Skip to main content

Posts

Showing posts with the label Puisi

Ketika Akan Menikah

Saya tidak akan menulis secara terstruktur, sekenanya saja, karena kali ini saya menulis hanya karena ingin menulis. Insyaallah, 7 minggu lagi saya akan menikah. Iya, menikah. Semoga Allah memberikan kelancaran dan kemudahan. Pada fase ini makin banyak hal yang saya pikirkan. Entah mengapa. Namun, mungkin seperti ini pula lah yang dirasakan oleh pendahulu saya ketika hendak menikah dahulu, selalu ada yang dipikirkan. Pertanyaan Seorang Kawan Beberapa waktu yang lalu, tepatnya bulan Mei 2015 saya menyempatkan waktu untuk pulang ke Lumajang beberapa hari untuk mengurus surat-surat penting dan jalan-jalan bersama adik saya. Entah mengapa, ketika hendak santai di tempat makan datang lah teman sepermainan saya sejak SMP. Akhirnya, mulai lah percakapan tentang topik pernikahan ini. “Yak, Kamu beneran mau nikah?” “Iya, kenapa emang?” “Yakin udah siap?” “Iya, yakin.” “Kapan?” “Insyaallah Agustus” “Yakin nikah? Udah enggak mau bareng kita-kita lagi?” Sejujurnya untu

Pukul Tiga Pagi

Karena hanya ketika pukul tiga pagi Aku bisa mencumbumu tanpa ada orang lain yang tau Karena hanya ketika pukul tiga pagi, langit yang gelap menampakkan bulan yang masih redup malu Karena hanya ketika pukul tiga pagi, aku bisa merasakan peluk hangatmu dengan nafas mu yang terasa di tengkukku Karena hanya ketika pukul tiga pagi, aku bisa melihat rona-rona semangat pada manusia yang mencari nafkah Karena hanya ketika pukul tiga pagi, aku bisa melihat orang tua kesepian menunggu jemaah di musholla Karena hanya ketika pukul tiga pagi, aku bisa mencintaimu dengan penghayatan yang hanya aku yang bisa menerjemahkannya Bahkan engkaupun tak bisa

Hujan di Bulan Juni

Sepertinya langit sedang memberikan isyarat Bahwa ia sedang merindu dia yang ada di permukaan Buktinya, sudah beberapa kali hujan turun Seperti ia ingin menyampaikan bahwa yang langit begitu merindu Ia ingin dipandang walau untuk sejenak Ia ingin dipeluk walau tak bisa selamanya Sepertinya langit sedang merindu Atau mungkin ia ingin memeluk seorang yang dirindunya Entah siapa Hanya langit yang tau Tapi kita semua bisa merasakan apa yang ia rasakan Melalui pesannya Melalui hujan yang turun di bulan Juni Hujan di Bulan Juni, 11 Juni 2015, Jakarta Aryya Dwisatya W

Memahami Rindu

Dan biarkan aku sendiri merindumu disini Sementara mungkin engkau sedang mencari seseorang Yang bisa mengisi hatimu Dan mengisi hari-harimu Apakah waktu yang bisa menenangkanmu Ataukah perbedaan yang pasti memisahkan Yang membuat kita berjarak Tak jauh tapi tak bisa bersatu Hanya bisa menyentuh dengan lembut dalam sesekali waktu Bukankah langit yang kita pandangi sama Biru ketika siang Dan gelap ketika malam Bukankah juga sama rasaku sebagian dari rasamu Lantas dimana bedanya Ku tak bisa menemukannya Masihkah ingat engkau ketika pertama kali Kita saling menjauhkan punggung kita masing-masing Bukankah rindu yang terasa Makin lama makin terasa Makin lama makin ingin ku berjumpa Bukankah sampai sini kita masih sama Lantas apa bedanya Coba liat bulan itu Menyinar memberikan sinarnya Aku juga melihat demikian Lantas apa bedanya antara engkau dan aku Ketika engkau bermain-main dengan leburan ombak Tidakkah engkau merasa kakimu disentuh dengan lembut Dan engkau

Maka Jangan

Karena cinta itu dirimu Maka jangan pergi, tetaplah Karena cinta itu dirimu Maka jagalah dirimu Karena cinta itu dirimu Maka tersenyumnya Karena engkau senyuman semesta yang nyata Karena cinta itu adalah dirimu Maka rasakanlah Aliran kasih yang menyusuri urat darahmu Karena engkau adalah cinta Maka tinggallah dan jangan pergi

Sang Pencuri

Malam memang selalu gelap Pasti, itu yang memang tersuratkan sejak dahulu Pun, senyummu, adalah sebuah kepastian Yang membuat ku sesak di dada dan ingin memandangnya lebih lama Engkau yang datang ke dalam kehidupanku Lalu untuk beberapa waktu pergi dengan meninggalkan rindu Engkau yang ketika sekalinya bertemu Membuatku kembali luluh seperti dahulu Engkau yang tlah berubah Engkau yang hatinya tak lagi untukku Walaupun aku berharap engkau tetap menjadi milikku Saling memiliki Taukah enkau bahwa aku memandangimu dari kejauhan? Nampaknya tidak Aku pun tak mau kau tau Aku memang egois, menikmati indahmu tanpa memberimu kesempatan tau keberadaanku Maaf, maafkan aku Tapi mungkin inilah caraku mencintaimu Engkau yang sekali lagi mencuri hatiku Dan parahnya pun aku merelakan ia tuk tercuri Karena ku yakin Tak ada istilah tercuri Bila itu dilakukan oleh orang yang tepat Kamu

URAA

Ketika engkau bertemu dengannya Mungkin hanya 2% dari otakmu yang akan bekerja Paling tidak rasionalitasmu akan ditekan begitu hebat Hingga insting dan nalurimu lah yang berbicara Ketika engkau bertemu dengannya Engkau tak akan segan berlari mendekatinya Tak peduli apa yang engkau tinggalkan saat itu Karena kau tau, sesaat waktu dengannya adalah kepuasan yang mungkin takkan pernah bisa terulang Bukankah kita tak pernah tau kapan pertemuan terakhir itu menjadi akhir dari pertemuan? ------ Coba kau rasakan apa Betapa menyenangkannya ketika ia yang terpisah denganmu Terbentang jarak antara kalian, raga kalian, tapi bukan hati kalian Dan engkau bisa bertemu dengannya Melihat kembali senyum manisnya dari dekat Sebatas menggandeng tanggannya Yang kau ingat dulu, ketika engkau menggandengnya ia masih begitu malu-malu, Pun dirimu Ku yakin engkau akan bisa mengingat saat pertama engkau bertemu dengannya Atau saat pertama yang membuatmu tak bisa lupa akan dirinya Perasaan yang bisa tumbuh tanpa

Malam

Aku begitu suka pada langit malam Langit yang begitu hitam, pekat, tapi selalu ada mereka yang menghiasinya Ya, bulan dan bintang-bintang yang setia Sekarang pun aku masih merasakan dinginnya malam Tanpa bisa melihat langit yang begitu ku rindukan Bintang-bintang yang terang dan menenangkan Bintang yang ketika kulihat satu per satu selalu bisa mengingatkanku Mereka seakan bisa mengaitkan ku dengan kenangan-kenangan lalu Bukan kah memang demikian? Langit akan lebih indah ketika banyak bintang di angkasa? Walaupun cukup satu bulan Tapi tetap bintang lah yang begitu setiap menghiasi ketika tak ada sang asmaragama Aku sering melihat ke atas Sesekali memejamkan mata Mencoba merasakan hangatnya Walaupun seringkali dingin angin yang justru merasuk Aku tetap saja sering melihat ke atas Sesaat melihat lalu memejamkan mata Sebatas untuk mengingat dan membayangkan Kenangan yang begitu berharga untuk dilupa apalagi dihapuskan K