“Waktu berlalu begitu cepat hingga terkadang kita tidak menyadarinya telah jauh tertinggal.”, Aryya Dwisatya Widigdha
Minggu lalu, 28 Desember 2014 saya
sampai di Jakarta bersama seorang rekan saya sebut saja Dede disambut dengan
udara yang kering dan panas, tapi pagi ini hujan masih turun sejak kemarin.
Alhasil, hawa sejuk bisa saya rasakan walaupun mempersempit ruang gerak saya.
Minggu Pertama
Rencananya, saya akan berada di
Jakarta hingga beberapa minggu ke depan, sekitar pertengahan Januari 2015. Tak
terasa, satu minggu sudah berlalu. Pertanda waktu kerja praktek saya pun
semakin singkat. Sebenarnya, minggu ini bisa terasa lebih panjang, tapi karena
ada libur tahun baru maka serasa pendek karena waktu efektif kami untuk kerja
praktek hanya tiga hari dalam seminggu.
Perekonomian Terpuruk
Minggu
pertama berada di Jakarta setelah sebelumnya cukup kenyang merasakan kehidupan
di Bandung sebagai seorang mahasiswa merupakan sebuah fase yang sulit. Betapa
tidak, saya makan tiga kali sehari, dan untuk setiap porsinya di sini saya
harus merogoh kocek sekitar 10K. Jadi sehari paling tidak harus disediakan uang
sebesar 30K untuk makan. Kocek yang cukup membuat kantong kering mengingat di
Bandung, dengan 7K saja saya sudah mendapatkan makanan yang menyenangkan perut
dan dompet (cc: Warung Kabita di Pasar Basahan Baltos).
Bayangkan
saja, saya harus di Jakarta kurang lebih sekitar 18 hari, bila digunakan
hitungan matematis biasa, maka saya harus menyiapkan uang 540K. Wah, rasanya
cukup berat. Namun, namanya juga manusia pembelajar, pasti dia belajar.
Alhasil, pada minggu kedua, saya mendapatkan pemahaman dan teori baru.
Survival of The Fittest Cleverest
Merasa
keuangan tidak memadai untuk mengikuti pola pengeluaran yang demikian, 30K
sehari hanya untuk makan, maka badan dan otak ini akhirnya bekerja ekstra keras
hingga muncullah kesadaran,
“Bahwa sesungguhnya yang lebih lama bertahan adalah rasa kenyang yang ada di perut, bukan rasa yang ada di mulut, kecuali tidak sikat gigi atau sikat gigi tidak bersih!”, Aryya Dwisatya Widigdha
Merasa
bahwa prinsip itu harus dipegang erat untuk dapat bertahan di sini, maka, untuk
menikmati makanan dengan porsi yang hanya sedikit berbeda hanya dibutuhkan uang
sekitar 6K saja. Nah, uang 6K ini sudah termasuk nasi yang jumlahnya sama, ikan
laut, kuah, sambel, dan air putih. Cukup memuaskan untuk saya mengingat ketika
saya di rumah pun biasanya kalau saya makan ya lauk, nasi, dan kuah saja sudah
nikmat!
Dengan pola
pengeluaran yang baru mari kita hitung ulang pengeluaran saya selama di
Jakarta, 18 hari * 18K yakni 324K. Wow, ada selisih sekitar 216K. Cukup banyak
bukan? :v
Masih Ada Harapan
(Bagian ini
cukup banyak menggunakan angka, bila Anda kurang suka angka, langsung loncat
saja ke bagian selanjutnya)
Berdasarkan
berita di Detik Finance, Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk DKI Jakarta pada tahun
2014 adalah Rp.2.441.301[1].
Pertanyaannya adalah, apakah angka sekian memungkinkan untuk seseorang hidup di
Jakarta? Mari kita lakukan pembahasan singkat dan dangkal!
Berdasarkan
pembahasan selanjutnya, dalam satu hari pengeluaran untuk makan seseorang
mencapai sekitar 18K saja. Bila dibulatkan untuk satu bulan dengan asumsi pukul
rata dalam satu bulan ada 30 Hari maka baiya yang dibutuhkan untuk makan adalah
540K. Merujuk pada kontrakan yang saya tempati, untuk dapat tinggal di ruangan
3x2 meter dibutuhkan uang 600K per bulan. Nah, bila dijumlahkan setidaknya
pengeluaran untuk pangan dan papan hanyalah 1.140K saja. Masih ada Rp.1.301.301
uang tersisa. Kemana sisa uang ini dibelanjakan? Itu adalah kewenangan pemilik
uang masing-masing.
Bisa saja,
sisa uang tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan sandang, kebutuhan akan
transportasi, kebutuhan akan pulsa & internet. Mari kita peras lagi sisa
uang tersebut.
Sejujurnya
saya tidak mengetahui tarif mikromini di sini, hanya saja untuk menggunakan
Bajaj dengan jarak yang tidak terlalu jauh (2-3 KM) saja, saya harus merogoh
kocek 15K untuk dua orang. Mungkin, pembengkakan pengeluaran akan terjadi di
sektor transportasi ini. Bila diasumsikan dalam sebulan dibutuhkan 300K untuk transportasi
@10K per hari, 100K untuk sandang ketika ada pasar murah, 100K untuk pulsa dan
internet (50:50) maka jumlah pengeluaran untuk kategori selain pangan dan papan
mencapai 500K. Masihkah ada sisa dari pendapatan total? Ada! Sekitar Rp.801.301.
Jumlah yang masih cukup banyak bukan?
Kesimpulan
Tentu,
kebutuhan seseorang berbeda dengan orang lain dan perhitungan di atas
berdasarkan pada kebutuhan bujang yang tidak memiliki pasangan. Kalau ada, beda urusan! Kini cukup nampak
bahwa sekejam-kejamnya harga di Jakarta, sebenarnya UMP yang diberikan oleh
pemerintah masih memungkinkan kita untuk bertahan hidup dan berinvestasi.
Bayangkan saja bila kita menginvestasikan uang tersebut untuk usaha, dalam satu
tahun kita bisa memiliki investasi hampir 10 juta rupiah. Angka yang sebetulnya
lumayan untuk memulai usaha. Hanya saja, hal ini menjadi pilihan. Akankah kita
menjadi pribadi yang konsumtif, ataukah menjadi pribadi yang visioner dan mau
mengejar impian dengan kesempatan
yang ada? Mari memilih!
Salam,
Aryya
Dwisatya Widigdha
Pemuda yang
sedang kerja praktek di Jakarta
Comments
Post a Comment
Tanggapilah, dengan begitu saya tahu apa yang ada dalam pikiranmu