Tiba-tiba saja saya teringat ucapan ibu saya tempo hari. Tiba-tiba saya ingat, padahal sekarang saya sedang disibukkan mengerjakan proyek yang harusnya pukul 12.00 ini saya laporkan progress-nya. Namun ternyata, pikiran saya melayang ke ucapan ibu saya.
“Kalau Mas Yayak nanti
menikah, jangan lupa untuk memberikan waktu kepada istrinya karena wanita itu
butuh yang namanya waktu diperhatikan.”
Memang benar, seringkali ibu tiba-tiba
memberikan nasihat tentang cara menjalin hubungan, paling tidak dalam setahun
terakhir ini. Ya, saya sangat setuju dengan apa yang beliau sampaikan bahwa
seorang lelaki harus memberikan waktu khusus nya untuk sang wanitanya agar ia
merasa diperhatikan, disayangi, dan dicintai. Namun, bukankah lelaki juga
demikian? Maka, saya coba generalisasikan ucapan ibu saya untuk memberikan
waktu khusus kepada orang-orang yang saya sayangi agar ia tetap merasa
disayangi.
Memaknai Waktu
Bukan, benar-benar bukan, bila engkau
menganggap memaknai waktu sebagai membuat waktu yang dihabiskan menjadi punya
makna, bukan itu maksud saya kali ini, sama sekali bukan. Coba ingat kapan
terakhir kali kita bersama dengan orang yang kita sayang dan menyayangi kita?
Bisakah kita menyebutkan sebenarnya, waktu apa yang kita habiskan saat itu?
Mungkin akan banyak muncul jawaban bahwa itu
adalah waktu bersama, waktu antara dua insan manusia. Namun apakah benar?
Apakah ketika kita bersama dengan dia-yang-kita-sayangi, benar-benar waktu kita-bersama?
Atau hanya waktu satu pihak saja? Tolong dibedakan antara waktu bersama dengan
waktu-untuk-ku ataupun waktu-untuk-mu.
Begini
Mari saya jelaskan sedikit, waktu bersama
adalah waktu ketika memang dua keinginan insan saling dipertemukan atau tidak
dipertemukan sama sekali. Kita dengan teman kita seringkali punya waktu bersama
semisal sekedar untuk mengerjakan tugas atau hangout, tapi belum tentu waktu bersama itu adalah waktu-untuk-ku
atau waktu-untuk-mu. Ketika kawan-kawan kita mendedikasikan waktunya untuk
menemani kita, barulah ia bisa disebut waktu-untuk-ku karena memang ia
menyisihkan waktunya untuk kita. Demikian pula dengan kita, jangan
berani-berani berkata, “ini waktu-ku untuk-mu” bila nyatanya sebatas pasang
badan lantas mengerjakan hal yang lain. Omong kosong.
Sekali-lagi, saya ingin waktu yang saya nikmati
benar-benar bisa saya maknai. Mana waktu-ketika-kita bersama, mana
waktu-saya-untuk-mu, dan mana waktu-untuk-ku. Supaya jelas sebenarnya siapa
yang membutuhkan dan siapa yang melengkapi. Bukankah setiap orang diciptakan
untuk melengkapi satu dengan yang lainnya dalam kasus-kasus tertentu?
nice quote via inspirably.com |
Tulisan ini dibuat
menggantung dan ditulis pada Sabtu pagi, 6 September 2014 di basement CC Timur
sendirian. Tanpa ada orang yang memberikan waktunya-untuk-ku.
Salam,
Aryya Dwisatya W
Comments
Post a Comment
Tanggapilah, dengan begitu saya tahu apa yang ada dalam pikiranmu