Skip to main content

Menanjak ke Pura Mandara Giri Semeru Agung

 Pada 28 November 2021 lalu saya kembali menjajal jalanan Lumajang ke arah Senduro. Awalnya ingin sampai ke perkemahan Glagaharum, tapi saya sudah kadung lapar dan capek hingga akhirnya berhenti di pura Mandara Giri Semeru Agung saja. Sebenarnya, awal tahun ini saya juga sudah pernah ke sini, tapi bedanya kali ini saya pakai roadbike baru jadi punya pengalaman yang baru juga. Selain itu, sekarang saya juga menggunakan heart rate monitor sehingga bisa memastikan HR dikisaran 150 agar gowes tetap santai dan tidak terlalu capek.

Dari sisi rute, saya rasa cukup salah pilih rute karena dari pulo - jokarto - karanganom, jalannya tidak cocok roadbike, lebih pas ketika pakai MTB dulu. Selepas dari karanganom, mengikuti jalanan utama dengan beberapa tanjakan curam sebelum masuk ke hutan jatian di senduro. Pokoknya, kalau sudah sampai ke hutan jatian senduro, sudah bisa lebih santai karena ke sananya, cukup landai sampai pura.

Hutan Jatian Senduro

Pura Mandara Giri Semeru Agung bersama si Hitam

No pic = hoax kwkw



Mencari Sarapan

Saya ingat teman saya pernah bilang kalau ada tempat enak di depan pura, akhirnya saya pun meluncur ke warung yang tepat ada di depan pura dan memesan soto untuk mengganjal perut yang lapar.

Potret dari sisi warung seberang pura

Soto Ayam warung sebrang pura

Namun, usut-punya usut, ternyata warung yang dimaksud teman saya itu berbeda, harus turun beberapa meter dulu kwkwkw Mungkin memang lain kali harus coba sepedahan ke sini lagi dan coba ke warung rekomendasi teman saya itu, warung Intisari.

Oh iya, kalau ngomong pura, saya punya satu penyesalan karena dulu ketika Piodalan 2011, teman saya dari Pelajar Pelopor Tertib Lalu Lintas, Made, sedang ke sini tapi saya tidak nyemperin dia. Padahal itu cuma satu-satunya kesempatan untuk ketemu. Namun, nasi sudah jadi bubur, dan sepertinya sih dia juga sudah lupa dengan saya hehe.


Sekian dulu cerita kali ini.

Salam sehat.

Comments

Popular posts from this blog

Wirid Sesudah Sholat

Assalamualaikum, Pada kesempatan kali ini, saya akan berbagi tentang beberapa dzikir sesudah sholat yang saya amalkan beserta beberapa penjelasan pun sekaligus pengharapan yang ada di dalamnya. Basmalah (33x) Dalam memulai setiap pekerjaan, hendaknya kita memulainya dengan membaca basmalah supaya pekerjaan tersebut dinilai sebagai ibadah. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin berkata: “Tafsirnya adalah: Sesungguhnya seorang insan meminta tolong dengan perantara semua Nama Allah. Kami katakan: yang dimaksud adalah setiap nama yang Allah punya. Kami menyimpulkan hal itu dari ungkapan isim (nama) yang berbentuk mufrad (tunggal) dan mudhaf (disandarkan) maka bermakna umum. Seorang yang membaca basmalah bertawassul kepada Allah ta’ala dengan menyebutkan sifat rahmah. Karena sifat rahmah akan membantu insan untuk melakukan amalnya. Dan orang yang membaca basmalah ingin meminta tolong dengan perantara nama-nama Allah untuk memudahkan amal-amalnya.” ( Shifatush Shalah , ha

Sobat Upgrade Plus-Plus

 Pada bulan april lalu saya membuat tulisan tentang pilihan saya untuk menjadi sobat upgrade ketimbang harus membeli sepeda balap baru yang harganya mencapai paling tidak 6 juta rupiah. Bulan demi bulan, saya mencoba mengganti komponen sepeda Polygon fork rigid saya mulai dari bottom bracket, hub free hub, ruji, dan yang paling baru adalah pedal di hari minggu lalu. Sebenarnya, saya punya prinsip, upgrade semaksimal mungkin sampai tidak bisa diupgrade atau costnya tidak efektif lagi. Contohnya, fork rigid ini sudah susah untuk diganti ban jadi ban balap karena ukuran rangka sepedanya terlalu kecil dan akan perlu pemotongan manual, jadi cerita mengganti ban balap harus diurungkan. Selain itu, FD nya juga sudah patah dan mencari FD yang sejenis lumayan susah dan biasanya malah harus ganti semuanya yang mana berarti mesti merogoh kocek lebih dalam. Upgrade Plus-Plus Balik ke cerita saya april lalu, salah satu alasan saya tidak mau beli sepeda balap baru ya karena harganya sangat mahal bag

Belajarlah Wahai Anak Muda!

Dahulu kala hiduplah seorang lelaki tua bernama Doyanta yang hidup sebatang kara di sebuah gubuk reot di samping sungai. Tak ada yang bisa dibanggakan dari rumahnya, hanya sebuah gubuk dari bambu yang mungkin akan dengan mudah diterbangkan oleh angin pada zaman sekarang, betapa tidak, peti kemas saja yang begitu berat di Tanjung Priok bisa roboh tertiup oleh angin di zaman yang sudah edan ini. Rumah nya tak begitu besar malah dapat dibilang kecil, tak ada penerangan selain lilin kecil yang memberikan sedikit pencahayaan ketika malam hari selain rembulan yang terkadang pun pergi meninggalkan dirinya. Hidupnya sepi, sendiri, tak ada yang tau bagaimana masa lalu lelaki tua tersebut. Setiap hari ia selalu menyempatkan diri untuk merebahkan tubuhnya yang kurus kering itu di kursi yang tak jauh lebih gemuk dari butuhnya, mungkin sama ringannya. Matanya menerawang jauh menembus hutan, gunung, dan mungkin lautan. Beberapa waktu dia asyik hidup dalam dunianya sendiri, lalu lalang