibilang berbaik sangka) dan sabar bukanlah hal yang mudah. Namun, hasilnya akan bisa dinikmati. Yang sering salah dilakukan adalah membatasi jangka waktu kepercayaan dan kesabaran itu sendiri. Memang, dalam beberapa hal, itu memang benar tapi dalam hal lain, ada kalanya kepercayaan dan kesabaran harus diberikan terus menerus tanpa batas, apalagi terkait manusia. Tentu, jangan lupa diiringi dengan doa, supaya si dia yang kita percayai dan beri kesabaran, menyadari dan mau mengubah diri jadi lebih baik.

Ah, sudah hampir jam 7 pagi.

Comments

Popular posts from this blog

Tricky Installation RouterOS on Windows 10 using Hyper-V

Hi, After two days wondering and trying to find why i can't install RouterOS on Windows 10 using Hyper-V, i have found that the solution for undetected interface is very simple. It is jsut change from default Netowrk Adapter to Legacy Network Adapter. So, here is it, my new tutorial. Hope you enjoy and don't hesitate to ask.

Maniak-it.com Pindah

Maniak-it.com Pindah   Logo bangsatya.com Sehubungan dengan expired nya domain maniak-it.com maka maniak-it.com dipindah ke main.bangsatya.com . Sebenarnya bukan tanpa alasan memindahkan maniak-it.com ke main.bangsatya.com , banyak hal yang menjadi alasan pemindahan ini yaitu Maniak-it.com tidak terlalu sering diupdate sedangkan bangsatya.com begitu sering diupdate. Distribusi traffic tidak merata dan ingin dimeratakan hanya ke bangsatya.com Pendapatan adsense dari bangsatya.com jauh dari maniak-it.com sehingga diharapkan dengan beralihnya traffic maniak-it.com ke bangsatya.com maka pendapatan adsense makin meningkat. dll Nah, itu dia beberapa alasan dipindahnya maniak-it.com ke main.bangsatya.com. Jangan khawatir, layanan yang ada di maniak-it.com tetap bisa dinikmati di main.bangsatya.com tanpa terkecuali. Pengguna akan tetap bisa menikmati: Backlink generator : http://main.bangsatya.com/backlink-generator.php Proxy Checker : http://main.bangsat...

Hari pertama : Salam kenal dari BangSat

Salam kenal, Ca-Kawan :D Setelah sekian lama nge-blog karena keinginan sendiri tanpa keterikatan dan tuntutan maka sekarang saya sedang mencoba menaklukkan tantangan Bang Claude yakni “ Tantangan Ngeblog 30 Hari ”. Maklum, orang bergolongan darah B kan suka tantangan :p. Kalau biasanya saya bisa ngeblog sesuka hati, maka sekarang saya harus ngeblog dengan beberapa kriteria yang mungkin tidak asing, tapi tak begitu mudah dilakukan. Konsisten dan On Demand . Inilah poin penting yang menurut saya menjadi dasar diadakannya chalange ini. Oke, nama saya Aryya Dwisatya Widigdha. Saya biasa dipanggil Yayak, Aryya, Dwi, Satya, Widi, atau bahkan BangSat. Tiap nama panggilan punya sejarah masing semisal Yayak adalah nama panggilan dari orang-orang yang paling pertama mengenal saya seperti orang tua, saudara, teman sejak TK/SD. Aryya, panggilan dari rekan-rekan SMP dan SMA. Dwi, Satya, dan Widi merupakan panggilan yang kerap kali dilayangkan oleh kawan-kawan blogger, pecinta IT, dan ...