Skip to main content

Posts

Kebahagiaan yang Sederhana

Wahid, Teo, Saya,Ahmad, Aji beberapa panitia PLO 2013 buah jerih payah yang tak diduga Ega-Tasya; Saya-Aflin-Yudha; Nadia-Egi kawan-kawan yang mau berpayah-payah dan bersenang-senang bersama Ketika terkadang seseorang menganggap bahagia terlalu kompleks untuk direalisasikan, justru kebahagiaan itu sendiri bisa tercipta dari hal sederhana. Taukah engkau mengapa gambar-gambar tersebut yang saya pilih untuk mengisi tulisan saya kali ini? Tulisan pemecah keheningan dalam pertapaan-menulis saya. Sudah kah engkau dapat menebaknya? Saya memilih foto itu karena pada foto itulah aku tersenyum. Pasalnya, ini bukan untukku, tapi untuk orang lain. Sesederhana saya ingin membuat ibu saya tahu bahwa saya baik-baik saja di sini dan membuat beliau bahagia dengan senyuman yang saya buat.  Bukankah bahagia orang tua adalah ketika melihat anaknya tersenyum? Terlebih tersenyum karenanya? Bahagia itu sederhana, sesederhana senyum orang tua untuk anak dan anak untuk or

Cukup

Cukup Karena bagiku sudah cukup untuk bertemu denganmu dalam mimpi Tanpa harus menyentuh ragamu Atau mencium bau mu yang begitu nyata Cukup Karena dalam mimpi engkau adalah milikku Selalu milikku dan hak ku untuk memilikimu Cukup Karena mimpi yang membuatmu jadi nyata Dan mimpi pula yang mengakhiri ilusi fana ku Cukup Biarkan mimpiku selalu tentangmu Bukan tentang indahnya dunia Karena bagiku engkaulah keindahan itu Cukup Jangan lagi pergi Atau berniat pergi dari mimpiku Karena hanya di mimpi aku bisa memelukmu erat Karena hanya di mimpi engkau bisa bebas mencintaiku Cukup Aku tak bisa merasa cukup dengan enam jam tidurku Aku masih ingin melanjutkan mimpiku Dari hari ke hari Masih saja aku tetap ingin memimpikanmu Karena engkau adalah alam bawah sadarku Pengisi pikiran yang tak bisa ku sentuh Kebenaran yang selama ini ku simpan sendiri Cukup Tak ada kata yang cukup menggambarkan mu Karena engkau tak cukup tergam

Ketika Saya Gagal Menjadi Asisten Praktikum

Apa yang kalian rasakan ketika apa yang kalian inginkan tidak terwujud? Apa yang kalian rasakan ketika keinginan kalian itu seakan bisa kalian dapatkan, tapi ada hal yang membuatnya tidak mungkin? Sedih. Paling tidak itulah yang saya rasakan beberapa waktu lalu. Asisten PTI-B Setahun yang lalu, saya adalah salah satu asisten praktikum PTI-B di Comlabs. Pengalaman tersebut adalah yang pertama kalinya dalam perjalanan saya sebagai seorang mahasiswa di ITB. Sempat deg-degan juga pas awal masuk ke ruang praktikum pada pertemuan pertama. Maklum, saya tipe orang yang sering gugup ketika harus berbicara di depan umum terlebih kepada orang yang belum saya kenal. Waktu berlalu, hingga akhir semester pun tiba. Jatah saya untuk menjadi asisten pada waktu itu habis dengan cepat dan tidak terasa ditandai dengan adanya kuesioner tentang asisten dan pembagian honor. Macam-macam memang hasil kuesioner yang disebar kala itu, ada yang bilang saya galak, ada yang bilang saya baik, ada yang