Skip to main content

Posts

Ketika Saya Gagal Menjadi Asisten Praktikum

Apa yang kalian rasakan ketika apa yang kalian inginkan tidak terwujud? Apa yang kalian rasakan ketika keinginan kalian itu seakan bisa kalian dapatkan, tapi ada hal yang membuatnya tidak mungkin? Sedih. Paling tidak itulah yang saya rasakan beberapa waktu lalu. Asisten PTI-B Setahun yang lalu, saya adalah salah satu asisten praktikum PTI-B di Comlabs. Pengalaman tersebut adalah yang pertama kalinya dalam perjalanan saya sebagai seorang mahasiswa di ITB. Sempat deg-degan juga pas awal masuk ke ruang praktikum pada pertemuan pertama. Maklum, saya tipe orang yang sering gugup ketika harus berbicara di depan umum terlebih kepada orang yang belum saya kenal. Waktu berlalu, hingga akhir semester pun tiba. Jatah saya untuk menjadi asisten pada waktu itu habis dengan cepat dan tidak terasa ditandai dengan adanya kuesioner tentang asisten dan pembagian honor. Macam-macam memang hasil kuesioner yang disebar kala itu, ada yang bilang saya galak, ada yang bilang saya baik, ada yang

20 Tahun.Dua puluh tahun.

Ketika membuat tulisan ini saya sadar bahwa saya harus bangun pagi untuk menghadiri kuliah pagi pukul 07.00 besok. Saya sadar bahwa ada kuis IMK yang harus saya hadapi besok dan saya harus belajar. Saya mengerti sekali bahwa ada proyek yang harus saya kerjakan saat ini. Namun, saya lebih tahu bahwa saya harus menulis sekarang, menuliskan kenangan indah yang saya dapatkan hari ini sebagai pengingat di kala saya lupa. Karena semua yang saya dapatkan hari ini terlalu indah untuk terlupakan walau hanya sekejap saja. Merasa Hidup “Kau akan merasakan benar-benar hidup ketika keberadaanmu diakui.”—Aryya Dwisatya Widigdha Pengakuan itu datang, sederhana memang walaupun melalui pesan singkat, wall di facebook , jabatan tangan di kelas, hingga hadiah yang dikirim dari email. Sederhana, tapi bermakna. Saya tidak merasa hanya kuliah untuk duduk di kelas, mendengarkan dosen, mencatat, mengerjakan tugas, ujian, mendapatkan nilai, dan lulus. Tidak sebatas itu. Namun, nampaknya keberadaan

Memaknai Waktu

Tiba-tiba saja saya teringat ucapan ibu saya tempo hari. Tiba-tiba saya ingat, padahal sekarang saya sedang disibukkan mengerjakan proyek yang harusnya pukul 12.00 ini saya laporkan progress-nya. Namun ternyata, pikiran saya melayang ke ucapan ibu saya. “Kalau Mas Yayak nanti menikah, jangan lupa untuk memberikan waktu kepada istrinya karena wanita itu butuh yang namanya waktu diperhatikan.” Memang benar, seringkali ibu tiba-tiba memberikan nasihat tentang cara menjalin hubungan, paling tidak dalam setahun terakhir ini. Ya, saya sangat setuju dengan apa yang beliau sampaikan bahwa seorang lelaki harus memberikan waktu khusus nya untuk sang wanitanya agar ia merasa diperhatikan, disayangi, dan dicintai. Namun, bukankah lelaki juga demikian? Maka, saya coba generalisasikan ucapan ibu saya untuk memberikan waktu khusus kepada orang-orang yang saya sayangi agar ia tetap merasa disayangi. Memaknai Waktu Bukan, benar-benar bukan, bila engkau menganggap memaknai waktu sebagai m

Saya Buaya Informatika dan Saya Bangga!

“lelaki buaya darat..buset..aku tertipu lagi..” Bagi penikmat musik pra-2006, past familiar dengan lirik lagu tersebut. Ya, cuplikan lirik tersebut adalah bagian dari lagu Buaya Darat – Duo Ratu yang kini sudah bubar. Ngomong-ngomong soal buaya, ada istilah yang melekat pada beberapa golongan lelaki yakni lelaki buaya. Lelaki Buaya Julukan lelaki buaya seringkali ditujukan bagi mereka—lelaki—yang seringkali mengumbar janji dan menebar jala di sana-sini hingga banyak hati yang tertangkap tapi tak semuanya diberikan perlakuan yang serius. Atau sederhananya cuma buat main-main doang! Banyak faktor yang menyebabkan seorang menjadi demikian diantaranya: rasa percaya diri yang selangit hingga merasa tidak bisa terikat oleh satu orang perempuan saja, aura yang sangat memukau hingga tanpa sadar pun orang lain tertarik dan seolah-olah dipermainkan, hingga yang paling parah adalah, he did it on purpose! Dampak Julukan Ada tiga golongan lelaki dalam menanggapi julukan le